Materi Pemuaian Lengkap
Pemuaian
Definisi Pemuaian
Pemuaian adalah
peristiwa bertambahnya panjang/luas/ruang suatu benda akibat suhu yang
meningkat. Nah, kalo suhunya menurun namanya penyusutan. Memang seperti itulah
keadaan di alam ini, secara umum, jika benda diberikan panas (dipanasi) maka
suhunya akan meningkat dan akan mengalami perubahan panjang/luas/volum. Benda
yang mengalami perubahan volum maka tentunya benda tersebut mengalami muai luas
juga. Benda yang mengalami muai luas tentunya mengalami muai panjang juga.
Ibarat balok rumusan untuk volumnya adalah panjang x lebar x tinggi, ada
panjangnya di dalam rumusannya. Sedangkan untuk rumusan luas dari balok adalah
panjang x lebar ada nilai panjangnya juga di dalam rumusan tersebut. Nah, kalo
rumusannya lebar x tinggi, kan tidak ada panjangnya? Yang dimaksud dengan muai
panjang sebenarnya adalah muai dalam satu dimensi, sedangkan luas adalah 2
dimensi dan volum adalah pemuaian dalam 3 dimensi. Bagaimana? Sudah menjawab
pertanyaan teman-teman belum?
Pemuaian Panjang
Pada konsep pemuaian
panjang, benda dianggap memiliki bentuk seperti sepenggal garis lurus saja,
seperti kawat atau benang. Benda dianggap hanya memiliki satu dimensi saja,
seperti panjang saja (sumbu x) , lebar saja (sumbu y) atau tinggi saja (sumbu
z). Oleh karenanya, benda tersebut hanya memuai pada satu dimensi saja yaitu
dimensi panjang. Pertambahan panjang benda dirumuskan menjadi:
∆L = Lo x α x ∆T
dengan
∆L adalah perubahan
panjang benda dalam satuan meter (m)
Lo adalah panjang
benda mula-mula dalam satuan meter (m) juga,
α adalah koefisien
muai panjang dalam satuan per derajat celcius (/C) dan
∆T adalah perubahan
(suhu akhir dikurangi suhu awal) suhu dalam satuan derajat celcius (C)
Catatan:
1.
Jika ∆T bernilai positif maka dapat dikatakan suhu meningkat, sebaliknya
jika ∆T bernilai negatif maka dapat dikatakan suhu menurun.
2.
Koefisien muai panjang adalah pertambahan panjang suatu benda tiap kenaikan
suhu 1 derajat celcius dan yang unik adalah tiap jenis benda memiliki
karakteristik yang unik dalam koefisien muai panjang sehingga dapat berbeda
antara benda yang satu dengan yang lain.
Berikut ini adalah
tabel koefisien muai benda, untuk muai luasnya dihitung sendiri ya.
Kemudian untuk
menentukan panjang akhir benda berdimensi satu adalah:
Lt = Lo + ∆L
dengan
Lt adalah panjang
akhir dari benda satu dimensi dalam satuan meter (m)
Jika disatukan dengan
cara mensubstitusikan nilai ∆L pada ke rumus kedua maka rumusnya akan menjadi:
Lt = Lo + ∆L
Lt = Lo + Lo α ∆T
Lt = Lo ( 1 + α ∆T)
Lt = Lo + Lo α ∆T
Lt = Lo ( 1 + α ∆T)
Pemuaian Luas
Pada benda yang
memiliki 2 dimensi, jika dipanasi maka benda tersebut akan meluas (bertambah
luas). Untuk benda seperti balok, Dua dimensi yang dimaksud bisa kombinasi
antara dimensi panjang dan lebar, panjang dan tinggi, lebar dan tinggi, serta
seterusnya. Benda yang mengalami pemuaian luas, benda dianggap memiliki bentuk
seperti lempengan dengan tinggi yang diabaikan atau 1 dimensi diabaikan karena
nilainya yang kecil. Jika pada pemuaian panjang menggunakan koefisien muai
panjang maka pada pemuaian luas, perhitungannya menggunakan koefisien muai
luas. Koefisien muai luas adalah karakteristik yang dimiliki oleh suatu benda
dalam pertambahan luasnya tiap derajat celcius. Koefisien muai luas benda
bernilai dua kalinya koefisien muai panjang benda (2α). Untuk menghitung nilai
perubahan luas benda rumus yang digunakan adalah:
∆A = Ao x β x ∆T
dengan
∆A adalah perubahan
luas benda dalam satuan meter persegi (m^2)
Ao adalah luas benda
mula-mula dalam satuan meter persegi (m^2) juga,
β adalah koefisien
muai luas dalam satuan per derajat celcius (/C) dan
Selanjutnya untuk
menentukan luas akhir dari benda 2 dimensi adalah:
At = Ao + ∆A
dengan
At adalah luas akhir
dari benda satu dimensi dalam satuan meter persegi (m^2)
Jika disatukan dengan
cara mensubstitusikan nilai ∆A pada ke rumus kedua maka rumusnya akan menjadi:
At = Ao + ∆A
At = Ao + Ao β ∆T
At = Ao ( 1 + β ∆T)
At = Ao + Ao β ∆T
At = Ao ( 1 + β ∆T)
Pemuaian Volum
Benda dengan dimensi 3
jika dipanasi akan mengalami pertambahan volum. Secara umum, pemuaian panjang
dan pemuaian luas adalah untuk benda padat, sedangkan untuk pemuaian volum,
jenis benda dapat berupa padat, cair ataupun gas. Perhitungan pemuaian volum
menggunakan koefisien muai volum. Pada benda padat, koefisien muai volum
bernilai 3 kali lipatnya koefisien muai panjang (3α) ataupun 2/3 nya koefisien
mual luas (2β/3). Nilai koefisien muai volum untuk benda cair dapat dilihat
pada tabel, kalaupun dalam tabel belum ada, maka dapat dicari di literatur yang
lain. Rumusan berikut digunakan untuk menentukan nilai dari perubahan volume
untuk benda padat dan cair, untuk benda berjenis gas memiliki karakteristik
khusus sehingga perhitungannya tidak bisa disamakan. Oleh karenanya, pembahasan
untuk benda gas akan dibahas pada artikel yang selanjutnya.
∆V = Vo x γ x ∆T
dengan
∆V adalah perubahan
volume benda dalam satuan meter kubik (m^3)
Vo adalah volume benda
mula-mula dalam satuan meter kubik (m^3)
γ adalah koefisien
muai volum dalam satuan per derajat celcius (/C) dan
Kemudian untuk
menentukan volume akhir benda yang memiliki 3 dimensi adalah:
Vt = Vo + ∆V
dengan
Vt adalah volume akhir
dari benda berdimensi 3 dalam satuan meter kubik (m^3)
Rumusan untuk
menentukan volume akhir benda padat dan cair dapat disingkat menjadi satu rumus
saja. Penyatuannya dilakukan dengan cara mensubstitusikan nilai ∆V pada ke
rumus yang kedua maka rumusnya akan menjadi:
Vt = Vo + ∆V
Vt = Vo + Vo γ ∆T
Vt = Vo ( 1 + γ ∆T)
Vt = Vo + Vo γ ∆T
Vt = Vo ( 1 + γ ∆T)
Penerapan
Beberapa konsep
pemuaian digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan yang dimaksud adalah
saat pemasangan kabel listrik, penggunaan bimetal (dua logam yang disatukan
sehingga dapat digunakan sebagai saklar), pemasangan kaca, pemasangan rel
kereta, dan seterusnya. Penggunaan konsep pemuaian ini akan sejalan dengan
perkembangan iptek yang berkembang di lingkungan teman-teman. Bisa jadi yang
disebutkan di atas kurang sesuai karena teknologi yang digunakan juga berbeda.
Intinya, selama ada panas yang mengenai benda maka konsep pemuaian akan
berlaku, terutama untuk benda benda padat dan cair. Untuk benda gas ada
beberapa kondisi yang berbeda dengan benda cair dan gas.
Hukum Boyle (suhu konstan)
Hukum Boyle dirumuskan oleh Robert Boyle (1627 - 1691). Pada
proses thermodinamika proses seperti ini dinamakan proses isotermik. Pada hukum
boyle, terdapat beberapa asumsi/anggapan. Anggapan yang pertama (1) adalah ada
dua keadaan gas, (2) kedua keadaan gas tersebut adalah gas yang sama, (3) gas
berada dalam ruangan tertutup dan yang tidak kalah penting adalah suhu dijaga
agar tetap konstan. Dalam kondisi seperti tersebut, ada hubungan yang menarik
antara tekanan gas dan volume dari gas tersebut. Hubungannya adalah perkalian
antara tekanan gas dengan volume gas selalu konstan pada tiap keadaan. Secara
matematis rumusan tersebut dapat dituliskan dalam persamaan berikut:
P x V = konstan
P1 x V1 = P2 x V2 = P3 x V3 = Pn x Vn,
P1 x V1 = P2 x V2 = P3 x V3 = Pn x Vn,
Keterangan:
P adalah tekanan gas dengan satuan pascal (Pa)
V adalah volume gas dengan satuan meter kubik (m^3)
N adalah bilangan asli yaitu 1, 2, 3 dan seterusnya.
Berdasarkan hukum Boyle maka dapat ditarik suatu kesimpulan
adanya hubungan yang terbali antara volume dengan tekanan, jika keadaan awal
volume gas bernilai 4 meter kubik dan tekanannya adalah 2 pascal maka pada
keadaan kedua jika volumenya diubah menjadi 2 meter kubik maka nilai tekanannya
akan bernilai 4 pascal. Nilai volume dan tekanan saling bertukar anatara dua
keadaan. Hal seperti ini dinamakan dengan hubungan yang berbanding terbalik,
jika nilai besaran yang satu dinaikkan maka nilai dari besaran yang lain akan
turun.
Hukum Charles (tekanan konstan)
Hampir satu abad setelah rumusan Boyle pada suhu tetap, baru ada
rumusan yang dapat menunjukkan hubungan keadaan gas dengan tekanan konstan.
Rumusan dengan tekanan konstan dikemukakan oleh ilmuwan Perancis, Jacques
Charles (1746 - 1823). Proses seperti ini juga dinamakan dengan proses
isobarik. Namun, ada beberapa asumsi tambahan yakni hanya pada tekanan rendah
saja (tidak terlalu tinggi, mengenai nilainya tidak disebutkan secara jelas).
Pada hukum Charles, perlu digaris bawahi bahwa hanya berlaku untuk gas dengan
suhu di atas -273 derajat celcius. Hal ini dikarenakan semua gas dengan suhu
tersebut atau di bawahnya akan memiliki nilai 0. Perlu kita ketahui bahwa nilai
-273 derajat celcius merupakan nilai 0 dalam skala Kelvin. Oleh karenanya nilai
tersebut dapat kita sebut suhu 0 mutlak. Secara umum berlaku seperti itu,
karena perlu diingat bahwa pada suhu rendah tertentu gas akan mencair seperti
oksigen yang mencair pada suhu -183 derajat celcius.
Charles merumuskan bahwa pada tekanan rendah dan dibuat konstan
perbandingan antara volume dengan suhu gas aka selalu konstan. Secara
matematis, rumusan tersebut dapat dirumuskan menjadi:
V / T = konstan
V1 / T1 = V2 / T2 = V3 / T3 = Vn / Tn
V1 / T1 = V2 / T2 = V3 / T3 = Vn / Tn
Dengan keterangan sebagai berikut:
V adalah volume gas dalam satuan meter kubik (m^3)
T adalah suhu gas dalam satuan suhu mutlak yaitu Kelvin (K)
n adalah bilangan asli untuk menyatakan keadaan gas 1, 2, 3, dan
seterusnya
Berdasarkan hukum Charles, kita dapat membuat suatu kesimpulan
bahwa hubungan antara Volume gas dan suhu gas selalu berbanding lurus. Jika
nilai volumenya mengalami penurunan maka nilai temperaturnya juga akan menurun.
Namun, volumenya akan berhenti pada suhu 0 kelvin seperti yang telah dijelaskan
di atas. Sebagai contoh jika volumenya adalah 4 meter kubik dan suhunya ada
pada skala 300 K maka jika volumenya dinaikkan menjadi 8 meter kubik, suhunya
akan menjadi 600 K.
Hukum Gay Lussac (volume
konstan)
Hukum ini dirumuskan oleh Joseph Gay Lussac yang juga berasal
dari perancis (1778 - 1850). Berbeda dengan dua hukum sebelumnya, Gay Lussac
melakukan eksperimen dengan membuat kondisi gas pada volume yang konstan.
Eksperimen tersebut mengahasilkan rumusan yaitu perbandingan antara tekanan dan
suhu selalu konstan. Secara matematis hukum Gay Lussac dapat dirumuskan
menjadi:
P / T = konstan
P1 / T1 = P2 / T2 = P3 / T3 = Pn / Tn
P1 / T1 = P2 / T2 = P3 / T3 = Pn / Tn
Dengan keterangan sebagai berikut:
P adalah tekanan gas dalam satuan pascal (Pa)
T adalah suhu dari gas dalam satuan suhu mutlak yaitu Kelvin (K)
n merupakan bilangan asli untuk menyatakan keadaan gas 1, 2, 3,
dan seterusnya
Dari hukum GayLussac ini dapat runut kesimpulan bahwa hubungan
antara tekanan dan suhu dari gas yang berada pada ruangan tertutup merupakan
hubungan yang sebanding. Jika tekanan dari gas kita naikkan nilainya maka suhu
dari gas juga akan mengalami kenaikan pula. Kita misalkan dalam angka yang
sederhana, jika tekanan gas bernilai 3 Pa dan suhu pada tekanan tersebut adalah
200 kelvin maka pada keadaan kedua dimana tekanannya adalah 9 Pa, suhunya dapat
dipastikan akan bernilai 600 K. Ketiga hukum tersebut berlaku pada kasus-kasus
yang khusus. Seperti ketika kita memompa ban dengan menggunakan pompa biasa,
akan mirip dengan proses isokhorik, karena tabung pompa akan memiliki volume
yang sama. Ketika kita sentuh badan pompa maka akan terasa lebih panas dari sebelum
memompa. Hal ini berarti suhunya mengalami kenaikan. Untuk tekanannya jelas
mengalami kenaikan karena udaranya mengalir menuju ban (fluida bergerak dari
tekanan tinggi menuju tekanan rendah).
Persamaan Gas Ideal
Persamaan gas ideal merupakan gabungan dari beberapa hukum yang
telah dijelaskan di atas. Rumusan ini diperoleh dari eksperimen yang lebih
teliti dan menghasilkan rumusan kesebandingan antara perkalian tekanan dan
volume dengan perkalian massa dengan suhu dari gas pada ruang tertutup. Secara
matematis dirumuskan menjadi:
P x V = m x T
kemudian diketahui lebih lanjut bahwa nilai dari massa adalah
perkalian antara jumlah mol zat dengan konstanta pembanding untuk gas secara
universal yaitu 8, 315 J / (mol x Kelvin). Oleh karena itu, secara matematis dapat
dirumuskan menjadi
P x V = n x R x T
Keterangan dari rumusan di atas adalah:
P adalah tekanan gas dalam ruang tertutup dengan satuan pascal
(Pa)
V adalah volume dari gas tersebut dengan satuan dalam meter
kubik (m^3)
m adalah massa dari gas dengan satuan dalam kilogram (kg)
n adalah jumlah mol dari gas dalam satuan (mol)
R seperti yang dijelaskan di atas adalah konstanta pembanding
gas universal yaitu 8, 315 J / (mol x Kelvin)
T adalah suhu dalam satuan Kelvin (K).
Dengan menggunakan rumusan tersebut kita dapat menghitung
besaran-besaran dari gas dalam ruang tertutup dalam dengan besaran-besaran yang
telah diketahui.
Penutup
Pembahasan di atas merupakan hal dasar yang perlu diketahui oleh
teman-teman sebagai dasar untuk pelajaran yang lebih lanjut. Terutama bagi
teman-teman yang nantinya akan berkutat dengan thermodinamika. Sampai jumpa
dalam artikel berikutnya, jangan lupa di like ya…
Comments
Post a Comment