PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN
Kata khulafaurrasyidin itu berasal dari bahasa arab yang
terdiri dari kata khulafa dan rasyidin, khulafa’
itu menunjukkan banyak khalifah, bila satu di sebut khalifah, yang mempunyai
arti pemimpin dalam arti orang yanng mengganti kedudukan rasullah SAW sesudah
wafat melindungi agama dan siasat (politik) keduniaan agar setiap orang
menepati apa yang telah ditentukan oleh batas-batanya dalam melaksanakan
hukum-hukum syariat agama islam.
Adapun kata Arrasyidin itu berarti arif dan bijaksana. Jadi khulafaurrasyidin mempunyai arti pemimpim yang bijaksana sesudah Nabi muhammad wafat. Para khulafaurrasyidin itu adalah pemimpin yang arif dan bijaksana. Mereka tiu terdiri dari para sahabat Nabi muhammad SAW yang berkualitas tinggi dan baik.
Adapun kata Arrasyidin itu berarti arif dan bijaksana. Jadi khulafaurrasyidin mempunyai arti pemimpim yang bijaksana sesudah Nabi muhammad wafat. Para khulafaurrasyidin itu adalah pemimpin yang arif dan bijaksana. Mereka tiu terdiri dari para sahabat Nabi muhammad SAW yang berkualitas tinggi dan baik.
Sebagai pemimpin umat Islam setelah Nabi, Abu
Bakar bergelar “Khafilah Rasulillah” atau Khalifah saja (secara harfiyah
artinya; orang yang mengikuti, pengganti kedudukan Rosul) . Sedangkan menurut
Prof. Dr. Abuddin Nata, M.A. beliau menjelaskan bahwa Khulafaur Rasyidin secara
harfiyah berarti para pemimpin yang jujur dan lurus. Istilah tersebut diberikan
kepada Khalifah Abu Bakar al-Shiddiq, Khalifah Umar ibn al-Khattab, Khalifah
Usman ibn ‘Affan, dan Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Meskipun demikian, perlu dijelaskan bahwa
kedudukan Nabi sesungguhnya tidak akan pernah tergantikan, karena tidak ada
seorangpun yang menerima ajaran Tuhan sesudah Muhammad. Sebagai saluran
wahyu-wahyu yang diturunkan dan sebagai utusan Tuhan tidak dapat diambil alih
seseorang. Menggantikan Rasul (Khalifah) hanyalah berarti memiliki kekuasaan
yang diperlukan untuk meneruskan perjuangan Nabi.
Pendalaman Materi
I.
Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq (632-634 M)
1.
Biografi
Abu Bakar, lahir pada tahun 573
M dan wafat pada tahun13 H. Bernama asli Abdullah bin Abi Quhafah. Nama aslinya
adalah Abdul Ka’bah. Tetapi, setelah masuk Islam namanya diganti oleh
Rasulullah sehingga menjadi Abu Bakar. Gelar Ash Shiddiq diberikan
padanya karena ia adalah orang yang pertama mengakui peristiwa Isra' Mi'raj.
Lalu, ia pun diberi gelar Ash Shiddiq (orang yang percaya). Abu Bakar termasuk
diantara orang yang paling awal memeluk Islam. Setelah Rasulullah SAW., wafat, Abu Bakar menjadi khalifah yang pertama Khulafaur Rasyidin pada tahun 632 M.
Abu Bakar dilahirkan di Mekkah dari keturunan Bani Tamim (At Tamimi), suku bangsa Quraish. Abu Bakar ayah dari Aisyah istri Rasulullah SAW., nama lengkapnya adalah
'Abdullah ibn 'Uthman ibn Amir ibn Amru ibn Ka'ab ibn Sa'ad ibn Taim ibn Murrah
ibn Ka'ab ibn Lu'ai ibn Ghalib ibn Fihr al-Quraishi at-Tamimi'. Bertemu nasabnya
dengan Rasulullah SAW., pada kakeknya Murrah ibn Ka'ab ibn Lu'ai. Dan ibu dari
abu Bakar adalah Ummu Al Khair salma binti Shakhr bin Amir bin Ka'ab bin Sa'ad
bin Taim yang berarti ayah dan ibunya sama-sama dari kabilah bani Taim.
Diriwayatkan oleh Abu Hasan Al Athrabulusi, sebagaimana disebutkan dalam Al
Bidayah dari Aisyah ra, ia berkata ; Sejak zaman jahiliyah, Abu Bakar
adalah kawan Rasulullah SAW. Pada suatu hari, dia hendak menemui Rasulullah
SAW., ketika bertemu dia berkata: Wahai Abul Qosim (panggilan Rasulullah
SAW), ada apa denganmu sehingga engkau tidak terlihat di majelis kaummu dan
orang-orang menuduh bahwa engkau telah berkata buruk tentang nenek moyangmu dan
lain lain lagi?. Rasulullah SAW., bersabda : “Sesungguhnya aku adalah
utusan Allah SWT., dan aku mengajak kamu kepada Allah SWT.
Setelah selesai Rasulullah SAW., berbicara, Abu Bakar pun langsung masuk
Islam. Melihat keIslamannya itu beliau gembira sekali ,tidak ada seorangpun
yang ada di antara kedua gunung di Mekkah yang merasa gembira melebihi
kegembiraan beliau. Kemudian Abu Bakar menemui Utsman bin Affan, Thalhah bin
Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan Saad bin Abi Waqas, mengajak mereka untuk
masuk Islam. Lalu, merekapun masuk Islam. Hari berikutnya Abu bakar menemui
Utsman bin Mazhum,Abu Ubaidah bin Jarrah,Abdurarahman bin Auf, Abu Salamah bin
Abdul Saad, dan Arqam bin Abil Arqam, mereka kemudian dapat menerima Islam.
Istrinya Qutaylah bint Abdul Uzza tidak menerima Islam sebagai agama sehingga Abu Bakar menceraikannya. Istrinya yang lain, Um
Ruman, menjadi Muslimah. Juga semua anaknya kecuali 'Abd Rahman ibn Abi Bakar
menerima Islam. Abu Bakar adalah orang yang ditunjuk oleh Rasulullah SAW.,
untuk menemaninya hijrah ke Yastrib (622 M). Namun saat ditengah
perjalanan mereka dikejar oleh utusan para kabilah Quraisy, sehingga mereka
mencari tempat untuk sembunyi. Mereka menemukan sebuah gua dan Abu Bakar
menyarankan untuk sembunyi disana. Setelah Rasulullah SAW., menyetujuinya
ia melarangnya masuk kedalam. Ia memasukinya terlebih dahulu dan mencari kalau
ada lubang tempat tinggal hewan liar. Saat ia temukan ia menutupnya dengan
selembar kain kecuali satu lubang karena kainnya telah habis.
Setelah itu mereka beristirahat disana, hingga Rasulullah SAW terlelap. Ia
melihat ada ular keluar dari lubang (yang tidak ditutupinya) lalu ia
menutupinya dengan kakinya, sehingga ular itu menggigit kakinya ia menagis
namun ia tidak mengatakannya kepada Rasulullah SAW., karena takut membangunkannya.
Tetapi ia tidak menyadari bahwa air matanya menetes ke pipi Nabi Muhammad SAW,
sehingga beliau terbangun. Beliau melihat Abu Bakar sedang menagis lalu
berkata, "Katakanlah wahai Abu Bakar Mengapa kamu menagis?"
Mendengar hal itu ia terkejut karena tidak tahu bahwa Rasulullah SAW., telah
terjaga dari tidurnya. Maka ia pun menjawab,"Sesungguhnya aku melihat
lubang sarang hewan melata disana dan ia(hewan itu) hendak keluar maka aku
tutupi lubang itu dengan kakiku supaya tidak mengganggumu wahai Rasul Allah."
Mendengar hal itu Rasulullah SAW.,menangis lalu berkata," Berikan
kakimu", kemudia beliau meludahinya dan seketika luka Abu Bakar
sembuh. Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan menuju Yastrib.
2.
Proses pemilihan
Khalifah Abu Bakar As Shiddiq
Nabi Muhammad saw,. Tidak menunjuk
siapa yang akan menggantikan sepeninggalnya dalam memimpin umat yang baru
terbentuk. Memang wafatnya beliau mengejutkan, tetapi sesungguhnya dalam
sakitnya yang terakhir ketika beliau mengalami gangguan kesehatan
sekurang-kurangnya selama tiga bulan, Nabi Muhammad telah merasakan bahwa
ajalnya akan segera tiba.
Masalah suksesi mengakibatkan umat
Islam menjadi sangat tegang. Padahal semasa hidupnya, Nabi bersusah payah dan
berhasil membina persaudaraan sejati yang kokoh diantara sesama pengikutnya,
yaitu antara kaum Muhajirin dan Ansor. Dilambatkannya pemakaman jenazah beliau
menggambarkan betapa gawatnya krisis suksesi itu. Ada tiga golongan yang
bersaing keras dalam perebutan kepemimpinan ini; Ansor, Muhajirin, dan keluarga
Hasyim.
Dalam pertemuan di balai pertemuan
Bani Saidah di Madinah, kaum Ansor mencalonkan Sa’ad bin Ubadah, pemuka
Khazraj, sebagai pemimpin umat. Sedangkan Muhajirin mendesak Abu Bakar sebagai
calon mereka karena ia dipandang yang paling layak untuk menggantikan Nabi.
Dipihak lain ada sekelompok orang yang menghendaki Ali ibn Abi Tholib, karena
Nabi telah menunjuk secara terang-terangan sebagai penggantinya.
Situasi itu demikian kritis, pedang
hampir saja terhunus dari sarungnya. Masing-masing golongan merasa paling
berhak menjadi penerus Nabi. Namun berkat tindakan tegas dari tiga orang, yaitu
Abu Bakar, Umar ibn Khattab, dan Abu Ubaidah ibn Jarrah yang dengan semacam kup
(coup d’etat) terhadap kelompok, memaksa AbuBakar sendiri sebagai deputy
Nabi. Besar kemungkinan tanpa intervensi mereka persatuan umat yang menjadi
modal utama bagi hari depan komunitas muslim yang masih muda itu berada dalam
tanda tanya besar.
Dengan semangat ukhuwah islamiyyah
terpilihlah Abu Bakar. Dia adalah orang Quraisy yang merupakan pilihan ideal,
karena sejak mula pertama menjadi pendamping Nabi, dialah sahabat yang paling
memahami risalah Muhammad.
Sebagai pemimpin umat
Islam setelah Rasulullah SAW., Abu Bakar disebut Khalifah Rasulillah
(pengganti rasul Allah) yang dalam perkembangan selanjutnya disebut
khalifah. Berikut pidato perdana Abu Bakar ketika diangkat sebagai
pengganti peran dan posisi Rasulullah SAW., dalam masyarakat, “Wahai
manusia, sungguh aku telah memangku jabatan yang kamu percayakan, padahal aku
bukan orang yang terbaik diantara kamu. Apabila aku melaksanakan tugasku dengan
baik, bantulah aku, dan jika aku berbuat salah, luruskanlah aku. Kebenaran
adalah suatu kepercayaan, dan kedustaan adalah suatu penghianatan. Orang yang
lemah diantara kamu adalah orang yang kaut bagiku sampai aku memenuhi
hak-haknya, dan orang kuat diantara kamu adalah lemah bagiku hingga aku
mengambil haknya, Insya Allah. Janganlah salah seorang dari kamu meninggalkan jihad.
Sesungguhnya kaum yang tidak memenuhi panggilan jihad maka Allah SWT akan
menimpakan atas mereka suatu kehinaan. Patuhlah kepadaku selama aku patuh
kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, jika aku tidak menaati kepada Allah SWT dan
rasul-Nya, sekali-kali janganlah kamu menaatiku. Dirikanlah shalat, semoga
Allah SWT merahmatimu”.
Ucapan pertama kali ini
menunjukkan garis besar politik dan kebijakan Abu Bakar dalam pemerintahannya.
Di dalamnya terdapat prinsip kebebasan berpendapat, tuntutan ketaatan rakyat,
mewujudkan keadilan, dan mendorong masyarakat berjihad, serta shalat sebagai
intisari taqwa.
Nampaknya, kekuasaan
yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa Rasulullah
SAW., bersifat sentral. Kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat
di tangan Khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga
melaksanakan hukum yang telah ditetapkan dalam Al Quran dan Sunnah. Meskipun
demikian, seperti juga Rasulullah SAW., Abu Bakar selalu mengajak
sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah untuk menyelesaikan suatu masalah.
3.
Prestasi Besar
a.
Kebijakan Pemerintahan
Secara umum dapat dikatakan bahwa pemerintahan Abu Bakar melanjutkan
kepemimpinan sebelumnya. diantara kebijaksanaannya adalah sebagai berikut.
1) Kebijaksanaan pengurusan terhadap Agama.
Pada awal pemerintahannya, ia diuji dengan adanya ancaman yang datang dari
umat Islam sendiri yang menentang kepemimpinannya. Di antara perbuatan makar
tersebut ialah timbulnya orang-orang yang murtad, orang-orang yang tidak mau
mengeluarkan zakat, orang-orang yang mengaku menjadi Nabi, dan pemberontakan
dari beberapa kabilah.
2) Kebijaksanaan Kenegaraan
Diantara kebijaksanaan Abu Bakar dalam pemerintahan atau kenegaraan,
diuraikan sebagai berikut.
a) Bidang eksekutif
Pendelegasian tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun daerah. Misalnya
untuk pemerintahan pusat menunjuk Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, dan
Zaid bin Tsabit sebagai sekretaris dan Abu Ubaidah sebagai bendaharawan. Untuk
daerah-daerah kekuasaan Islam, dibentuklah provinsi-provinsi, dan untuk setiap
provinsi dibentuk seorang amir.
b) Pertahanan dan keamanan
Dengan mengorganisasikan pasukan yang ada untuk mempertahankan eksistensi
keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memelihara stabilitas
di dalam maupun di luar negeri. Diantara panglima yang ada ialah Khalid bin
Walid, Musanna bin Harisah, Amr bin ‘Ash, Zaid bin Sufyan, dan lain-lain.
c) Yudikatif
Fungsi kehakiman dilaksanakan oleh Umar bin Khatthab dan selama
pemerintahan Abu Bakar tidak ditemukan suatu permasalahan yang berarti untuk
dipecahkan. Hal ini karena kemampuan dan sifat Umar sendiri, dan masyarakat
pada waktu itu dikenal ‘alim.
d) Sosial ekonomi
Sebuah lembaga mirip dengan Baitul Mal, di dalamnya dikelola harta benda
yang didapat dari zakat, infaq, shadaqah, ghanimah, dan lain-lain. Penggunaan
harta tersebut digunakan untuk gaji pegawai negara dan untuk kesejahteraan umat
sesuai dengan aturan yang ada.
b.
Perang Riddah
Abu Bakar ra menjadi khalifah hanya dua tahun. Masa sesingkat itu habis
untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang disebabkan
oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah
sepeninggal Rasulullah SAW. Mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat
dengan Rasulullah SAW., dengan sendirinya batal setelah Nabi SAW., wafat.
Karena itu mereka menentang Abu Bakar. Karena sikap keras kepala dan
penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu
Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah
(perang melawan kemurtadan). Khalid bin Walid adalah panglima yang banyak
berjasa dalam Perang Riddah ini.
Dalam perang Ridda peperangan terbesar adalah memerangi Ibnu Habib Al
Hanafi yang lebih dikenal dengan nama Musailamah Al Kazab (Musailamah si pembohong), yang mengklaim dirinya sebagai Nabi baru
menggantikan Rasulullah SAW. Musailamah kemudian dikalahkan pada pertempuran
Akraba oleh Khalid bin Walid.
c.
Kodifikasi Al Quran
Abu Bakar juga berperan dalam pelestarian teks-teks tertulis Al Quran. Dikatakan bahwa setelah kemenangan yang sangat sulit saat melawan
Musailamah dalam perang Riddah, banyak penghafal Al Quran yang ikut tewas dalam
pertempuran. Umar lantas meminta Abu Bakar untuk mengumpulkan koleksi dari Al
Quran. oleh sebuah tim yang diketuai oleh sahabat Zaid bin Tsabit, mulailah
dikumpulkan lembaran-lembaran Al-quran dari para penghafal Al-Quran dan
tulisan-tulisan yang terdapat pada media tulis seperti tulang, kulit dan lain
sebagainya,setelah lengkap penulisan ini maka kemudian disimpan oleh Abu Bakar.
setelah Abu Bakar meninggal maka disimpan oleh Umar bin Khaththab dan kemudian
disimpan oleh Hafsah, anak dari Umar dan juga istri dari Nabi Muhammad SAW.
Kemudian pada masa pemerintahan Usman bin
Affan koleksi ini menjadi dasar penulisan teks Al Quran
hingga yang dikenal hingga saat ini.
d.
Pembebasan dan Penyebaran Islam
Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar ra
mengirim kekuatan ke luar Arabia. Khalid ibn Walid ra, dikirim ke Iraq dan
dapat menguasai wilayah Hirah di tahun 634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi
di bawah pimpinan empat panglima yaitu Abu Ubaidah ibnul Jarrah, Amr ibnul
'Ash, Yazid ibn Abi Sufyan dan Syurahbil Hasanah. Sebelumnya pasukan dipimpin
oleh Usamah ibn Zaid yang masih berusia 18 tahun. Untuk memperkuat tentara ini,
Khalid ibn Walid ra, diperintahkan meninggalkan Irak, dan melalui gurun pasir
yang jarang dijalani, ia sampai ke Syria.
4.
Wafat
Abu Bakar meninggal
pada jumadil akhir tahun 13 H/ 634 M di Madinah pada usia 63 tahun. Abu Bakar dimakamkan di rumah Aishah di dekat masjid Nabawi, di samping makam Rasulullah SAW. Disaat Abu Bakar wafat, barisan depan
pasukan Islam sedang mengancam Palestina, Irak, dan kerajaan Hirah.
II. Khalifah Umar Bin Khattab
1.
Biografi
Umar bin Khattab (581 - 644 M), nama lengkapnya Umar bin Khattab bin Nafiel bin Abdul Uzza,
lahir di Mekkah, dari Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy. Ayahnya bernama Khaththab bin Nufail Al Shimh Al Quraisyi dan ibunya
Hantamah binti Hasyim. Nama lain/ julukan beliau adalah Abu Hafsh. Abu Hafsh
adalah julukan bagi Umar bin Khattab. Beliau adalah orang pertama yang dijuluki
sebagai Amirul Mukminin secara luas oleh umat. Beliau juga dijuluki
dengan Al Faruq, karena sikap beliau yang sangat tegas dalam memisahkan
kebenaran dari kebatilan. Dialah sahabat pertama yang berani berterus terang
memeluk Islam. Dengan keIslamannya inilah dakwah Rasulullah SAW., semakin
bertambah kuat. Masuk Islamnya Umar merupakan bukti dikabulkannya do’a beliau,
“Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah satu di antara dua Umar yang lebih
Kau cintai; Umar bin Khaththab atau Amr bin Hisyam/Abu Jahal.” Demikian
tertulis dalam Kitab Fawa’id Dzahabiyah.
Keluarga Umar tergolong dalam keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan
menulis yang pada masa itu merupakan sesuatu yang jarang. Umar juga dikenal,
karena fisiknya yang kuat dimana ia menjadi juara gulat di Mekkah.
Sebelum memeluk Islam, sebagaimana tradisi kaum jahiliyah mekkah saat itu,
Umar mengubur putrinya hidup-hidup. Sebagaimana yang ia katakan sendiri,
"Aku menangis ketika menggali kubur untuk putriku. Dia maju dan kemudian
menyisir janggutku". Mabuk-mabukan juga merupakan hal yang umum dikalangan
kaum Quraish. Beberapa catatan mengatakan bahwa pada masa pra Islam, Umar suka
meminum anggur. Setelah menjadi Muslim, ia tidak menyentuh alkohol sama sekali, meskipun belum diturunkan larangan meminum khamar (yang
memabukkan) secara tegas.
Ketika ajakan memeluk Islam dideklarasikan oleh Rasulullah SAW., Umar
mengambil posisi untuk membela agama tradisional kaum Quraish (menyembah
berhala). Pada saat itu Umar adalah salah seorang yang sangat keras dalam
melawan pesan Islam dan sering melakukan penyiksaan terhadap pemeluknya.
Dikatakan bahwa pada suatu saat, Umar berketetapan untuk membunuh
Rasulullah SAW., saat mencarinya, ia berpapasan dengan seorang Muslim yakni
Nu'aim bin Abdullah yang kemudian memberi tahu bahwa saudara perempuannya
Hafshah juga telah memeluk Islam. Umar terkejut atas pemberitahuan itu dan
pulang ke rumahnya.
Di rumah Umar menjumpai bahwa saudaranya sedang membaca ayat-ayat Al Quran (QS. Thoha), ia menjadi marah
akan hal tersebut dan memukul saudaranya. Ketika melihat saudaranya berdarah
oleh pukulannya ia menjadi iba, dan kemudian meminta agar bacaan tersebut dapat
ia lihat. Ia kemudian menjadi sangat terguncang oleh isi Al Quran tersebut dan
kemudian langsung memeluk Islam pada hari itu juga.
Umar adalah salah seorang yang ikut pada peristiwa hijrah ke Yatsrib
(Madinah) pada tahun 622 Masehi. Ia ikut terlibat pada perang Badar, Uhud,
Khaybar serta penyerangan ke Syria. Ia adalah salah seorang sahabat dekat
Rasulullah SAW. Ketika Rasulullah SAW., wafat persiapan pemakamannya dihambat oleh
Umar yang melarang siapapun memandikan atau menyiapkan jasadnya untuk
pemakaman. Ia berkeras bahwa Rasulullah SAW., tidaklah wafat melainkan sedang
tidak berada dalam tubuh kasarnya, dan akan kembali sewaktu-waktu.
Abu Bakar yang kebetulan sedang berada di luar Madinah, demi mendengar kabar itu
lantas bergegas kembali. Ia menjumpai Umar sedang menahan Muslim yang lain dan
lantas mengatakan, "Saudara-saudara! Barangsiapa mau menyembah
Muhammad, Muhammad sudah mati. Tetapi barangsiapa mau menyembah Allah, Allah
hidup selalu tak pernah mati." Abu Bakar kemudian membacakan ayat dari
Al Quran :
"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah
berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh
kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka
ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan
memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (QS. Ali 'Imran (3); 144). Umar lantas menyerah dan membiarkan persiapan pemakaman
dilaksanakan.
2.
Menjadi Khalifah
Ketika Abu Bakar ra sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah
dengan para pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar ibn Khatthab sebagai
penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan
dan perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut
ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar ra,
menjadi Khalifah Rasulillah dengan memperkenalkan istilah Amirul Mu'minin
(pemimpin orang-orang yang beriman).
Umar Bin Khattab memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/ 634-644 M). Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam
tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian
Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa
kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium). Saat itu ada dua negara adi daya yaitu Persia dan Romawi. Namun keduanya
telah ditaklukkan Islam pada zaman Umar.
3.
Prestasi Besar
a.
Pembebasan dan penyebaran Islam ke beberapa Wilayah
Di zaman Umar bin Khattab, gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan)
pertama terjadi; ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun
kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah
Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi
diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan 'Amr ibn 'Ash dan ke Irak di bawah
pimpinan Sa'ad ibn Abi Waqqash. Iskandariah/Alexandria, ibu kota Mesir,
ditaklukkan tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan
Islam. Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di Iraq, jatuh pada tahun 637 M.
Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain yang jatuh pada
tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Moshul dapat dikuasai. Dengan demikian, pada
masa kepemimpinan Umar ra, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah
Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir.
b.
Perang Yarmuk
Pada pertempuran Yarmuk terjadi di sebuah daerah dekat Damaskus. Pertempuran Yarmuk adalah perang antara Muslim Arab dan Kekaisaran Romawi Timur pada tahun 636. Pertempuran ini, oleh beberapa sejarawan, dipertimbangkan sebagai salah
satu pertempuran penting dalam sejarah dunia, karena dia menandakan gelombang
besar pertama penaklukan Muslim di luar Arab, dan cepat masuknya Islam ke Palestina, Suriah, dan Mesopotamia yang rakyatnya
menganut agama Kristen. Pertempuran ini merupakan salah satu kemenangan Khalid bin
Walid yang paling gemilang, dan memperkuat reputasinya
sebagai salah satu komandan militer dan kavaleri paling brilian di zaman
Pertengahan.
Pertempuran ini terjadi empat tahun setelah Rasulullah SAW., wafat.
dilanjutkan oleh khalifah pertama, Abu Bakar, yang mencoba membawa
seluruh bangsa yang bertutur bahasa Arab di bawah kendali Muslim. Pada 633 pasukan Muslim
menyerang Suriah, dan setelah berbagai penghadangan dan pertempuran kecil
berhasil merebut Damaskus pada 635. Kaisar Romawi Timur Heraclius mengatur sebuah pasukan sekitar 40.000 orang setelah mengetahui lepasnya
Damaskus dan Emesa. Pergerakan pasukan Romawi Timur yang besar ini, menyebabkan Muslim di
bawah Khalid ibn Walid meninggalkan kota-kota, dan mundur ke selatan menuju Sungai Yarmuk, sebuah
penyumbang Sungai Yordan.
Sebagian pasukan Romawi Timur di bawah Theodore Sacellarius dikalahkan di
luar Emesa. Muslim di bawah Khalid ibn Walid bertemu komandan Romawi Timur
lainnya, Baänes di lembah Sungai Yarmuk pada akhir Juli. Baänes hanya memiliki infantri untuk melawan kavaleri ringan Arab, karena Theodor telah mengambil kebanyakan kavaleri
bersamanya. Setelah sebulan pertempuran kecil-kecilan, tanpa aksi yang
menentukan, kedua pasukan akhirnya berkonfrontasi pada 20 Agustus.
Menurut sumber Muslim, datanglah pertolongan Allah SWT., kepada tentara
Islam dengan berhembusnya angin selatan yang kuat meniup awan debu ke muka
orang Kristen, kejadian ini sama persis seperti yang terjadi pada pasukan
persia dalam pertempuran Qadisiyyah. Prajurit menjadi lesu di bawah panas matahari Agustus. Meskipun begitu
Khalid terdorong mundur, namun meskipun jumlah pasukannya hanya setengah
prajurit Romawi Timur, mereka lebih bersatu dari pada pasukan multinasional
Tentara Kekaisaran yang terdiri dari orang Armenia, Slavia, Ghassanid dan juga pasukan Romawi Timur biasa.
Menurut beberapa sumber, Muslim berhasil memengaruhi unsur-unsur di pasukan
Romawi Timur untuk beralih sisi, tugas ini dipermudah oleh kenyataan bahwa
Kristen Arab, Ghassanid, belum dibayar selama beberap bulan dan yang Kristen Monophysitenya ditekan oleh Ortodoks Romawi Timur. Sekitar 12.000 Arag Ghassanid membelot. Kemajuan pasukan
Kristen di sisi kanan, menuju kamp berisi wanita Arab dan keluarganya, akhirnya
diusir dengan bantuan dari beberapa wanita Arab. Dan memperbaharui
serangan-balik. Kebanyakan prajurit Bannes dikepung dan dibantai, atau digiring
menuju kematiannya di sebuah jurang terjal. Sebagai hasilnya, seluruh Suriah terbuka bagi Muslim Arab. Damaskus direbut kembali oleh Muslim dalam waktu
sebulan, dan Yerusalem jatuh tidak lama
kemudian.
c.
Pertempuran Qadissiyah
Pasukan Islam lainnya dalam jumlah kecil mendapatkan kemenangan atas
pasukan Persia dalam jumlah yang lebih besar pada pertempuran Qadisiyyah (636 M), di dekat sungai Eufrat. Pada pertempuran itu, jenderal pasukan Islam yakni Sa`ad bin Abi Waqqas mengalahkan pasukan Sassanid dan berhasil membunuh jenderal Persia yang
terkenal, Rustam Farrukhzad.
Pasukan Muslim mengirim delegasi ke kamp pasukan Persia dengan mengajak
mereka memeluk Islam atau tetap dalam keyakinan mereka tetapi dengan membayar
pajak atau jizyah. Setelah tidak dicapai kesepakatan diatas, pecahlah pertempuran. Sa'ad
sendiri tidak bisa memimpin langsung pasukannya dikarenakan sakit bisul yang
parah. Tetapi dia tetap memonitor jalannya pertempuran bersama deputinya Khalid
bin Urtufah.
Hari pertama pertempuran berakhir dengan kemenangan di pihak Persia dan
hampir saja pasukan Muslim akan menemui kekalahan dengan tidak imbangnya jumlah
pasukannya dengan pasukan Persia yang lebih besar. Pasukan Persia menggunakan
gajah untuk memporak-porandakan barisan Muslim dan ini sempat membuat kacau
kavaleri Muslim dan kebingungan di antara mereka bagaimana cara untuk
mengalahkan gajah-gajah tersebut. Keadaan seperti ini berlangsung sampai dengan
berakhirnya hari kedua pertempuran.
Memasuki hari ketiga, datanglah bala bantuan Muslim dari Syria (setelah memenangkan pertempuran Yarmuk). Mereka menggunakan taktik yang cerdik untuk menakut-nakuti gajah Persia
yaitu dengan memberi kostum pada kuda-kuda perang. Taktik ini menuai sukses
sehingga gajah-gajah Persia ketakutan, akhirnya mereka bisa membunuh pemimpin
pasukan gajah ini dan sisanya melarikan diri kebelakang menabrak dan membunuh
pasukan mereka sendiri. Pasukan Muslim terus menyerang sampai dengan malam
hari.
Pada saat fajar hari keempat, datanglah pertolongan Allah SWT. dengan terjadinya badai pasir yang mengarah dan menerpa pasukan
Persia sehingga dengan cepat membuat lemah barisan mereka. Kesempatan emas ini
dengan segera dimanfaatkan pihak Muslim, menggempur bagian tengah barisan
Persia dengan menghujamkan ratusan anak panah. Setelah jebolnya barisan tengah
pasukan Persia, panglima perang mereka Rustam terlihat melarikan diri dengan
menceburkan diri dan berenang menyeberangi sungai, tetapi hal ini diketahui
oleh pasukan Muslim yang dengan segera menawan dan memenggal kepalanya.
Pasukan Muslim yang berhasil memenggal kepalanya adalah Hilal bin Ullafah.
Setelah itu dia berteriak kepada pasukan Persia dengan mengangkat kepala
Rustam : "Demi penjaga Ka'bah! Aku Hilal bin Ullafah telah
membunuh Rustam!". Melihat kepala panglima perangnya ditangan pasukan
Muslim, pasukan Persia menjadi hancur semangatnya dan kalang kabut melarikan
diri dari pertempuran. Sebagian besar pasukan Persia ini berhasil dibunuh dan
hanya sebagian kecil saja yang mau memeluk agama Islam. Dari Pertempuran ini,
pasukan Muslim memperoleh ghanimah atau rampasan perang yang sangat banyak, termasuk perhiasan kekaisaran
persia.
Setelah pertempuran ini, pasukan Muslim terus mendesak masuk dengan cepat
sampai dengan ibukota Persia, Ctesiphon atau Mada'in. setelah itu mereka
melanjutkan ke arah timur dan mematahkan dua kali serangan balasan dari pasukan
Persia yang pada akhirnya berhasil menghancurkan kekaisaran Persia dan
menjadikannya daerah Muslim sampai saat ini
d.
Pembebasan Baitul Makdis
Pada tahun 637, setelah pengepungan yang lama terhadap Yerusalem, pasukan
Islam akhirnya mengambil alih kota tersebut. Umar diberikan kunci untuk
memasuki kota oleh pendeta Sophronius dan diundang untuk shalat di dalam gereja (Church of the Holy Sepulchre). Umar memilih untuk salat ditempat
lain agar tidak membahayakan gereja tersebut. 55 tahun kemudian, Masjid Umar
didirikan ditempat ia shalat.
e.
Reformasi Birokrasi
1)
Reformasi Sistem Administrasi
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar ra segera mengatur
administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang
terutama di Persia. Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah
propinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir.
Umar melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari
dekat kebijakan publik, termasuk membangun sistem administratif untuk daerah
yang baru ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638, ia memerintahkan untuk
memperluas dan merenovasi Masjidil
Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Medinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam.
2)
Reformasi Lembaga Negara
Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan. Pada masanya mulai
diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan
didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif.
Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk. Demikian
pula jawatan pekerjaan umum. Umar juga mendirikan Baitul Mal dan
membentuk mata uang.
3)
Menentukan Sistem Kalender Islam
Pada tahun 638 M (17 H), khalifah Umar bin Khatab menetapkan awal patokan penanggalan Islam adalah tahun dimana hijrahnya
Rasulullah SAW., dari Mekkah ke Madinah. Penentuan awal patokan ini dilakukan
setelah menghilangkan seluruh bulan-bulan tambahan (interkalasi) dalam
periode 9 tahun. Tanggal 1 Muharam Tahun 1 Hijriah bertepatan dengan tanggal 16 Juli 622, dan tanggal ini bukan berarti tanggal hijrahnya Rasulullah SAW. Peristiwa
hijrahnya Nabi Muhammad terjadi bulan September 622 M.
Penentuan dimulainya sebuah hari/tanggal pada Kalender Hijriyah berbeda
dengan pada Kalender Masehi. Pada sistem Kalender Masehi, sebuah hari/tanggal
dimulai pada pukul 00.00 waktu setempat. Namun pada sistem Kalender Hijriah,
sebuah hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya matahari di tempat tersebut.
Kalender Hijriyah dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan kalender
lunar (Qomariyah), memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari
dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari). Hal inilah
yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11 hari
dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi.
Faktanya, siklus sinodik bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan
dalam Kalender Hijriah bergantung pada posisi bulan, bumi dan matahari. Usia
bulan yang mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru di titik apooge, yaitu jarak terjauh antara bulan dan bumi, dan pada saat yang bersamaan,
bumi berada pada jarak terdekatnya dengan matahari (perihelion). Sementara itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat
terjadinya bulan baru di perige (jarak terdekat bulan dengan bumi) dengan bumi berada di titik terjauhnya
dari matahari (aphelion). dari sini terlihat bahwa usia bulan tidak
tetap melainkan berubah-ubah (29 - 30 hari) sesuai dengan kedudukan ketiga
benda langit tersebut (Bulan, Bumi dan Matahari).
Penentuan awal bulan (new moon) ditandai dengan munculnya penampakan
(visibilitas) Bulan Sabit pertama kali (hilal) setelah bulan baru
(konjungsi atau ijtimak). Pada fase ini, Bulan terbenam sesaat setelah
terbenamnya Matahari, sehingga posisi hilal berada di ufuk barat. Jika hilal
tidak dapat terlihat pada hari ke-29, maka jumlah hari pada bulan tersebut
dibulatkan menjadi 30 hari. Tidak ada aturan khusus bulan-bulan mana saja yang
memiliki 29 hari, dan mana yang memiliki 30 hari. Semuanya tergantung pada
penampakan hilal.
4.
Wafat
Beliau pun menunaikan tugas khalifah dengan baik hingga akhirnya mati
syahid terbunuh pada bulan Dzulhijjah tahun 23 hijriyah dengan usia 63 tahun.
Kekhalifahan beliau berlangsung selama 10 tahun, 6 bulan lebih 3 hari. Semenjak
tanggal 23 Jumadil Akhir 13 hijriyah hingga 26 Dzulhijjah tahun 23 hijriyah
demikian dikatakan dalam kitab Al Is’aad fi Syarhi Lum’atil I’tiqad, dan
Syarah Lum’ah.
Masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang majusi,
budak dari Persia bernama Abu Lu'lu'ah. Untuk menentukan penggantinya, Umar
Radhiallahu ‘anhu tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar Radhiallahu
‘anhu. Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih
salah seorang di antaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Usman,
Ali, Thalhah, Zubair, Sa'ad ibn Abi Waqqash, Abdurrahman ibn 'Auf. Setelah Umar
ra wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Utsman Bin Affan sebagai
khalifah, melalui proses yang agak ketat bersaing dengan Ali ibn Abi Thalib ra.
Semasa masih hidup Umar bin Khattab meninggalkan wasiat yaitu:
a. Jika engkau menemukan
cela pada seseorang dan engkau hendak mencacinya, maka cacilah dirimu. Karena
celamu lebih banyak darinya.
b. Bila engkau hendak
memusuhi seseorang, maka musuhilah perutmu dahulu. Karena tidak ada musuh yang
lebih berbahaya terhadapmu selain perut.
c. Bila engkau hendak
memuji seseorang, pujilah Allah. Karena tiada seorang manusia pun lebih banyak
dalam memberi kepadamu dan lebih santun lembut kepadamu selain Allah.
d. Jika engkau ingin
meninggalkan sesuatu, maka tinggalkanlah kesenangan dunia. Sebab apabila engkau
meninggalkannya, berarti engkau terpuji.
e. Bila engkau
bersiap-siap untuk sesuatu, maka bersiplah untuk mati. Karena jika engkau tidak
bersiap untuk mati, engkau akan menderita, rugi ,dan penuh penyesalan.
f. Bila engkau ingin
menuntut sesuatu, maka tuntutlah akhirat. Karena engkau tidak akan
memperolehnya kecuali dengan mencarinya
III.Khalifah Usman Bin
Affan
1.
Biografi
Usman bin Affan lahir pada 574 M golongan Bani Umayyah. Nama beliau ra. adalah ’Utsman bin ’Affan bin al-’Ash bin Umayyah bin
Abdus Syams bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay
bin Ghalib, al-Quraisyi al-Umawi al-Makki. Nama ibunya adalah Arwa binti Kuriz
bin Rabiah.
Usman bin Affan berasal dari suku Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf.
Adalah sahabat Nabi Rasulullah SAW., yang termasuk Khulafaur Rasyidin yang ke-3. Utsman adalah seorang yang saudagar yang kaya tetapi sangatlah
dermawan. Ia juga berjasa dalam hal membukukan Al Quran. Utsman bin Affan adalah khalifah ketiga yang memerintah dari tahun 644 (umur 69–70
tahun) hingga 656 (selama 11–12 tahun). Selain itu sahabat Nabi yang satu ini memiliki sifat
yang sangat pemalu dikenal sebagai pedagang kaya raya dan ekonom yang handal
namun sangat dermawan. Banyak bantuan ekonomi yang diberikannya kepada umat
Islam di awal dakwah Islam.
Utsman bin Affan menikah dengan
Ruqayyah puteri Rasulullah SAW., yang meninggal saat sebelum Perang Badar
terjadi, sehingga ’Utsman bin Affan tidak ikut perang Badar ini karena merawat
Ruqayyah (namun ’Utsman ra. tetap mendapat pahala Perang Badar). Kemudian
Rasulullah SAW., menikahkan puteri beliau yang lain yakni Ummu Kultsum, dari
peristiwa ini sehingga ’Utsman bin Affan mendapat gelar Dzunnurain yang
berarti yang memiliki dua cahaya.
Utsman bin Affan masuk Islam atas ajakan Abu Bakar dan termasuk golongan As Sabiqun Awwalun (golongan yang pertama-tama masuk Islam). Rasulullah SAW., sendiri
menggambarkan Utsman bin Affan sebagai pribadi yang paling jujur dan rendah
hati di antara kaum Muslimin.
Pada saat seruan hijrah pertama oleh Rasulullah SAW., ke Habbasyiah karena
meningkatnya tekanan kaum Quraisy terhadap umat Islam, Utsman bin Affan bersama
istri dan kaum Muslimin lainnya memenuhi seruan tersebut dan hijrah ke Habasyiah hingga tekanan dari kaum Quraisy reda. Tak lama tinggal di Mekkah, Utsman bin Affan mengikuti Rasulullah SAW., untuk hijrah ke Madinah. Pada
peristiwa Hudaibiyah, Utsman dikirim untuk menemui Abu Sofyan di Mekkah. Utsman bin Affan diperintahkan Nabi untuk menegaskan bahwa rombongan dari
Madinah hanya akan beribadah di Ka'bah, lalu segera kembali ke Madinah, bukan untuk memerangi penduduk Mekkah.
Pada saat Perang Dzatirriqa dan Perang Ghatfahan berkecamuk, dimana Rasulullah SAW., memimpin perang, Utsman bin Affan
dipercaya menjabat walikota Madinah. Saat Perang Tabuk, Utsman mendermakan 1000 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah 1000 dirham
sumbangan pribadi untuk perang Tabuk, nilainya sama dengan sepertiga biaya
perang tersebut. Utsman bin Affan juga menunjukkan kedermawanannya tatkala
membeli mata air yang bernama Rummah dari seorang lelaki suku Ghifar seharga 35.000 dirham. Mata air itu ia
wakafkan untuk kepentingan rakyat umum. Pada masa pemerintahan
Abu Bakar, Utsman bin Affan juga pernah memberikan gandum yang diangkut dengan 1000
unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim kering.
2.
Menjadi Khalifah
Setelah wafatnya Umar bin
Khattab sebagai khalifah kedua, diadakanlah musyawarah untuk
memilik khalifah selanjutnya. Ada enam orang kandidat khalifah yang diusulkan
yaitu Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdul Rahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin
Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Selanjutnya Abdul Rahman
bin Auff, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah
mengundurkan diri hingga hanya Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib yang
tertinggal. Suara masyarakat pada saat itu cenderung memilih Utsman bin Affan
menjadi khalifah ketiga. Maka diangkatlah Utsman yang berumur 70 tahun menjadi
khalifah ketiga dan yang tertua, serta yang pertama dipilih dari beberapa
calon. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram 24 H. Utsman menjadi khalifah
di saat pemerintah Islam telah betul-betul mapan dan terstruktur. Jadi, Usman
Bin Affan menjabat sebagai khalifah berdasarkan kesepakatan ahlu syura.
Selama masa jabatannya, Utsman bin Affan banyak mengganti gubernur wilayah
yang tidak cocok atau kurang cakap dan menggantikaannya dengan orang-orang yang
lebih kredibel. Namun hal ini banyak membuat sakit hati pejabat yang diturunkan
sehingga mereka bersekongkol untuk membunuh khalifah. Usman bin Affan
mengangkat para kerabatnya dari bani Umaiyyah menduduki berbagai jabatan.
Kebijakan ini mengakibatkan dipecatnya sejumlah sahabat dari berbagai jabatan
mereka dan digantikan oleh orang yang diutamakan dari kerabatnya.
Di tahun 25 Hijriah, Usman bin Affan memecat Sa'ad bin Abi
Waqqash dari jabatan gubernur Kufah dan sebagai gantinya diangkatlah Walid bin
Uqbah bin Abi Mu'ith (seorang shahabat dan saudara seibu dengan Usman bin
Affan). Inilah sebab pertama dituduhnya Usman bin Affan melakukan
nepotisme.
Kebijakan ini mengakibatkan rasa tidak senang banyak orang
terhadap Usman bin Affan. Hal inilah yang dijadikan pemicu dan sandaran
oleh orang Yahudi yaitu Abdullah bin Saba' dan teman-temannya untuk
membangkitkan fitnah.
Ibnu Katsir meriwayatkan bahwa penduduk Kufah umumnya melakukan
pemberontakan dan konspirasi terhadap Sa'id ibnul Ash, pemimpin Kufah. Mereka
kemudian mengirim utusan kepada Usman bin Affan guna menggugat
kebijakannya dan alasan pemecatan sejumlah orang dari bani Umayyah. Dalam
pertemuan ini, utusan tersebut berbicara kepada Usman bin
Affan dengan bahasa yang kasar sekali sehingga membuat dadanya sesak.
Beliau lalu memanggil semua pimpinan pasukan untuk dimintai pendapatnya.
Akhirnya, berkumpullah di hadapannya, Mu'awiyah bin Abu Sufyan (pemimpin
negeri Syam), Amr ibnul Ash (pemimpin negeri Mesir), Abduliah bin Sa'ad
bin Abi Sarh (pemimpin negeri Maghrib), Sa'id ibnul Ash
(pemimpin negeri Kufah), dan Abdullah bin Amir (pemimpin negeri
Bashrah). Kepada mereka, Usman bin Affan meminta pandangan mengenai
peristiwa yang terjadi dan perpecahan yang muncul, masing-masing dari mereka
kemudian mengemukakan pendapat dan pandangannya. Setelah mendengar berbagai
pandangan dan mendiskusikannya, akhirnya Usman bin Affan memutuskan
untuk tidak melakukan penggantian para gubernur dan pembantunya.
3.
Prestasi Besar
a.
Pembebasan dan Perluasan Wilayah
Pada periode ini, seluruh Khurasan berhasil ditaklukkan. Demikian pula
Afrika sampai Andalusia. Negeri-negeri Khurasan ditaklukkan pada tahun ke-30
Hijriah sehingga banyak terkumpul kharaj (infaq penghasilan) dan harta dari
berbagai penjuru. Allah memberikan karunia yang melimpah dari semua negeri
kepada kaum Muslimin.
Pada tahun 32 Hijriah, Abbas bin Abdul Muththalib, Abdurrahman bin Auf, Abdullah bin Mas'ud, dan Abu Darda' wafat. Orang -orang yang pernah
menjabat sebagai hakim negeri Syam sampai saat itu ialah Mu'awiyah, Abu Dzarr
bin Jundab bin Junadah al-Ghiffari, dan Zaid bin Abdullah. Pada tahun ke-33
Hijriah, Abdullah bin Mas'ud bin Abi Sarh menyerbu Habasyah.
b.
Pembukuan (kodifikasi) Al Quran
Jasanya yang paling besar adalah saat mengeluarkan kebijakan untuk
mengumpulkan Al Quran dalam satu mushaf.
Pada masa pemerintahan
Usman bin Affan terjadi perluasan wilayah Islam di luar Jazirah arab
sehingga menyebabkan umat Islam bukan hanya terdiri dari bangsa arab saja ('Ajamy).
Kondisi ini tentunya memiliki dampak positif dan negatif. Salah satu dampaknya
adalah ketika mereka membaca Al Quran, karena bahasa asli mereka bukan bahasa
arab. Fenomena ini di tangkap dan ditanggapi secara cerdas oleh salah seorang
sahabat yang juga sebagai panglima perang pasukan Muslim yang bernama Hudzaifah
bin Al Yaman.
Imam Bukhari
meriwayatkan dari Anas r.a. bahwa suatu saat Hudzaifah yang pada waktu itu
memimpin pasukan Muslim untuk wilayah Syam (sekarang syiria) mendapat misi
untuk menaklukkan Armenia, Azerbaijan dan Irak menghadap Utsman bin Affan dan
menyampaikan kepadanya atas realitas yang terjadi dimana terdapat perbedaan
bacaan Al Quran yang mengarah kepada perselisihan. Ia berkata : "wahai
usman, cobalah lihat rakyatmu, mereka berselisih gara-gara bacaan Al Quran,
jangan sampai mereka terus menerus berselisih sehingga menyerupai kaum yahudi
dan nasrani ".
Lalu Utsman bin Affan
meminta Hafsah meminjamkan Mushaf yang di pegangnya untuk disalin oleh panitia
yang telah dibentuk oleh Utsman bin Affan yang anggotanya terdiri dari para
sahabat diantaranya Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa'id bin al'Ash,
Abdurrahman bin Al Haris dan lain-lain.
Kodifikasi dan
penyalinan kembali Mushaf Al Quran ini terjadi pada tahun 25 H, Utsman bin
Affan berpesan apabila terjadi perbedaan dalam pelafalan agar mengacu pada
Logat bahasa suku Quraisy karena Al Quran diturunkan dengan gaya bahasa mereka.
Setelah panitia selesai menyalin mushaf, mushaf Abu bakar dikembalikan lagi
kepada Hafsah. Selanjutnya Utsman bin Affan memerintahkan untuk membakar setiap
naskah-naskah dan manuskrip Al Quran selain Mushaf hasil salinannya yang
berjumlah 6 Mushaf.
Mushaf hasil salinan
tersebut dikirimkan ke kota-kota besar yaitu Kufah, Basrah, Mesir, Syam dan
Yaman. Usman menyimpan satu mushaf untuk ia simpan di Madinah yang belakangan
dikenal sebagai Mushaf Al Imam. Tindakan Utsman bin Affan untuk menyalin dan
menyatukan Mushaf berhasil meredam perselisihan dikalangan umat Islam sehingga
ia manual pujian dari umat Islam baik dari dulu sampai sekarang sebagaimana
khalifah pendahulunya Abu bakar yang telah berjasa mengumpulkan Al Quran.
Adapun Tulisan yang dipakai oleh panitia yang dibentuk Usman untuk menyalin
Mushaf adalah berpegang pada Rasm Al Anbath tanpa harakat atau Syakl (tanda baca)
dan Nuqath (titik sebagai pembeda huruf).
c.
Perluasan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi
Usman Bin Affan adalah khalifah kali pertama yang melakukan perluasan
masjid al-Haram (Mekkah) dan masjid Nabawi (Madinah) karena semakin ramai umat
Islam yang menjalankan ibadah Haji.
Pada tahun 26 Hijriah, Usman bin Affan melakukan perluasan
Masjidil Haram dengan membeli sejumlah tempat dari para pemiliknya lalu
disatukan dengan masjid. Tahun 29 Hijriah, negeri-negeri lain berhasil
ditaklukkan. Pada tahun ini, Usman bin Affan memperluas masjid Madinah dan membangunnya dengan batu-batu berukir. Ia membuat tiangnya dari
batu dan atapnya dari kayu
d.
Pembentukan Angkatan Laut
Ide atau gagasan untuk membuat sebuah armada laut Islam sebenarnya telah
ada sejak masa kekhalifahan Umar Ibn khattab namun beliau menolaknya lantaran
khawatir akan membebani kaum Muslimin pada saat itu. Setelah kekhalifahan
berpindah tangan pada Utsman bin Affan maka gagasan itu diangkat kembali
kepermukaan dan berhasil menjadi kesepakatan bahwa kaum Muslimin memang harus
ada yang mengarungi lautan meskipn sang khalifah mengajukan syarat untuk tidak
memaksa seorangpun kecuali dengan sukarela. Berkat armada laut ini wilayah
Islam bertambah luas setelah menaklukkan pulau Cyprus meski harus melewati
peperangan yang melelahkan.
Usman Bin Affan juga mencetuskan ide polisi keamanan bagi rakyatnya;
membuat bangunan khusus untuk mahkamah dan mengadili perkara yang sebelumnya
dilakukan di masjid; membangun pertanian, menaklukan Syiria, Afrika Utara,
Persia, Khurasan, Palestina, Siprus, Rodhes, dan juga membentuk angkatan laut
yang kuat.
4.
Sebab Timbulnya Pemberontakan
Sebagai diketahui, Utsman berasal dari Bani Umaiyah. Suatu keluarga yang
besar. Banyak anggota keluarga ini yang mempunyai kedudukan tinggi dalam
kehidupan bangsa Arab sebelum dan sesudah Islam. Utsman adalah seorang yang
kaya raya lagi pemurah dan berkehidupan makmur. Kekayaannya cukup untuk
memenuhi kebutuhan sendiri dan ada pula yang daapt diberikannya kepada fakir
miskin.
Kekayaan pribadinya habis digunakannya untuk keperluan derma dan fi
sabilillah. Perasaan suka memberi tiada memberi yang tiada batas ini masih bersemi
didalam jiwanya. Ketika inilah beliau mendapat kecaman dalam mempergunakan uang
Baitulmal. Harta baitulmal itu dipakai untuk pribadinya dan ada pula yang
diberikannya untuk kaum kerabatnya. Seakan-akan beliau tidak sadar bahwa harta
Baitulmal itu adalah kepunyaan kaum Muslimin.
Keadaan yang buruk ini tidak hendak dibiarkan demikian saja. Negara yang
lemah terhuyung-huyung itu tidaklah dibiarkan jatuh terjerembab. Dan
menyingsinglah fajar tahun yang ketujuh dari pemerintah Utsman , maka
bangkitlah para sahabat terkemuka untuk memberi nasihat kepada khalifah yang
telah tua itu, supaya beristirahat atau mengundurkan diri. Tetapi Utsman bin
Affan salah terima dan menjawab. “Kenapa Aku akan menanggalkan pakaian yang
telah dipakaikan kepada Tuhan-Ku”. Akibat hal ini, kebencian rakyat tak
dapat dihentikan lagi. Meletus dari simpanan hati mereka, mengakibatkan menjadi
kegentingan dan pemberontakan-pemberontakan. Banyak kaum Muslimin yang telah
meninggalkan Utsman bin Affan. Hilanglah kawan-kawannya dan orang-orang yang
tempat ia menumpahkan kepercayaan, kecuali kaum kerabatnya.
Akhirnya mencetuslah pemberontakan di kufah, Basrah dan Mesir. Segala
perasaan yang tersimpan didalam hati, mereka keluarkan dan mreka
teriak-teriakkan. Beberapa orang pembesar yang berdiri dibelakang pemberontak
ikut mengecam tindakan Utsman. Tampillah Abdullah Ibn Saba’ seorang yang
mengaku Islam dari orang Yahudi. Ia dapat merangkul dari beberapa sahabat.
Pikiran dan sahabat-sahabat besar itu dapat dipergunakan untuk memperkuat hujatannya.
Para sahabat tersebut antara lain ialah Abu Zar Al Ghifari, Ammar Ibn Yasir dan
Abdullah Ibn Mas’ud
Sesungguhnya pemberontakan yang dilakukan oleh Abdullah Ibn Saba’ itu bukan
dengan maksud untuk memperbaiki keadaan yang telah buruk dan rusak. Sebagai
seorang Yahudi dia memasuki agama Islam tidak dengan jujur dan sepenuh hati. Ia
tidak mengingini adanya kebaikan-kebaikan dalam Islam dan kaum Muslimin. Sudah
lama ia mencari kesempatan hendak mengadakan hura-hura. Sekaang kesempatan itu
terbuka dan telah ditangannya pula akan dipergunakan sebaik-baiknya.
Sesungguhnya setiap orang dapat berbuat salah dan khilaf. Karena kedua sifat
itu tidak dapat dihindari, sudah menjadi setiap orang. Kesalahan
dan kekhilafan itu pasti akan dapat diperbaiki. Bila mana ada kemauan dan
maksud baik untuk itu. Tetapi Abdullah Ibn Saba’ tidaklah bermaksud untuk
memperbaikinya. Hatinya gembira menemui kesalaha-kesalahan Utsman bin Affan.
Kesempatan yang dipergunaakn Abdullah Ibn Saba’ ini berhasil. Pertama-tama
dihidupkannya suatu aliran dan dipropagandakan sehingga banyak mendapat
pengikut terutama kepada pencinta Ali Bin Abi Thalib yang selama ini ditekan
oleh keluarga Umaiyah. Aliran yangdipropaganda itu, ialah aliran yang
terkenal dalam sejarah dengan sebutan “Mazhab Wishayah”. Dinyatakan
bahwa ada wasiat dari Rasulullah SAW., untuk menjadikan Ali bin Abi Thalib
sebagai khalifah sesudah beliau wafat. Sebab sudah biasanya Nabi mengadakan
wasiat serupa itu menentukan khalifah dibelakangnya.
Abdullah bin Saba’ bekerja membangkitkan keraguan dan dikumpulkannya
pengikutnya, begitu juga orang yang membenci utsman. Kemudian orang yang
memberontak itu menyerbu Madinah. Hanya beberapa orang pemuda Islam yang tampil
mempertaruhkan dirinya, berdiri dimuka pintu Utsman bin Affan untuk
melindungi dan membela beliau, tetapi pemuda itu tiada berdaya menghalang
pemberontak. Pemberontak menerobos masuk dengan memanjat rumah Khalifah dan
menyerang beliau yang sedang membaca al-Qur’an, lalu mereka bunuh. Istri beliau
yang berusaha menghambat serangan kaum pemberontak tak luput pula menerima
akibat jari tangannya putus akibat terkena pukulan kaum pemberontak.
5.
Wafat
Khalifah Utsman kemudian dikepung oleh pemberontak selama 40 hari dimulai
dari bulan Ramadhan hingga Dzulhijah. Beliau diberi 2 ulimatum oleh
pemberontak, yaitu mengundurkan diri atau dibunuh. Meski Utsman mempunyai
kekuatan untuk menyingkirkan pemberontak, namun ia berprinsip untuk tidak
menumpahkan darah umat Islam. Utsman akhirnya wafat sebagai syahid pada bulan
Dzulhijah 35 H ketika para pemberontak berhasil memasuki rumahnya dan membunuh
Utsman saat sedang membaca Al-Quran. Persis seperti apa yang disampaikan
Rasullullah SAW perihal kematian Utsman yang syahid nantinya. peristiwa
pembunuhan usman berawal dari pengepungan rumah usman oleh para pemberontak
selama 40 hari.usman wafat pada hari Jumat 18 Dzulhijjah 35 H. ia dimakamkan di kuburan Baqi di Madinah.
IV. Khalifah Ali Bin Abi Thalib
1.
Biografi
Ali bin Abi Thalib adalah salah seorang pemeluk Islam pertama dan juga keluarga dari Nabi Muhammad. Ali bin Abi Thalib adalah sepupu sekaligus menantu dari Rasulullah SAW.,
setelah menikah dengan Fatimah Az
Zahra.
Ali bin Abi Thalib dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali bin Abi Thalib dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya keNabian Muhammad,
diperkirakan tahun 599 Masehi atau 600. Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali bin Abi Thalib dilahirkan di dalam Ka'bah. Usia Ali bin Abi Thalib terhadap Rasulullah SAW., masih diperselisihkan hingga
kini, sebagian riwayat menyebut berbeda 25 tahun, ada yang berbeda 27 tahun,
ada yang 30 tahun bahkan 32 tahun
Beliau bernama asli Haydar bin Abu Thalib, paman Rasulullah SAW., Haydar yang berarti Singa adalah
harapan keluarga Abu Thalib untuk mempunyai
penerus yang dapat menjadi tokoh pemberani dan disegani di antara kalangan Quraisy Mekkah. Setelah mengetahui sepupu yang baru lahir diberi nama Haydar, Nabi
SAW memanggil dengan Ali bin Abi Thalib yang berarti tinggi (derajat di sisi Allah).
Ali bin Abi Thalib dilahirkan dari ibu yang bernama Fatimah binti Asad, dimana Asad merupakan anak dari Hasyim, sehingga menjadikan Ali bin Abi Thalib, merupakan keturunan Hasyim dari sisi bapak dan ibu. Kelahiran Ali bin Abi Thalib banyak memberi
hiburan bagi Rasulullah SAW., karena beliau tidak punya anak laki-laki. Uzur
dan faqir nya keluarga Abu Thalib memberi kesempatan
bagi Rasulullah SAW., bersama istri beliau Khadijah untuk mengasuh Ali bin Abi Thalib dan menjadikannya putra angkat. Hal ini sekaligus untuk
membalas jasa kepada Abu Thalib yang telah mengasuh
Rasulullah SAW., sejak beliau kecil hingga dewasa, sehingga sedari kecil Ali
sudah bersama dengan Muhammad. Ketika Rasulullah SAW., menerima wahyu, riwayat-riwayat lama seperti Ibnu Ishaq menjelaskan Ali bin Abi Thalib adalah lelaki pertama yang mempercayai
wahyu tersebut atau orang kedua yang percaya setelah Khadijah.
Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali bin Abi Thalib banyak belajar
langsung dari Rasulullah SAW., karena sebagai anak asuh, berkesempatan selalu
dekat dengan Rasulullah SAW., hal ini berkelanjutan hingga beliau menjadi
menantu. Hal inilah yang menjadi bukti bagi sebagian kaum Sufi bahwa ada
pelajaran-pelajaran tertentu masalah ruhani atau yang kemudian dikenal dengan
istilah Tasawuf yang diajarkan Rasulullah SAW., khusus kepada beliau tapi tidak kepada
sahabat-sahabat yang lain.
Didikan langsung dari Nabi kepada Ali bin Abi Thalib dalam semua aspek ilmu Islam baik aspek zhahir (exterior)
atau syariah dan bathin (interior) atau taSAWuf menggembleng Ali bin Abi Thalib menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas, berani dan bijak.
Ali bin Abi Thalib bersedia tidur di kamar Rasulullah SAW., untuk mengelabui
orang-orang Quraisy yang akan menggagalkan hijrah Rasulullah SAW.,. Beliau tidur menampakkan
kesan Rasulullah SAW., yang tidur sehingga masuk waktu menjelang pagi mereka
mengetahui Ali bin Abi Thalib yang tidur, sudah tertinggal satu malam perjalanan oleh
Rasulullah SAW., yang telah meloloskan diri ke Madinah bersama Abu Bakar.
Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali bin Abi Thalib dinikahkan dengan putri kesayangannya Fatimah Az
Zahra yang banyak dinanti para pemuda. Nabi menimbang Ali
bin Abi Thalib yang paling tepat dalam banyak hal seperti Nasab keluarga yang
se-rumpun (Bani Hasyim), yang paling dulu
mempercayai keNabian Muhammad (setelah Khadijah).
Ketika Rasulullah SAW., mencari Ali bin Abi Thalib menantunya, ternyata Ali bin Abi Thalib sedang tidur. Bagian atas pakaiannya tersingkap dan debu
mengotori punggungnya. Melihat itu Rasulullah SAW., pun lalu duduk dan
membersihkan punggung Ali bin Abi Thalib sambil berkata, "Duduklah wahai Abu Turab, duduklah."
Turab yang berarti debu atau tanah dalam bahasa Arab. Julukan tersebut
adalah julukan yang paling disukai oleh Ali bin Abi Thalib.
Sampai disini hampir semua pihak sepakat tentang riwayat Ali bin Abi
Thalib, perbedaan pendapat mulai tampak ketika Rasulullah SAW., wafat. Syi'ah berpendapat sudah ada wasiat (berdasar riwayat Ghadir Khum) bahwa Ali bin Abi Thalib harus menjadi Khalifah bila Rasulullah SAW.,
wafat. Tetapi Sunni tidak sependapat, sehingga pada saat Ali bin Abi Thalib dan Fatimah masih berada dalam suasana duka orang-orang
Quraisy bersepakat untuk membaiat Abu Bakar.
Keturunan Ali bin Abi Thalib melalui Fatimah dikenal dengan Syarif
atau Sayyid, yang merupakan gelar kehormatan dalam Bahasa Arab, Syarif berarti bangSAWan dan Sayyed berarti tuan. Sebagai keturunan langsung dari Rasulullah SAW.,,
mereka dihormati oleh Sunni dan Syi'ah. Menurut riwayat, Ali bin Abi Thalib memiliki
36 orang anak yang terdiri dari 18 anak laki-laki dan 18 anak perempuan. Sampai
saat ini keturunan itu masih tersebar, dan dikenal dengan Alawiyin atau Alawiyah. Sampai saat ini keturunan Ali bin Abi Thalib kerap
digelari Sayyid.
2.
Menjadi Khalifah
Menurut Islam Sunni, ia adalah Khalifah terakhir dari Khulafaur Rasyidin. Sedangkan Syi'ah berpendapat bahwa ia adalah Imam sekaligus Khalifah pertama yang dipilih oleh Rasulullah Muhammad SAW. Uniknya meskipun Sunni tidak mengakui konsep Imamah mereka setuju memanggil Ali bin Abi Thalib dengan sebutan Imam, sehingga Ali menjadi satu-satunya Khalifah yang sekaligus juga Imam.
Peristiwa pembunuhan terhadap Khalifah Utsman bin Affan mengakibatkan
kegentingan di seluruh dunia Islam yang waktu itu sudah membentang sampai ke
Persia dan Afrika Utara. Pemberontak yang waktu itu menguasai Madinah tidak
mempunyai pilihan lain selain Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, waktu itu
Ali bin Abi Thalib berusaha menolak, tetapi Zubair bin Awwam dan Talhah
bin Ubaidillah memaksa beliau, sehingga akhirnya Ali menerima bai'at mereka.
Menjadikan Ali satu-satunya Khalifah yang dibaiat secara massal, karena
khalifah sebelumnya dipilih melalui cara yang berbeda-beda. Sebagai Khalifah
ke-4 yang memerintah selama sekitar 5 tahun.
Pemerintahan Khalifah Ali dapat dikatakan sebagai pemerintahan yang tidak
stabil karena adanya pemberontakan dari sekelompok kaum Muslimin sendiri.
Pemberontakan pertama datang dari Thalhah dan Zubair diikuti oleh Siti Aisyah
yang kemudian terjadi perang Jamal. Dikatakan demikian, karena Aisyah waktu itu
mengendai Unta. Pemberontakan yang kedua datang dari Mu’awiyah, yang menolak
meletakkan jabatan, bahkan menempatkan dirinya setingkat dengan khalifah
walaupun ia hanya sebagai gubernur syuriah, yang berakhir dengan perang
shiffin.
Pemberontakan pertama diawali oleh penarikan baiat oleh Thalhah dan Zubeir,
karena alasan bahwa Khalifah Ali bin Abi Thalib tidak memenuhi tuntutan
mereka untuk menghukum pembunuh Khalifah Utsman bin Affan.
Khalifah Ali bin Abi Thalib telah berusaha untuk menghindari pertumpahan darah dengan
mengajukan kompromi, tetapi beliau tidak berhasil sampai akhirnya terjadi
pertempuran antara Khalifah Ali bin Abi Thalib disatu pihak dengan Thalhah, Zubair dan Aisyah dipihak yang
lain. Perang ini terjadi pada tahun 36 H. Thalhah dan Zubeir terbunuh ketika
hendak melarikan diri dan Aisyah dikembalikan ke Medinah. Dan puluhan ribu
ummat Islam gugur pada peperangan ini. Setelah khalifah menyelesaikan
pemberontakan Thalhah dan Zubair, pusat kekuasaan Islam dipindahkan ke Kufah,
sehingga Medinah tidak lagi menjadi ibu kota kedaulatan Islam dan tidak ada
seorang khalifahpun setelahnya yang menjadikan Medinah sebagai pusat kekuasaan
Islam.
Peperangan antara ummat Islam terjadi lagi, yaitu antara khalifah Ali
bersama pasukannya dengan Mua’wiyah sebagai gubernur Syuriah bersama
pasukannya. Perang ini terjadi karena Khalifah Ali bin Abi Thalib merasa
perlu untuk menyelesaiakan pemberotakan Muawiyah yang menolak peletakan jabatan
dan secara terbuka menentang khalifah serta tidak mengakuinya. Peperangan ini
terjadi di kota Shiffin pada tahun 37 H yang hampir saja dimenangkan oleh
khalifah Ali bin Abi Thalib. Namun dengan kecerdikan Muawiyah yang dimotori oleh
panglima perangnya Amr bin Ash, mengacungkan Al Quran dengan tombaknya, yang
mempunyai arti, bahwa mereka mengajak berdamai dengan menggunakan Al Quran.
Khalifah Ali bin Abi Thalib tahu benar, bahwa hal tersebut adalah tipu muslihat, namun
karena didesak oleh pasukannya, khalifah menerima tawaran tersebut. Akhirnya
terjadi peristiwa tahkim yang secara politis khalifah Ali mengalami kekalahan,
karena Abu Musa al-Asy’ari sebagai wakil hhalifah menurunkan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah sementara Amru bin Ash tidak menurunkan
Mu’awiyah sebagai Gubernur Syuriah, bahkan menjadikan kedudukannya setingkat
Khalifah.
Peristiwa tahkim tersebut menyebabkan sebagian pengikut Ali bin Abi Thalib tidak setuju, dan mereka keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib, kemudian mereka menjadikan Nahrawan sebagai markasnya serta
terus menerus merongrong pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Golongan yang keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib tersebut biasa disebut sebagai Khawarij. Kerepotan Khalifah
dalam menyelesaikan kaum khawarij ini digunakan Muawiyah untuk merebut Mesir.
Padahal Mesir dapat dikatakan sebagai sumber kemakmuran dan supali ekonomi dari
fihak Ali bin Abi Thalib.
Dengan terjadinya berbagai pemberontakan dan keluarnya sebagian pendukung
Ali, menyebabkan banyak pengikut Ali gugur dan berkurang serta dengan hilangnya
sumber kemakmuran dan suplai ekonomi khalifah dari Mesir karena dikuasai oleh
Muawiyah menjadikan kekuatan Khalifah Ali bin Abi Thalib menurun, sementara Muawiyah makin hari
makin bertambah kekuatannya. Hal tersebut memaksa Khalifah Ali bin Abi Thalib
untuk menyetujui perdamaian dengan Muawiyah. Perdamaian antara Khalifah dengan
Muawiyah, makin menimbulkan kemarahan kaum Khawarij dan menguatkan keinginan
untuk menghukum orang-orang yang tidak disenangi. Dan pada tanggal 17 Ramadhan
40 H (661 M) Khalifah Ali bin Abi Thalib dibunuh oleh salah seorang anggota Khawarij, yaitu Ibnu
Muljam.
Beberapa ibrah dari peristiwa-peristiwa di atas adalah :
a.
Ali bin Abi Thalib dan pihak Aisyah, Thalhah dan Zubair sama-sama
sepakat bahwa pembunuh Utsman harus diqishash, akan tetapi kedua belah pihak
berselisih mengenai mana urusan yang lebih dulu dilakukan. Akan tetapi kedua
pihak ini kemudian melakukan perdamaian dan menyerahkan urusan ini kepada
kebijakan Ali.
b.
Konspirasi Yahudi yang didalangi oleh Abdullah bin Saba Yang memperkeruh
keadaan di antara ummat Islam saat itu.
c.
Ali bin Abi Thalib merupakan khalifah yang sah setelah terbunuhnya
Utsman bin Affan, sebab orang-orang telah membai’at Ali bin Abi Thalib sebagai
khalifah. Adapun tindakan Mu’awiyah merupakan suatu pembangkangan terhadap
khalifah yang sah. Akan tetapi pembangkangan Mu’awiyah itu adalah berdasarkan
ijtihadnya. Mu’awiyah berpendapat bahwa khilafah Ali bin Abi Thalib belum sah tanpa bai’at dari Mu’awiyah dan penduduk Syam.
Sebagaimana Ali bin Abi Thalib pun telah mengakui akan hal itu, bahwa
apa yang dilakukannya dan yang dilakukan Mu’awiyah adalah berdasarkan ijtihad
masing-masing.
d.
Jika kita memperhatikan sikap kaum khawarij sejak revolusi dalam rangka
mendukung dan membela Ali bin Abi Thalib hingga kemudian membangkang dan memusuhinya, karena mereka
adalah merupakan korban ekstrimisme semata-mata.
e.
Kaum khawarij umumnya adalah orang Arab Badwi yang berwatak keras, mereka
tidak terlalu paham mengenai kaidah-kaidah ilmu. Mereka menganggap tahkim
kepada Abu Musa dan Amr bin Ash sebagai tahkim kepada manusia. Padahal tidaklah
Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah bertahkim melainkan kepada Kitab Allah. Akan
tetapi Al Qur`an adalah tertulis, dan yang membunyikannya adalah manusia.
Maka mereka menjadikan Abu Musa dan Amr bin Ash sebagai mujtahid untuk memberi
keputusan berdasarkan Al Qur`an mengenai hal ini.
3.
Prestasi Besar
Sebagai seorang shahabat Rasulullah SAW. yang dididik oleh beliau
sejak kecil, Ali benar-benar tumbuh menjadi seorang yang memiliki banyak
keistimewaan dan mampu mengukir berbagai prestasi, sejak kecil hingga ia
menjadi Khalifah.
Namun didalam buku-buku sejarah sangat jarang mencatat penaklukan-penaklukan
wilayah-wilayah baru yang dilakukan pada masa khalifah Ali Bin Abi Thalib. Akan
tetapi meskipun menghadapi berbagai masalah dalam negeri yang pedih namun
beliau mampu mempertahankan wilayah-wilayah yang sudah ditaklukan. Para amir
diwilayah-wilayah taklukan sangat serius menghadapi serangan musuh-musuh dari
luar. Para prajurit yang berjaga-jaga di tapal batas benar-benar melaksanakan
kewajiban mereka dengan baik dalam menjaga dan mengamankan wilayah Islam.
Imam Ath Thabari dan Imam Ibnu Katsir menyebutkan bahwa Kaisar Konstantin
bermaksud menyerang wilayah kaum Muslimin dengan membawa seribu armada artileri
pada tahun 35 H. Namun Allah mengirim angin topan yang sangat hebat hingga
menenggelamkannya bersama pasukannya. Tidak ada yang selamat kecuali dia
bersama segelintir orangs aja dari kaumnya.
Ibnu Katsir juga menyebutkan bahwa pada tahun 39 H penduduk Persia dan
pegunungan menolak membayar pajak dan tidak mau taat. Bahkan mereka mengusir
Sahal bin Hunaif wakil yang dikirim kesana yang dikirim kesana. Lantas Ali bin Abi Thalib menunjuk Ziyad bin Abihi menjadi wali wilayah Persia dan
Kirmaan. Ziyad adalah seorang yang keras pendirian dan ahli dalam siasat. Ia
bergerak menuju wilayah tersebut dengan empat ribu pasukan berkuda. Ia
berhasil menundukkannya hingga penduduknya kembali istiqamah, membayar pajak
dan kembali patuh dan taat. Ia memerintah dengan adil dan amanah dan membangun
istana di sana yang terkenal dengan sebutan Istana Ziyad.
Kemudian sekembalinya dari peperangan Shiffin Ali bin Abi Thalib mengirim Ja'dah bin Hubairah Al Makhzumi ke wilayah
Khurasan. Karena sebagian penduduk disana menolak untuk taat dan patuh. Ia
mengurung penduduk Naisabur hingga akhirnya mereka sepakat berdamai.
4.
Wafat
Ali bin Abi Thalib, seseorang yang memiliki kecakapan dalam bidang militer
dan strategi perang, mengalami kesulitan dalam administrasi negara karena
kekacauan luar biasa yang ditinggalkan pemerintahan sebelumya. Ia meninggal di
usia 63 tahun karena pembunuhan oleh Abdrrahman bin Muljam, seseorang yang
berasal dari golongan Khawarij (pembangkang) saat mengimami salat subuh di
masjid Kufah, pada tanggal 19 Ramadhan, dan Ali bin Abi Thalib menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 21
Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Ali bin Abi Thalib dikuburkan secara rahasia di Najaf.
Sumber :
ainanusa.blogspot.com/2013/10/perkembangan-islam-pada-masa.html
fahmialfaruq.blogspot.com/2016/02/perkembangan-islam-pada-masa-khulafaur.html
Comments
Post a Comment