Sejarah peninggalan hindu budha
Sejarah peninggalan
hindu budha
1. Candi
Borobudur

Ciri-Ciri
nya :
Candi
Borobudur berbentuk punden berundak, yang terdiri dari enam tingkat berbentuk
bujur sangkar, tiga tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama
sebagai puncaknya. Selain itu tersebar di semua tingkat-tingkatannya beberapa
stupa.
Borobudur
adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa
Tengah. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang
dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi ini didirikan oleh para
penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa
pemerintahan wangsa Syailendra.
2. Candi
Mendut

Ciri-Ciri
nya :
Hiasan yang terdapat pada candi Mendut berupa hiasan yang berselang-seling. Dihiasi dengan ukiran makhluk-makhluk kahyangan berupa bidadara dan bidadari, dua ekor kera dan seekor garuda.
Hiasan yang terdapat pada candi Mendut berupa hiasan yang berselang-seling. Dihiasi dengan ukiran makhluk-makhluk kahyangan berupa bidadara dan bidadari, dua ekor kera dan seekor garuda.
Candi Mendut
adalah sebuah candi berlatar belakang agama Buddha. Candi ini terletak di desa
Mendut, kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, beberapa kilometer
dari candi Borobudur.
Candi Mendut didirikan semasa pemerintahan Raja Indra dari dinasti Syailendra. Di dalam prasasti Karangtengah yang bertarikh 824 Masehi, disebutkan bahwa raja Indra telah membangun bangunan suci bernama veluvana yang artinya adalah hutan bambu. Oleh seorang ahli arkeologi Belanda bernama J.G. de Casparis, kata ini dihubungkan dengan Candi Mendut.
Candi Mendut didirikan semasa pemerintahan Raja Indra dari dinasti Syailendra. Di dalam prasasti Karangtengah yang bertarikh 824 Masehi, disebutkan bahwa raja Indra telah membangun bangunan suci bernama veluvana yang artinya adalah hutan bambu. Oleh seorang ahli arkeologi Belanda bernama J.G. de Casparis, kata ini dihubungkan dengan Candi Mendut.
3. Candi
Ngawen

Ciri-Ciri
nya :
Candi ini terdiri dari 5 buah candi kecil, dua di antaranya mempunyai bentuk yang berbeda dengan dihiasi oleh patung singa pada keempat sudutnya. Sebuah patung Buddha dengan posisi duduk Ratnasambawa yang sudah tidak ada kepalanya nampak berada pada salah satu candi lainnya. Beberapa relief pada sisi candi masih nampak cukup jelas, di antaranya adalah ukiran Kinnara, Kinnari, dan kala-makara.
Candi ini terdiri dari 5 buah candi kecil, dua di antaranya mempunyai bentuk yang berbeda dengan dihiasi oleh patung singa pada keempat sudutnya. Sebuah patung Buddha dengan posisi duduk Ratnasambawa yang sudah tidak ada kepalanya nampak berada pada salah satu candi lainnya. Beberapa relief pada sisi candi masih nampak cukup jelas, di antaranya adalah ukiran Kinnara, Kinnari, dan kala-makara.
Candi Ngawen
adalah candi Buddha yang berada kira-kira 5 km sebelum candi Mendut dari arah
Yogyakarta, yaitu di desa Ngawen, kecamatan Muntilan, Magelang. Menurut
perkiraan, candi ini dibangun oleh wangsa Syailendra pada abad ke-8 pada zaman
Kerajaan Mataram Kuno. Keberadaan candi Ngawen ini kemungkinan besar adalah
yang tersebut dalam prasasti Karang Tengah pada tahun 824 M.
4. Candi
Lumbung

Candi
Lumbung adalah candi Buddha yang berada di dalam kompleks Taman Wisata Candi
Prambanan, yaitu di sebelah candi Bubrah. Menurut perkiraan, candi ini dibangun
pada abad ke-9 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Candi ini merupakan kumpulan
dari satu candi utama (bertema bangunan candi Buddha)
Ciri-cirinya
:
Dikelilingi oleh 16 buah candi kecil yang keadaannya masih relatif cukup bagus.
Dikelilingi oleh 16 buah candi kecil yang keadaannya masih relatif cukup bagus.
5. Candi
Banyunibo

Candi
Banyunibo yang berarti air jatuh-menetes (dalam bahasa Jawa) adalah candi
Buddha yang berada tidak jauh dari Candi Ratu Boko, yaitu di bagian sebelah
timur dari kota Yogyakarta ke arah kota Wonosari. Candi ini dibangun pada
sekitar abad ke-9 pada saat zaman Kerajaan Mataram Kuno. Pada bagian atas candi
ini terdapat sebuah stupa yang merupakan ciri khas agama Buddha.
Ciri-cirinya:
Keadaan dari
candi ini terlihat masih cukup kokoh dan utuh dengan ukiran relief kala-makara
dan bentuk relief lainnya yang masih nampak sangat jelas. Candi yang mempunyai
bagian ruangan tengah ini pertama kali ditemukan dan diperbaiki kembali pada
tahun 1940-an, dan sekarang berada di tengah wilayah persawahan.
6. Kompleks
Percandian Batujaya

Kompleks
Percandian Batujaya adalah sebuah suatu kompleks sisa-sisa percandian Buddha
kuna yang terletak di Kecamatan Batujaya dan Kecamatan Pakisjaya, Kabupaten
Karawang, Provinsi Jawa Barat. Situs ini disebut percandian karena terdiri dari
sekumpulan candi yang tersebar di beberapa titik.
Cirri-cirinya:
Dari segi kualitas, candi di situs Batujaya tidaklah utuh secara umum sebagaimana layaknya sebagian besar bangunan candi. Bangunan-bangunan candi tersebut ditemukan hanya di bagian kaki atau dasar bangunan, kecuali sisa bangunan di situs Candi Blandongan.
Candi-candi yang sebagian besar masih berada di dalam tanah berbentuk gundukan bukit (juga disebut sebagai unur dalam bahasa Sunda dan bahasa Jawa). Ternyata candi-candi ini tidak memperlihatkan ukuran atau ketinggian bangunan yang sama.
Dari segi kualitas, candi di situs Batujaya tidaklah utuh secara umum sebagaimana layaknya sebagian besar bangunan candi. Bangunan-bangunan candi tersebut ditemukan hanya di bagian kaki atau dasar bangunan, kecuali sisa bangunan di situs Candi Blandongan.
Candi-candi yang sebagian besar masih berada di dalam tanah berbentuk gundukan bukit (juga disebut sebagai unur dalam bahasa Sunda dan bahasa Jawa). Ternyata candi-candi ini tidak memperlihatkan ukuran atau ketinggian bangunan yang sama.
7. Candi
Muara Takus

Candi Muara
Takus adalah sebuah candi Buddha yang terletak di Riau, Indonesia. Kompleks
candi ini tepatnya terletak di desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten
Kampar atau jaraknya kurang lebih 135 kilometer dari Kota Pekanbaru, Riau.
Jarak antara kompleks candi ini dengan pusat desa Muara Takus sekitar 2,5
kilometer dan tak jauh dari pinggir Sungai Kampar Kanan.
Ciri-cirinya:
Kompleks
candi ini dikelilingi tembok berukuran 74 x 74 meter diluar arealnya terdapat
pula tembok tanah berukuran 1,5 x 1,5 kilometer yang mengelilingi kompleks ini
sampal ke pinggir sungai Kampar Kanan. Di dalam kompleks ini terdapat pula
bangunan Candi Tua, Candi Bungsu dan Mahligai Stupa serta Palangka. Bahan
bangunan candi terdiri dari batu pasir, batu sungai dan batu bata. Menurut
sumber tempatan, batu bata untuk bangunan ini dibuat di desa Pongkai, sebuah
desa yang terletak di sebelah hilir kompleks candi. Bekas galian tanah untuk
batu bata itu sampai saat ini dianggap sebagai tempat yang sangat dihormati
penduduk. Untuk membawa batu bata ke tempat candi, dilakukan secara beranting
dari tangan ke tangan. Cerita ini walaupun belum pasti kebenarannya memberikan
gambaran bahwa pembangunan candi itu secara bergotong royong dan dilakukan oleh
orang ramai.
8. Candi
Sumberawan

Candi
Sumberawan hanya berupa sebuah stupa, berlokasi di Kecamatan Singosari, Malang.
Dengan jarak sekitar 6 km dari Candi Singosari. Candi ini Merupakan peninggalan
Kerajaan Singhasari dan digunakan oleh umat Buddha pada masa itu.
Candi
Sumberawan terletak di desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang,
+/- 6 Km, di sebelah Barat Laut Candi Singosari, candi ini dibuat dari batu
andesit dengan ukuran P. 6,25m L. 6,25m T. 5,23m dibangun pada ketinggian 650
mDPL, di kaki bukit Gunung Arjuna. Pemandangan di sekitar candi ini sangat
indah karena terletak di dekat sebuah telaga yang sangat bening airnya. Keadaan
inilah yang memberi nama Candi Rawan.
Cirri-cirinya:
Candi ini terdiri dari kaki dan badan yang berbentuk stupa. Pada batur candi yang tinggi terdapat selasar, kaki candi memiliki penampil pada keempat sisinya. Di atas kaki candi berdiri stupa yang terdiri atas lapik bujur sangkar, dan lapik berbentuk segi delapan dengan bantalan Padma, sedang bagian atas berbentuk genta (stupa) yang puncaknya telah hilang.
Candi ini terdiri dari kaki dan badan yang berbentuk stupa. Pada batur candi yang tinggi terdapat selasar, kaki candi memiliki penampil pada keempat sisinya. Di atas kaki candi berdiri stupa yang terdiri atas lapik bujur sangkar, dan lapik berbentuk segi delapan dengan bantalan Padma, sedang bagian atas berbentuk genta (stupa) yang puncaknya telah hilang.
9. Candi
Brahu

Candi Brahu
dibangun dengan gaya dan kultur Buddha, didirikan abad 15 Masehi. Pendapat
lain, candi ini berusia jauh lebih tua ketimbang candi lain di sekitar
Trowulan. Menurut buku Bagus Arwana, kata Brahu berasal dari kata Wanaru atau
Warahu. Nama ini didapat dari sebutan sebuah bangunan suci seperti disebutkan
dalam prasasti Alasantan, yang ditemukan tak jauh dari candi brahu. Dalam
prasasti yang ditulis Mpu Sendok pada tahun 861 Saka atau 9 September 939,
Cirri-cirinya:
Candi Brahu merupakan tempat pembakaran (krematorium) jenazah raja-raja Brawijaya. Anehnya dalam penelitian, tak ada satu pakarpun yang berhasil menemukan bekas abu mayat dalam bilik candi. Lebih lebih setelah ada pemugaran candi yang dilakukan pada tahun 1990 hingga 1995.
Candi Brahu merupakan tempat pembakaran (krematorium) jenazah raja-raja Brawijaya. Anehnya dalam penelitian, tak ada satu pakarpun yang berhasil menemukan bekas abu mayat dalam bilik candi. Lebih lebih setelah ada pemugaran candi yang dilakukan pada tahun 1990 hingga 1995.
10. Candi
Sewu

Candi Sewu
adalah candi Buddha yang berada di dalam kompleks candi Prambanan (hanya
beberapa ratus meter dari candi utama Roro Jonggrang). Candi Sewu (seribu) ini
diperkirakan dibangun pada saat kerajaan Mataram
Kuno oleh raja Rakai Panangkaran (746 – 784). Candi Sewu merupakan komplek
candi Buddha terbesar setelah candi Borobudur, sementara candi Roro Jonggrang
merupakan candi bercorak Hindu.
Menurut
legenda rakyat setempat, seluruh candi ini berjumlah 999 dan dibuat oleh
seorang tokoh sakti bernama, Bandung Bondowoso hanya dalam waktu satu malam
saja, sebagai prasyarat untuk bisa memperistri dewi Roro Jonggrang. Namun
keinginannya itu gagal karena pada saat fajar menyingsing, jumlahnya masih
kurang satu.
CANDI HINDU
1. Candi
Cetho

Candi Cetho
merupakan sebuah candi bercorak agama Hindu peninggalan masa akhir pemerintahan
Majapahit (abad ke-15). Laporan ilmiah pertama mengenainya dibuat oleh Van de
Vlies pada 1842. A.J. Bernet Kempers juga melakukan penelitian mengenainya.
Ekskavasi (penggalian) untuk kepentingan rekonstruksi dilakukan pertama kali
pada tahun 1928 oleh Dinas Purbakala Hindia Belanda. Berdasarkan keadaannya
ketika reruntuhannya mulai diteliti, candi ini memiliki usia yang tidak jauh
dengan Candi Sukuh. Lokasi candi berada di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan
Jenawi, Kabupaten Karanganyar, pada ketinggian 1400m di atas permukaan laut.
Ciri-cirinya:
Pada keadaannya yang sekarang, Candi Cetho terdiri dari sembilan tingkatan berundak. Sebelum gapura besar berbentuk candi bentar, pengunjung mendapati dua pasang arca penjaga. Aras pertama setelah gapura masuk merupakan halaman candi. Aras kedua masih berupa halaman dan di sini terdapat petilasan Ki Ageng Krincingwesi, leluhur masyarakat Dusun Cetho.
Pada keadaannya yang sekarang, Candi Cetho terdiri dari sembilan tingkatan berundak. Sebelum gapura besar berbentuk candi bentar, pengunjung mendapati dua pasang arca penjaga. Aras pertama setelah gapura masuk merupakan halaman candi. Aras kedua masih berupa halaman dan di sini terdapat petilasan Ki Ageng Krincingwesi, leluhur masyarakat Dusun Cetho.
2. Candi Asu

Candi Asu
adalah nama sebuah candi peninggalan budaya Hindu yang terletak di Desa Candi
Pos, kelurahan Sengi, kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, provinsi Jawa Tengah
(kira-kira 10 km di sebelah timur laut dari candi Ngawen). Di dekatnya juga
terdapat 2 buah candi Hindu lainnya, yaitu candi Pendem dan candi Lumbung
(Magelang). Nama candi tersebut merupakan nama baru yang diberikan oleh
masyarakat sekitarnya.
Ciri-cirinya
:
Disebut Candi Asu karena didekat candi itu terdapat arca Lembu Nandi, wahana dewa Siwa yang diperkirakan penduduk sebagai arca asu ‘anjing’. Disebut Candi Lumbung karena diduga oleh penduduk setempat dahulu tempat menyimpan padi (candi Lumbung yang lain ada di kompleks Taman Wisata candi Prambanan). Ketiga candi tersebut terletak di pinggir Sungai Pabelan, dilereng barat Gunung Merapi, di daerah bertemunya (tempuran) Sungai Pabelan dan Sungai Tlingsing. Ketiganya menghadap ke barat. Candi Asu berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 7,94 meter. Tinggi kaki candi 2,5 meter, tinggi tubuh candi 3,35 meter. Tinggi bagian atap candi tidak diketahui karena telah runtuh dan sebagian besar batu hilang. Melihat ketiga candi tersebut dapat diperkirakan bahwa candi-candi itu termasuk bangunan kecil. Di dekat Candi Asu telah diketemukan dua buah prasati batu berbentuk tugu (lingga), yaitu prasasti Sri Manggala I ( 874 M ) dan Sri Manggala II ( 874 M ).
Disebut Candi Asu karena didekat candi itu terdapat arca Lembu Nandi, wahana dewa Siwa yang diperkirakan penduduk sebagai arca asu ‘anjing’. Disebut Candi Lumbung karena diduga oleh penduduk setempat dahulu tempat menyimpan padi (candi Lumbung yang lain ada di kompleks Taman Wisata candi Prambanan). Ketiga candi tersebut terletak di pinggir Sungai Pabelan, dilereng barat Gunung Merapi, di daerah bertemunya (tempuran) Sungai Pabelan dan Sungai Tlingsing. Ketiganya menghadap ke barat. Candi Asu berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 7,94 meter. Tinggi kaki candi 2,5 meter, tinggi tubuh candi 3,35 meter. Tinggi bagian atap candi tidak diketahui karena telah runtuh dan sebagian besar batu hilang. Melihat ketiga candi tersebut dapat diperkirakan bahwa candi-candi itu termasuk bangunan kecil. Di dekat Candi Asu telah diketemukan dua buah prasati batu berbentuk tugu (lingga), yaitu prasasti Sri Manggala I ( 874 M ) dan Sri Manggala II ( 874 M ).
3. Candi
Gunung Wukir

Candi Gunung
Wukir atau Candi Canggal adalah candi Hindu yang berada di dusun Canggal,
kalurahan Kadiluwih, kecamatan Salam, Magelang, Jawa Tengah. Candi ini tepatnya
berada di atas bukit Gunung Wukir dari lereng gunung Merapi pada perbatasan
wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Menurut perkiraan, candi ini merupakan
candi tertua yang dibangun pada saat pemerintahan raja Sanjaya dari zaman
Kerajaan Mataram Kuno, yaitu pada tahun 732 M (654 tahun Saka).
Ciri-cirinya:
Kompleks
dari reruntuhan candi ini mempunyai ukuran 50 m x 50 m terbuat dari jenis batu
andesit, dan di sini pada tahun 1879 ditemukan prasasti Canggal yang banyak
kita kenal sekarang ini. Selain prasasti Canggal, dalam candi ini dulu juga
ditemukan altar yoni, patung lingga (lambang dewa Siwa), dan arca lembu betina
atau Andini.
4. Candi
Prambanan

Berdiri di
bawah Candi Hindu terbesar di Asia Tenggara ini selarik puisi tiba-tiba
terlintas di benak
Candi
Prambanan yang dikenal juga sebagai Candi Roro Jonggrang ini menyimpan suatu
legenda yang menjadi bacaan pokok di buku-buku ajaran bagi anak-anak sekolah
dasar. Kisah Bandung Bondowoso dari Kerajaan Pengging yang ingin memperistri
dara cantik bernama Roro Jonggrang. Si putri menolak dengan halus. Ia
mempersyaratkan 1000 candi yang dibuat hanya dalam waktu semalam. Bandung yang
memiliki kesaktian serta merta menyetujuinya. Seribu candi itu hampir berhasil
dibangun bila akal licik sang putri tidak ikut campur. Bandung yang kecewa lalu
mengutuk Roro Jonggrang menjadi arca, yang diduga menjadi arca Batari Durga di
salah satu candi.
5. Candi
Gunung Sari

Candi Gunung
Sari adalah salah satu candi Hindu Siwa yang ada di Jawa. Lokasi candi ini
berdekatan dengan Candi Gunung Wukir tempat ditemukannya Prasasti Canggal.
Ciri-cirinya:
Candi Gunung
Sari dilihat dari ornamen, bentuk, dan arsitekturnya kemungkinan lebih tua
daripada Candi Gunung Wukir. Di Puncak Gunung Sari kita bisa melihat
pemandangan yang sangat mempesona dan menakjubkan. Candi Gunung Sari terletak
di Desa Gulon, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah.
Semoga di masa depan Candi Gunung Sari semakin dikenal oleh banyak orang untuk
dapat menemukan inspirasi dan keindahanny.
6. Arca
Gupolo

Arca Gupolo
adalah kumpulan dari 7 buah arca berciri agama Hindu yang terletak di dekat
candi Ijo dan candi Barong, di wilayah kelurahan Sambirejo, kecamatan
Prambanan, Yogyakarta. Gupolo adalah nama panggilan dari penduduk setempat
terhadap patung Agastya yang ditemukan pada area situs. Walaupun bentuk arca
Agastya setinggi 2 meter ini sudah tidak begitu jelas, namun senjata Trisula
sebagai lambang dari dewa Siwa yang dipegangnya masih kelihatan jelas. Beberapa
arca yang lain, kebanyakan adalah arca dewa Hindu dengan posisi duduk.
Ciri-cirinya:
Di dekat arca Gupolo terdapat mata air jernih berupa sumur yang dipakai oleh penduduk setempat untuk mengambil air, dan meskipun di musim kemarau panjang sumur ini tidak pernah kering. Menurut legenda rakyat setempat, Gupolo adalah nama patih (perdana menteri) dari raja Ratu Boko yang diabadikan sebagai nama candi Ratu Boko (ayah dari dewi Loro Jonggrang dalam legenda candi Prambanan).
Di dekat arca Gupolo terdapat mata air jernih berupa sumur yang dipakai oleh penduduk setempat untuk mengambil air, dan meskipun di musim kemarau panjang sumur ini tidak pernah kering. Menurut legenda rakyat setempat, Gupolo adalah nama patih (perdana menteri) dari raja Ratu Boko yang diabadikan sebagai nama candi Ratu Boko (ayah dari dewi Loro Jonggrang dalam legenda candi Prambanan).
7. Candi
Cangkuang

Candi
Cangkuang adalah sebuah candi Hindu yang terdapat di Kampung Pulo, wilayah
Cangkuang, Kecamatan Leles, Garut, Jawa Barat. Candi inilah juga yang pertama
kali ditemukan di Tatar Sunda serta merupakan satu-satunya candi Hindu di Tatar
Sunda.
Cirri-ciri
nya:
Bangunan Candi Cangkuang yang sekarang dapat kita saksikan merupakan hasil pemugaran yang diresmikan pada tahun 1978. Candi ini berdiri pada sebuah lahan persegi empat yang berukuran 4,7 x 4,7 m dengan tinggi 30 cm. Kaki bangunan yang menyokong pelipit padma, pelipit kumuda, dan pelipit pasagi ukurannya 4,5 x 4,5 m dengan tinggi 1,37 m. Di sisi timur terdapat penampil tempat tangga naik yang panjangnya 1,5 m dan lébar 1,26 m.
Bangunan Candi Cangkuang yang sekarang dapat kita saksikan merupakan hasil pemugaran yang diresmikan pada tahun 1978. Candi ini berdiri pada sebuah lahan persegi empat yang berukuran 4,7 x 4,7 m dengan tinggi 30 cm. Kaki bangunan yang menyokong pelipit padma, pelipit kumuda, dan pelipit pasagi ukurannya 4,5 x 4,5 m dengan tinggi 1,37 m. Di sisi timur terdapat penampil tempat tangga naik yang panjangnya 1,5 m dan lébar 1,26 m.
8. Candi
Gedong Songo

Candi Gedong
Songo adalah nama sebuah komplek bangunan candi peninggalan budaya Hindu yang
terletak di Desa Candi, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Indonesia
tepatnya di lereng Gunung Ungaran. Di kompleks candi ini terdapat lima buah
candi.
Candi ini
diketemukan oleh Raffles pada tahun 1804 dan merupakan peninggalan budaya Hindu
dari zaman Wangsa Syailendra abad ke-9 (tahun 927 masehi).
Ciri-cirinya:
Candi ini
memiliki persamaan dengan kompleks Candi Dieng di Wonosobo. Candi ini terletak
pada ketinggian sekitar 1.200 m di atas permukaan laut sehingga suhu udara
disini cukup dingin (berkisar antara 19-27°C)
Lokasi 9
candi yang tersebar di lereng Gunung Ungaran ini memiliki pemandangan alam yang
indah. Di sekitar lokasi juga terdapat hutan pinus yang tertata rapi serta mata
air yang mengandung belerang.
9. Candi
Pringapus

Candi
Pringapus adalah candi di desa Pringapus, Ngadirejo, Temanggung 22 Km arah barat
laut ibu kota kabupaten Temanggung. Arca-arca berartistik Hindu yang erat
kaitanya dengan Dewa Siwa menandakan bahwa Candi Pringapus bersifat Hindu Sekte
Siwaistis. Candi tersebut dibangun pada tahun tahun 772 C atau 850 Masehi
menurut prasasti yang ditemukan di sekitar candi ketika diadakan restorasi pada
tahun 1932.
Ciri-cirinya:
Candi ini merupakan Replika Mahameru, nama sebuah gunung tempat tinggal para dewata. Hal ini terbukti dengan adanya adanya hiasan Antefiq dan Relief Hapsara-hapsari yang menggambarkan makhluk setengah dewa. Candi Pringapus bersifat Hindu Sekte Siwaistis
Candi ini merupakan Replika Mahameru, nama sebuah gunung tempat tinggal para dewata. Hal ini terbukti dengan adanya adanya hiasan Antefiq dan Relief Hapsara-hapsari yang menggambarkan makhluk setengah dewa. Candi Pringapus bersifat Hindu Sekte Siwaistis
10. Candi
Sukuh

Candi Sukuh
adalah sebuah kompleks candi agama Hindu yang terletak di Kabupaten
Karanganyar, eks Karesidenan Surakarta, Jawa Tengah. Candi ini dikategorikan sebagai
candi Hindu karena ditemukannya obyek pujaan lingga dan yoni. Candi ini
digolongkan kontroversial karena bentuknya yang kurang lazim dan karena
banyaknya obyek-obyek lingga dan yoni yang melambangkan seksualitas.
Cirri-cirinya:
Bangunan candi Sukuh memberikan kesan kesederhanaan yang mencolok pada para pengunjung. Kesan yang didapatkan dari candi ini sungguh berbeda dengan yang didapatkan dari candi-candi besar di Jawa Tengah lainnya yaitu Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Bentuk bangunan candi Sukuh cenderung mirip dengan peninggalan budaya Maya di Meksiko atau peninggalan budaya Inca di Peru. Struktur ini juga mengingatkan para pengunjung akan bentuk-bentuk piramida di Mesir.
Bangunan candi Sukuh memberikan kesan kesederhanaan yang mencolok pada para pengunjung. Kesan yang didapatkan dari candi ini sungguh berbeda dengan yang didapatkan dari candi-candi besar di Jawa Tengah lainnya yaitu Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Bentuk bangunan candi Sukuh cenderung mirip dengan peninggalan budaya Maya di Meksiko atau peninggalan budaya Inca di Peru. Struktur ini juga mengingatkan para pengunjung akan bentuk-bentuk piramida di Mesir.
SEJARAH HINDU BUDHA DI INDONESIA
Agama yang
pertama masuk di Indonesia adalah hindu dan budha. Sejarah Perkembangan Agama Hindu Budha di Indonesiasangat menarik untuk di pelajari.
banyak kebudayaan pada masa tersebut yang sampai sekarang masih ada dan masih
sering kita lihat.
Indonesia
juga mencapai puncak kejayaan masa-masa tersebut, mulai dari kerajaan
sriwijaya, kerajaan majapahit, dan lain-lain. maka jika kita mempelajari
kebudayaan hindu-budha mungkin tak cukup 1 tahun. kebudayaan dan sangat
menarik, sangat berkesan, dan sangat berbudaya.
Sistem
Kepercayaan
Dalam agama Budha terutama dalam system Mahayana menurut system wagniadatu menyebutkan dewa tertinggi adalah Adibudha dan tidak dapat digambarkan karena tidak berbentuk.
Sidharta Gautama
Pendiri agama Budha adalah Sidharta Gautama yaitu seorang anak raja yang mendapat penerangan batin atau enliptenmen. Dia mengantakan bahwa dunia yang kita lihat adalah maya dan manusia adalah tidak berpengetahuan. Kehidupan manusia mengalami sansana atau hidup kembali sebagai manusia atau binatang.
Dalam agama Budha terutama dalam system Mahayana menurut system wagniadatu menyebutkan dewa tertinggi adalah Adibudha dan tidak dapat digambarkan karena tidak berbentuk.
Sidharta Gautama
Pendiri agama Budha adalah Sidharta Gautama yaitu seorang anak raja yang mendapat penerangan batin atau enliptenmen. Dia mengantakan bahwa dunia yang kita lihat adalah maya dan manusia adalah tidak berpengetahuan. Kehidupan manusia mengalami sansana atau hidup kembali sebagai manusia atau binatang.
Ganesha
Ganesha adalah anak Siwa dengan Arwati. Dengan digambarkan berkepala gajah dan bertangan empat, pada dahinya juga terdapat mata ketiga. Dan pada setiap tangannya terdapat benda yang berbeda yaitu :
a) Tangan kanan bawah memegang patahan gadingnya
b) Tangan kanan atas memegang tasbih
c) Tangan kiri atas memegang Kapak
d) Tangan kiri bawah memegang mangkuk yang berisi manisan
Dewa Siwa
Pada halaman tengah terdapat lima ekor kerbau, yaitu empat ekor kerbau kecil, dan satu ekor kerbau besar yang merupakan kendaraan dari dewa Siwa yang kesemuaannya terbuat dari patung.
Ganesha adalah anak Siwa dengan Arwati. Dengan digambarkan berkepala gajah dan bertangan empat, pada dahinya juga terdapat mata ketiga. Dan pada setiap tangannya terdapat benda yang berbeda yaitu :
a) Tangan kanan bawah memegang patahan gadingnya
b) Tangan kanan atas memegang tasbih
c) Tangan kiri atas memegang Kapak
d) Tangan kiri bawah memegang mangkuk yang berisi manisan
Dewa Siwa
Pada halaman tengah terdapat lima ekor kerbau, yaitu empat ekor kerbau kecil, dan satu ekor kerbau besar yang merupakan kendaraan dari dewa Siwa yang kesemuaannya terbuat dari patung.
Comments
Post a Comment