FILE DOC Suku Bugis : Sejarah, Adat Istiadat, Kebudayaan, Kesenian, Rumah Adat, Dan Bahasa Beserta Pakaian Adatnya Lengkap
Suku Bugis :
Sejarah, Adat Istiadat, Kebudayaan, Kesenian, Rumah Adat, Dan Bahasa Beserta
Pakaian Adatnya Lengkap
Suku Bugis merupakan salah satu suku yang ada dipulau Sulawesi. Suku bugis
sekarang tidak hanya dipulau sulawesi tetapi sudah tersebar di seluruh
Indonesia. Pada kesempatan kali ini disini akan mengulas secara lengkap yang
terdiri dari : Pengertian suku bugis, sejarah suku bugis, adat istiadat suku
bugis, kebudayaan suku bugis, kesenian suku bugis, rumah adat suku bugis,
bahasa suku bugis, beserta pakaian adat suku bugis secara lengkap. Oleh karena
itu marilah simak ulasan yang ada dibawha berikut ini.

Sejarah Suku Bugis
Suku Bugis tergolong ke dalam suku-suku Melayu Deutero. Masuk ke Nusantara
setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan. Kata
“Bugis” berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan “ugi”
merujuk pada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten
Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya,
maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi
atau orang-orang atau pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah
dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayah dari Sawerigading.
Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan beberapa anak
termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar di dunia dengan jumlah
kurang lebih 9000 halaman folio. Sawerigading Opunna Ware (Yang dipertuan di
Ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra I La Galigo dalam tradisi
masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat
Luwuk, Kaili, Gorontalo dan beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti Buton.
Adat Istiadat Suku Bugis
Dalam budaya suku bugis terdapat tiga hal yang bisa memberikan gambaran
tentang budaya orang bugis, yaitu konsep ade, siri na pesse dan simbolisme
orang bugis adalah sarung sutra.
1. Konsep ade
Ade yang dalam bahasa Indonesia adalah adat istiadat. Bagi masyarakat
bugis, ada empat jenis adat yaitu :
- Ade maraja, yang dipakai dikalangan Raja atau para
pemimpin.
- Ade puraonro, yaitu adat yang sudah dipakai
sejak lama di masyarakat secara turun temurun,
- Ade assamaturukeng, peraturan yang ditentukan
melalui kesepakatan.
- Ade abiasang, adat yang dipakai dari dulu
sampai sekarang dan sudah diterapkan dalam masyarakat.
Menurut Lontara Bugis, terdapat lima prinsip dasar dari ade yaitu ade,
bicara, rapang, wari, dan sara. Konsep ini lebih dikenal sebagai pangngadereng.
Ade merupakan manifestasi sikap yang fleksibel terhadap berbagai jenis
peraturan dalam masyarakat. Rapang lebih merujuk pada model tingkah laku yang
baik yang hendaknya diikuti oleh masyarakat. Sedangkan wari adalah aturan
mengenai keturunan dan hirarki masyarakat sara yaitu aturan hukum Islam. Siri memberikan
prinsip yang tegas bagi tingkah laku orang bugis.
Menurut Pepatah orang bugis, hanya orang yang punya siri yang dianggap
sebagai manusia.
Naia tau de’e sirina, de lainna olokolo’e. Siri’ e mitu tariaseng tau. Artinya Barang siapa yang tidak punya siri, maka dia bukanlah siapa-siapa, melainkan hanya seekor binatang.
Namun saat ini adat istiadat tersebut sudah tidak dilakukan lagi dikarenakan pengaruh budaya Islam yang masuk sejak tahun 1600-an
Naia tau de’e sirina, de lainna olokolo’e. Siri’ e mitu tariaseng tau. Artinya Barang siapa yang tidak punya siri, maka dia bukanlah siapa-siapa, melainkan hanya seekor binatang.
Namun saat ini adat istiadat tersebut sudah tidak dilakukan lagi dikarenakan pengaruh budaya Islam yang masuk sejak tahun 1600-an
2. Konsep siri’
Makna “siri” dalam masyarakat bugis sangat begitu berarti sehingga ada
sebuah pepatah bugis yang mengatakan “SIRI PARANRENG, NYAWA PA LAO”, yang
artinya : “Apabila harga diri telah terkoyak, maka nyawa lah bayarannya”.Begitu
tinggi makna dari siri ini hingga dalam masyarakat bugis, kehilangan harga diri
seseorang hanya dapat dikembalikan dengan bayaran nyawa oleh si pihak lawan
bahkan yang bersangkutan sekalipun.
Siri’ Na Pacce secara lafdzhiyah Siri’ berarti : Rasa Malu (harga diri),
sedangkan Pacce atau dalam bahasa Bugis disebu Pesse yang berarti : Pedih/Pedas
(Keras, Kokoh pendirian). Jadi Pacce berarti semacam kecerdasan emosional untuk
turut merasakan kepedihan atau kesusahan individu lain dalam komunitas
(solidaritas dan empati).
Kata Siri’, dalam bahasa Makassar atau Bugis, bermakna “malu”. Sedangkan
Pacce (Bugis: Pesse) dapat berarti “tidak tega” atau “kasihan” atau “iba”.
Struktur Siri’ dalam Budaya Bugis atau Makassar mempunyai empat kategori, yaitu
:
- Siri’ Ripakasiri’, Adalah Siri’ yang berhubungan
dengan harga diri pribadi, serta harga diri atau harkat dan martabat
keluarga. Siri’ jenis ini adalah sesuatu yang tabu dan pantang untuk
dilanggar karena taruhannya adalah nyawa.
- Siri’ Mappakasiri’siri’, Siri’ jenis ini berhubungan
dengan etos kerja. Dalam falsafah Bugis disebutkan, “Narekko degaga
siri’mu, inrengko siri’.” Artinya, kalau Anda tidak punya malu maka
pinjamlah kepada orang yang masih memiliki rasa malu (Siri’). Begitu pula
sebaliknya, “Narekko engka siri’mu, aja’ mumapakasiri’-siri.” Artinya,
kalau Anda punya malu maka jangan membuat malu (malu-maluin).
- Siri’ Tappela’ Siri (Bugis: Teddeng Siri’), Artinya rasa malu seseorang
itu hilang “terusik” karena sesuatu hal. Misalnya, ketika seseorang
memiliki utang dan telah berjanji untuk membayarnya maka si pihak yang
berutang berusaha sekuat tenaga untuk menepati janjinya atau membayar
utangnya sebagaimana waktu yang telah ditentukan (disepakati). Ketika
sampai waktu yang telah ditentukan, jika si berutang ternyata tidak
menepati janjinya, itu artinya dia telah mempermalukan dirinya sendiri.
- Siri’ Mate Siri’, Siri’ yang satu berhubungan
dengan iman. Dalam pandangan orang Bugis/Makassar, orang yangmate
siri’-nya adalah orang yang di dalam dirinya sudah tidak ada rasa malu
(iman) sedikit pun. Orang seperti ini diapakan juga tidak akan pernah
merasa malu, atau yang biasa disebut sebagai bangkai hidup yang hidup.
Guna melengkapi keempat struktur Siri’ tersebut maka Pacce atau Pesse
menduduki satu tempat, sehingga membentuk suatu budaya (karakter) yang dikenal
dengan sebutan Siri’ Na Pacce.
Kebudayaan Suku Bugis
1. Perkawinan ideal menurut adat Bugis Makassar adalah:
- Assialang marola, yaitu perkawinan antara
saudara sepupu sederajat kesatu, baik dari pihak ayah maupun dari pihak
ibu.
- Assialana memang, yaitu perkawinan antara
saudara sepupu sederajat kedua, baik dari pihak ayah maupun dari pihak
ibu.
- Ripanddeppe’ mabelae, yaitu perkawinan antara
saudara sepupu sederajat ketiga, baik dari pihak ayah maupun dari pihak
ibu.
Perkawinan tersebut, walaupun ideal, tidak diwajibkan sehingga banyak pemuda
yang menikah dengan gadis-gadis yang bukan sepupunya.
2. Perkawinan yang dilarang atau sumbang (salimara’) adalah perkawinan
antara:
- Anak dengan ibu atau ayah.
- Saudara sekandung.
- Menantu dan mertua.
- Paman atau bibi dengan kemenakannya.
- Kakek atau nenek dengan cucu.
3. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sebelum perkawinan adalah
- Mappuce-puce, yaitu kunjungan dari keluarga
si laki-laki kepada keluarga si gadis untuk mengadakan peminangan.
- Massuro, yaitu kunjungan dari utusan pihak keluarga
laki-laki kepada keluarga si gadis untuk membicarakan waktu pernikahan,
jenis sunreng (mas kawin), dan sebagainya.
- Maduppa, yaitu pemberitahuan kepada seluruh kaum kerabat
mengenai perkawinan yang akan datang.
Kesenian Suku Bugis
1. Tari Paduppa Bosara
Tari Padupa Bosara merupakan sebuah tarian yang mengambarkan bahwa orang bugis kedatangan atau dapat dikatakan sebagai tari selamat datang dari Suku Bugis. Orang Bugis jika kedtangan tamu senantisa menghidangkan bosara sebagai tanda kehormatan.
Tari Padupa Bosara merupakan sebuah tarian yang mengambarkan bahwa orang bugis kedatangan atau dapat dikatakan sebagai tari selamat datang dari Suku Bugis. Orang Bugis jika kedtangan tamu senantisa menghidangkan bosara sebagai tanda kehormatan.
2. Tari Pakarena
Tari Pakarena Merupakan tarian khas Sulawesi Selatan, Nama Pakarena sendiri di ambil dari bahasa setempat, yaitu karena yang artinya main. Tarian ini pada awalnya hanya dipertunjukkan di istana kerajaan, namun dalam perkembangannya tari Pakarena lebih memasyarakat di kalangan rakyat.
Tari Pakarena Merupakan tarian khas Sulawesi Selatan, Nama Pakarena sendiri di ambil dari bahasa setempat, yaitu karena yang artinya main. Tarian ini pada awalnya hanya dipertunjukkan di istana kerajaan, namun dalam perkembangannya tari Pakarena lebih memasyarakat di kalangan rakyat.
Tari Pakarena memberikan kesan kelembutan. Hal tersebut mencerminkan watak
perempuan yang lembut, sopan, setia, patuh dan hormat pada laki-laki terutama
pada suami. Sepanjang Pertunjukan Tari Pakarena selalu diiringi dengan gerakan lembut
para penarinya sehingga menyulitkan bagi masyarakat awam untuk mengadakan babak
pada tarian tersebut.
3. Tari Ma’badong
Tari Ma’badong hanya diadakan pada saat upacara kematian. Penari membuat lingkaran dengan mengaitkan jari-jari kelingking, Penarinya bisa pria atau bisa wanita. Mereka biasanya berpakaian serba hitam, namun terkadang memakai pakaian bebas karena tarian ini terbuka untuk umum.
Tari Ma’badong hanya diadakan pada saat upacara kematian. Penari membuat lingkaran dengan mengaitkan jari-jari kelingking, Penarinya bisa pria atau bisa wanita. Mereka biasanya berpakaian serba hitam, namun terkadang memakai pakaian bebas karena tarian ini terbuka untuk umum.
Tarian yang hanya diadakan pada upacara kematian ini hanya dilakukan dengan
gerakan langkah yang silih berganti sambil melangtungkan lagu kadong badong.
Lagu tersebut syairnya berisikan riwayat manusia malai dari lahir hingga mati,
agar arwah si Mati diterima di negeri arwah atau alam baka. Tarian Badong
bisanya belansung berjam-jam, sering juga berlansung semalam suntuk.
Tarian Ma’badong bisanya dibawakan hanya pada upacara pemakaman yang
lamanya tiga hari tiga malam khusus bagi kaum bangsawan di daerah Tana Toraja
Sulawesi Selatan.
4. Tarian Pa’gellu
Tari Pagellu merupakan salah satu tarian dari Tana Toraja yang di pentaskan pada acara pesta tambu Tuka, Tarian ini juga dapat ditampilkan untuk menyambut patriot atau pahlawan yang kembali dari medan perang dengan membawa kegembiraan.
Tari Pagellu merupakan salah satu tarian dari Tana Toraja yang di pentaskan pada acara pesta tambu Tuka, Tarian ini juga dapat ditampilkan untuk menyambut patriot atau pahlawan yang kembali dari medan perang dengan membawa kegembiraan.
5. Tari Mabbissu
Tari Mabissu merupakan tarian bissu yang biasanya dipertunjukkan ketika upacara adat. Para penarinya bissu (orang yang kebal) yang selalu mempertontokan kesaktian mereka dalam bentuk tarian komunitas bissu bisa kita jumpai didaerah pangkep sigeri sulawesi selatan.
Tari Mabissu merupakan tarian bissu yang biasanya dipertunjukkan ketika upacara adat. Para penarinya bissu (orang yang kebal) yang selalu mempertontokan kesaktian mereka dalam bentuk tarian komunitas bissu bisa kita jumpai didaerah pangkep sigeri sulawesi selatan.
6. Tari Kipas
Tari kipas Merupakan tarian yang memrtunjukan kemahiran para gadis dalam memainkan kipas dengan gemulai alunan lagu.
Tari kipas Merupakan tarian yang memrtunjukan kemahiran para gadis dalam memainkan kipas dengan gemulai alunan lagu.
7. Gandrang Bulo
Gandrang Bulo merupakan sebuah pertunjukan musik dengan perpaduan tari dan tutur kata. Nama Gandrang bulo sendiri diambil dari perpaduan dua suku kata, yaitu gendang dan bulo, dan jika disatukan berarti gendang dari bambu. Ganrang Bulo merupakan pertunjukan kesenian yang mengungkapkan kritikan dan dikemas dalam bentuk lelucon atau banyolan.
Gandrang Bulo merupakan sebuah pertunjukan musik dengan perpaduan tari dan tutur kata. Nama Gandrang bulo sendiri diambil dari perpaduan dua suku kata, yaitu gendang dan bulo, dan jika disatukan berarti gendang dari bambu. Ganrang Bulo merupakan pertunjukan kesenian yang mengungkapkan kritikan dan dikemas dalam bentuk lelucon atau banyolan.
8. Kecapi
Kecapi Merupakan sala satu alat musik petik tradisional Sulawesi Selatan, khusunya suku Bugis. Baik itu Bugis Makassar ataupun Bugis Mandar. Menurut sejarahnya kecapi ditemukan atau diciptakan oleh seorang pelaut sehingga betuknya menyerupai perahu. Kecapi, biasanya ditampilkan sebagai musik pengiring pada acara penjemputan para tamu pada pesta perkawinan, hajatan, bahkan hiburan pada hari ulang tahun.
Kecapi Merupakan sala satu alat musik petik tradisional Sulawesi Selatan, khusunya suku Bugis. Baik itu Bugis Makassar ataupun Bugis Mandar. Menurut sejarahnya kecapi ditemukan atau diciptakan oleh seorang pelaut sehingga betuknya menyerupai perahu. Kecapi, biasanya ditampilkan sebagai musik pengiring pada acara penjemputan para tamu pada pesta perkawinan, hajatan, bahkan hiburan pada hari ulang tahun.
9. Gendang
Gendang merupakan sala satu alat musik perkusi yang mempunyai dua bentuk dasar, yakni bulat panjang dan bundar mirip seperti rebana.
Gendang merupakan sala satu alat musik perkusi yang mempunyai dua bentuk dasar, yakni bulat panjang dan bundar mirip seperti rebana.
10. Suling
Suling bambu terdiri dari tiga jenis, yaitu:
Suling bambu terdiri dari tiga jenis, yaitu:
- Suling
Panjang (Suling Lampe) yang memiliki lima lubang nada dan jenis
suling ini telah punah.
- Suling
calabai (siling ponco) suling jenis ini sering dipadukan dengan biola,
kecapi dan dimainkan bersama penyanyi.
- Suling
dupa Samping (musik bambu) musik bambu masih sangat terpelihara biasanya
digunakan pada acara karnaval atau acara penjemputan tamu.
Rumah Adat Suku Bugis
Setiap budaya memiliki Ciri Khas Rumah Adatnya Masing-masing. Begitu Pula
Dengan Bugis, rumah adat bugis itu terdiri dari tiga Bagian. Yang Dimana
Kepercayaan Tersebut terdiri atas :
1. Boting Langiq (Perkawinan Di langit yang Dilakukan Oleh We Tenriabeng)
2. Ale Kawaq (Di bumi. Keadaan-keadaan yang terjadi Dibumi)
3. Buri Liu (Peretiwi/Dunia Bawah Tanah/Laut) yang masih mempercayai bahwa
1. Boting Langiq (Perkawinan Di langit yang Dilakukan Oleh We Tenriabeng)
2. Ale Kawaq (Di bumi. Keadaan-keadaan yang terjadi Dibumi)
3. Buri Liu (Peretiwi/Dunia Bawah Tanah/Laut) yang masih mempercayai bahwa
Rumah ini bisa berdiri tampa mengunakan satu paku pun orang daluhu kala
mengantikan Fungsi Paku Besi menjadi Paku Kayu.
Rumah adat suku Bugis Makassar dapat di bedakan berdasarkan status sosial
orang yang menempatinya,
- Rumah
Saoraja (Sallasa) berarti rumah besar yang di tempati oleh
keturunan raja (kaum bangsawan)
- bola adalah rumah yang di
tempati oleh rakyat biasa.
Tipologi kedua rumah ini adalah sama-sama rumah panggung, lantainya
mempunyai jarak tertentu dengan tanah, bentuk denahnya sama yaitu empat persegi
panjang. Perbedaannya adalah saoraja dalam ukuran yang lebih luas begitu juga
dengan tiang penyangganya, atap berbentuk prisma sebagai penutup bubungan yang
biasa di sebut timpak laja yang bertingkat-tingkat antara tiga sampai lima
sesuai dengan kedudukan penghuninya.
Rumah adat suku bugis baik saoraja maupun bola terdiri atas tiga bagian :
Awa bola ialah kolong yang terletak pada bagian bawah, yakni antara lantai
dengan tanah. Kolong ini biasa pada zaman dulu dipergunakan untuk menyimpan
alat pertanian, alat berburu, alat untuk menangkap ikan dan hewan-hewan
peliharaan yang di pergunakan dalam pertanian. Alle bola ialah badan rumah yang
terdiri dari lantai dan dinding yang terletak antara lantai dan loteng. Pada bagian
ini terdapat ruangan-ruangan yang dipergunakan dalam aktivitas sehari-hari
seperti menerima tamu, tidur, bermusyawarah, dan berbagai aktifitas lainnya.
Badan rumah tediri dari beberapa bagian rumah seperti: · lotang risaliweng,
Pada bagian depan badan rumah di sebut yang berfungsi sebagai ruang menerima
tamu, ruang tidur tamu, tempat bermusyawarah, tempat menyimpan benih, tempat
membaringkan mayat sebelum dibawa ke pemakaman. Lotang ritenggah atau Ruang
tengah, berfungsi sebagai tempat tidur kepala keluarga bersama isteri dan
anak-anaknya yang belum dewasa, hubungan social antara sesame anggota keluarga
lebih banyak berlangsung disini. ·
Lontang rilaleng atau ruang belakang, merupakan merupakan tempat tidur anak
gadis atau orang tua usia lanjut, dapur juga di tempatkan pada ruangan ini yang
dinamakan dapureng atau jonghe. ·
Rakkeang ialah loteng yang berfungsi sebagai tempat menyimpan hasil
pertanian seperti padi, jagung, kacang dan hasil perkebunan lainnya.
Sebagaimana halnya unsur-unsur kebudayaan lainnya maka teknologi arsitektur
tradisionalpun senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan.
Hal ini juga
mempengaruhi arsitektur tradisional suku bangsa bugis antara lain bola ugi yang
dulunya berbentuk rumah panggung sekarang banyak yang di ubah menjadi rumah
yang berlantai batu. Agama Islam juga memberi pengaruh kepada letak dari bagian
rumah sekarang yang lebih banyak berorientasi ke Kabah yang merupakan qiblat
umat Isalam di seluruh dunia. Hal tersebut di karenakan budaya Islam telah
membudaya di kalangan masyarakat bugis makassar, symbol-simbol yang dulunya di
pakai sebagai pengusir mahluk halus yang biasanya diambil dari dari jenis
tumbuh-tumbuhan dan binatang tertentu dig anti dengan tulisan dari ayat-ayat
suci Al-Qur’an
Bahasa Suku Bugis
Etnik Bugis mempunyai bahasa tersendiri dikenali sebagai Bahasa Bugis (Ugi)
Konsonan di dalam Ugi pula di kenali sebagai Lontara yang berdasarkan tulisan Brahmi. Orang Bugis mengucapkan bahasa Ugi dan telah memiliki kesusasteraan tertulis sejak berabad-abad lamanya dalam bentuk lontar. Huruf yang dipakai adalah aksara lontara, sebuah sistem huruf yang berasal dari Sanskerta.
Konsonan di dalam Ugi pula di kenali sebagai Lontara yang berdasarkan tulisan Brahmi. Orang Bugis mengucapkan bahasa Ugi dan telah memiliki kesusasteraan tertulis sejak berabad-abad lamanya dalam bentuk lontar. Huruf yang dipakai adalah aksara lontara, sebuah sistem huruf yang berasal dari Sanskerta.
Seperti halnya dengan wujud-wujud kebudayaan lainnya. Penciptaan tulisan
pun diciptakan karena adanya kebutuhan manusia untuk mengabdikan hasil-hasil
pemikiran mereka. Kata lontaraq berasal dari Bahasa Bugis/Makassar yang berarti
daun lontar. Karena pada awalnya tulisan tersebut di tuliskan diatas daun
lontar. Tiap-tiap daun lontar disambungkan dengan memakai benang lalu digulung
pada jepitan kayu, yang bentuknya mirip gulungan pita kaset.
Cara membacanya dari kiri kekanan.
Lontara Bugis-Makassar merupakan sebuah huruf yang sakral bagi masyarakat bugis klasik. Huruf lontara tidak hanya digunakan oleh masyarakat bugis tetapi huruf lontara juga digunakan oleh masyarakat makassar.
Lontara Bugis-Makassar merupakan sebuah huruf yang sakral bagi masyarakat bugis klasik. Huruf lontara tidak hanya digunakan oleh masyarakat bugis tetapi huruf lontara juga digunakan oleh masyarakat makassar.
Contoh pemakaian bahasa Bugis: “Makan ma’ki (silakan Anda makan)”.
“Aga tapigau?”( apa yang sedang anda lakukan?). Adapun partikel-partikel yang biasa digunakan dalam bahasa bugis-Makassar seperti ji, mi, pi, mo, ma’, di’, tonji, tawwa, pale. Contoh penggunaannya misalnya : “tidak papa ji.” (tidak apa-apa).
“Aga tapigau?”( apa yang sedang anda lakukan?). Adapun partikel-partikel yang biasa digunakan dalam bahasa bugis-Makassar seperti ji, mi, pi, mo, ma’, di’, tonji, tawwa, pale. Contoh penggunaannya misalnya : “tidak papa ji.” (tidak apa-apa).
Pakaian Suku Bugis
Baju Bodo adalah pakaian adat suku Bugis dan diperkirakan sebagai salah
satu busana tertua di dunia. Perkiraan itu didukung oleh sejarah kain Muslim
yang menjadi bahan dasar baju bodo. Jenis kain yang dikenal dengan sebutan kain
Muslin (Eropa), Maisolos (Yunani Kuno), Masalia (India Timur), atau Ruhm (Arab)
pertama kali diperdagangkan di kota Dhaka, Bangladesh. Hal ini merujuk pada
catatan seorang pedagang Arab bernama Sulaiman pada abad ke-19. Sementara pada
tahun 1298, dalam buku yang berjudul “The Travel of Marco Polo”, Marco Polo
menggambarkan kalau kain Muslim dibuat di Mosul (Irak) dan diperdagangkan oleh
pedagang yang disebut Musolini.
Namun kain yang ditenun dari pilinan kapas yang dijalin dengan benang katun
ini sudah lebih dahulu dikenal oleh masyarakat Sulawesi Selatan, yakni pada
pertengahan abad ke-9, jauh sebelum masyarakat Eropa yang baru mengenalnya pada
abad ke-17, dan populer di Perancis pada abad ke-18. Kain Muslim memiliki
rongga-rongga dan jarak benang-benangnya yang renggang membuatnya terlihat
transparan dan cocok dipakai di daerah tropis dan daerah-daerah yang beriklim
panas.
Sesuai dengan namanya “bodo” yang berarti pendek, baju ini memang berlengan
pendek. Dahulu Baju Bodo dipakai tanpa baju dalaman sehingga memperlihatkan
payudara dan lekuk-lekuk dada pemakainya, dan dipadukan dengan sehelai sarung
yang menutupi bagian pinggang ke bawah badan. Namun seiring dengan masuknya
pengaruh Islam di daerah ini, baju yang tadinya memperlihatkan aurat pun
mengalami perubahan. Busana transparan ini kemudian dipasangkan dengan baju dalaman
berwarna sama, namun lebih terang. Sedangkan busana bagian bawahnya berupa
sarung sutera berwarna senada.
RUMAH ADAT SUKU BUGIS
Gmbr:
ilustrasi Rumah Suku Bugis
sumber: portalbugis.com |
Rumah adat suku Bugis dapat
di bedakan berdasarkan status sosial orang yang menempatinya, beberapa di
antaranya :
·
Saoraja
(Sallasa) berarti rumah besar yang di tempati oleh keturunan raja (kaum
bangsawan) dan
Tipologi
kedua rumah ini adalah sama-sama rumah panggung, lantainya mempunyai jarak
tertentu dengan tanah, bentuk denahnya sama yaitu empat persegi panjang.
Perbedaannya adalah saoraja dalam ukuran yang lebih luas
begitu juga dengan tiang penyangganya, atap berbentuk prisma sebagai penutup
bubungan yang biasa di sebut timpak laja yang bertingkattingkat antara tiga
sampai lima sesuai dengan kedudukan penghuninya.
Rumah bugis sebenarnya tahan gempa dan banjir. Karena
Rumah bugis yang sebenarnya menggunakan parelepang (fattoppo dan fadongko) yang
tidak disambung. Karena struktur kayu yang tidak disambung dapat meredam
getaran hingga getaran yang frekuensinya tinggi. Namun sekarang mencari kayu
yang sangat panjang sangatlah sulit, sehingga parelepang diganti dengan pattolo
(ukurannya lebih kecil).
Jadi, kalau tinggal di daerah rawan gempa, Rumah bugis
adalah solusi yang tepat agar rumah Anda tidak terporaporandakan gempa. Begitu
juga dengan banjir, asal banjirnya tidak melebihi 2 meter dan pondasinya tidak
mudah terbawa arus.
Rumah Bugis Tradisional merupakan contoh model rumah Asia
tenggara yaitu rumah panggung dari kayu, yang atapnya berlereng dua dan
kerangkanya berbentuk huruf ”H” terdiri dari tiang dan balok yang dirakit tanpa
pasak atau paku, Tianglah yang menopang lantai dan atap sedangkan dinding hanya
diikat pada tiang luar.
Karakteristik fisik itu, yang membuat model rumah itu
mudah dibongkar atau malah dipindahkan merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan pemukiman orang bugis sering kali berpindah dan tidak terpusat pada
suatu pemukiman permanen.
Rumah bugis memiliki keunikan tersendiri, dibandingkan
dengan rumah panggung dari suku yang lain ( Sumatera dan Kalimantan ).
Bentuknya biasanya memanjang ke belakang, dengan tanbahan disamping bangunan
utama dan bagian depan (orang bugis menyebutnya lego lego)
Bagaimana sebenarnya arsitektur dari rumah
panggung khas bugis ini? Berikut adalah bagian bagiannya utamanya :
1. Alliri (Tiang)
Model rumah bugis pada mulanya hanya diperuntukkan bagi
kalangan bangsawan. Misalnya, hanya mereka yang boleh menggunakan tiang segi
empat atau segi delapan, sedangkan orang biasa hanya boleh menggunakan tiang
bundar. Tiang rumah (alliri) bertumpu di atas tanah dan berdiri hingga ke
loteng serta menopang berat atap. Tetapi sekarang, makin banyak rumah besar
yang tiangnya tidak di ditanam lagi, tetapi ditumpukan di atas pondasi batu.
Biasanya terdiri dari 4 batang setiap barisnya. jumlahnya tergantung jumlah
ruangan yang akan dibuat. tetapi pada umumnya, terdiri dari 3 / 4 baris alliri.
Jadi totalnya ada 12
2. Awa Bola ( Kolong Rumah )
Awa bola ialah kolong yang terletak pada bagian bawah,
yakni antara lantai dengan tanah. Kolong ini biasa pada zaman dulu dipergunakan
untuk menyimpan alat pertanian, alat berburu, alat untuk menangkap ikan dan
hewanhewan peliharaan yang di pergunakan dalam pertanian.
3. Arateng dan Ware’ ( Penyangga Lantai dan
Penyangga Loteng )
Pada setiap tiang dibuat lubang segi empat untuk
menyisipkan balok pipih penyangga lantai (arateng) dan balok pipih penyangga
loteng (ware’), yang menghubungkan panjang rangka rumah. Dahulu, rumah yang
tiangnya ditanam tidak menggunakan balok penyangga loteng, dan balok penyangga
lantai tidak disisipkan pada tiang, tetapi diikat.
4. Ale Bola ( Badan Rumah )
Ale bola ialah badan rumah yang terdiri dari lantai dan
dinding yang terletak antara lantai dan loteng. Pada bagian ini terdapat
ruanganruangan yang dipergunakan dalam aktivitas seharihari seperti menerima
tamu, tidur, bermusyawarah, dan berbagai aktifitas lainnya. Badan rumah tediri
dari beberapa bagian rumah seperti: Lotang risaliweng, Pada bagian depan badan
rumah di sebut yang berfungsi sebagai ruang menerima tamu, ruang tidur tamu,
tempat bermusyawarah, tempat menyimpan benih, tempat membaringkan mayat sebelum
dibawa ke pemakaman.
5. Posi’ Bola ( Pusat Rumah )
Rumah Bugis memiliki struktur dasar yang terdiri atas 3
kali 3 tiang (3 barisan tiang memanjang dan 3 baris melebar) berbentuk persegi
empat dengan satu tiang ditiap sudutnya, dan pada setiap sisi terdapat satu
tiang tengah, serta tepat di tengah persilangan panjang dan lebar terdapat
tiang yang disebut ”pusat rumah”(posi bola). Umumnya, rumah orang biasa terdiri
atas empat tiang untuk panjang dan empat untuk lebar rumah.
6. Timpa’ Laja
Berbagai ciri khas juga ditambahkan pada rumahrumah
kalangan bangsawan tinggi untuk menunjukkan status sosial mereka. Ciri paling
menonjol adalah jumlah bilah papan yang menyusun dinding bagian muka atap rumah
(timpa’ laja’, dari bahasa Melayu tebar layar): Dua lapis untuk tau deceng,
Tiga untuk ana’cera’, lima untuk ana’ ma’tola,dan tujuh untuk penguasa
kerajaankerajaan utama bugis,luwu’,bone, wajo’,soppeng, dan sidenreng.
Sementara itu, hanya golongan ana’ cera’ ke atas yang berhak menggunakan tangga
yang naik membujur.
7. Addengeng (Tangga)
Sementara itu, hanya golongan ana’ cera’ ke atas yang
berhak menggunakan tangga yang naik membujur. Dan hanya kalangan bangsawan
tertinggi boleh menggunakan tangga berupa latar miring tanpa anak tangga,
terbuat dari bilabila bambu yang, notabene, sangat licin dan disebut sapana (
bahasa Sansekerta yang mungkin diadopsi lewat bahasa Melayu: Sopana ’tangga’).
8. Tamping
Pada sisi panjang (bagian samping badan rumah) biasanya
ditambahkan tamping, yakni semacam serambi memanjang yang lantainya sedikit
lebih rendah, dengan atap tersendiri; pintu masuk bagian depan berada di ujung
depan tamping dan jika ruang dapur tidak terpisah dapurnya berada di ujung di
belakang tamping. Kalaupun ada tambahan lain, dengan rancangan lebih kompleks,
bentuk segi empat tetap jadi pola dasar.
9. Rakkeang (
Langit-langit )
Rakkeang, adalah bagian
diatas langit-langit(eternit). Dahulu biasanya digunakan untuk menyimpan padi
yang baru di panen.
10. Anjong
Selain sebagai hiasan rumah,
anjong juga memiliki makna tertentu bagi orang bugis. Anjong merupakan salah
satu ciri khas orang bugis, dimana pada rumah orang bangsawan memiliki lebih
dari dua anjong. Sedangkan anjong pada rumah orang biasa tidak lebih dari
dua.
Pada dasarnya, rumah
tersebut memiliki atap (pangate’) dua latar dengan sebuah bubungan lurus
(alekke’), yang berbeda dengan bubungan lengkung yang terdapat pada rumah
toraja, Batak, dan Minangkabau, serta pada rumah Jawa. Dindingnya (renring)
terbuat dari bahan ringan, sementara lantainya (salima) berjarak sekitar 2meter
/ kadangkadang lebih dari permukaan tanah dan kolong rumah (awa bola) biasanya
dibiarkan terbuka.
Tarian Khas Bugis
1. Tari Gandrang
Bulo

Tari Gandrang bulo ini
dimainkan oleh beberapa laki-laki. tarian ini biasanya dimainkan dalam
kegiatan-kegiatan rakyat Makassar. Tak ada gerakan baku dalam tarian ini. yang
pasti para penari akan berputar-putar melakonkan beberapa gerakan jenaka demi
mengundang Tawa Penonton Seperti Melakonkan Gerakan seperti kera, Gerakan
Pincang (Keppang dalam bahasa Makassar). dan lain-lain. Sangat
menarik menyaksikan tarian ini. Daeng pernah ikut penampilan tarian seperti ini
dan daeng sangat bangga menjadi bagiannya.
2. Tari Pakarena

Tarian
Pakarena adalah tarian tradisional
dari Sulawesi Selatan yang diiringi oleh 2 (dua) kepala drum (gandrang) dan
sepasang instrument alat semacam suling (puik-puik). Selain tari pakarena yang
selama ini dimainkan oleh maestro tari pakarena Maccoppong Daeng Rannu (alm) di
kabupaten Gowa, juga ada jenis tari pakarena lain yang berasal dari Kabupaten
Kepulauan Selayar yaitu “Tari Pakarena Gantarang”. Disebut sebagai Tari
Pakarena Gantarang karena tarian ini berasal dari sebuah perkampungan yang
merupakan pusat kerajaan di Pulau Selayar pada masa lalu yaitu Gantarang Lalang
Bata. Tarian yang dimainkan oleh empat orang penari perempuan ini pertama kali
ditampilkan pada abad ke 17 tepatnya tahun 1903 saat Pangali Patta Raja
dinobatkan sebagai Raja di Gantarang Lalang Bata.
Tak
mengherankan jika gerakan dari tarian ini sangat artistik dan sarat makna,
halus bahkan sangat sulit dibedakan satu dengan yang lainnya. Tarian ini
terbagi dalam 12 bagian. Setiap gerakan memiliki makna khusus. Posisi duduk,
menjadi pertanda awal dan akhir Tarian Pakarena. Gerakan berputar mengikuti
arah jarum jam, menunjukkan siklus kehidupan manusia. Sementara gerakan naik
turun, tak ubahnya cermin irama kehidupan. Aturan mainnya, seorang penari
Pakarena tidak diperkenankan membuka matanya terlalu lebar. Demikian pula
dengan gerakan kaki, tidak boleh diangkat terlalu tinggi. Hal ini berlaku
sepanjang tarian berlangsung yang memakan waktu sekitar dua jam. Tari Pakarena
Gantarang diiringi alat music berupa gendang, kannong-kannong, gong, kancing
dan pui-pui. Sedangkan kostum dari penarinya adalah, baju pahang (tenunan
tangan), lipa’ sa’be (sarung sutra khas Sulawesi Selatan), dan
perhiasan-perhiasan khas Kabupaten Selayar
3. Tari Paduppa Bosara

Tari
Paduppa Bosara sering ditarikan pada setiap acara penting untuk menyambut raja
dengan suguhan kue-kue sebanyak dua kasera. Tarian ini juga sering ditarikan
saat menyambut tamu agung, pesta adat dan pesta perkawinan. Ini menggambarkan
bahwa suku Bugis jika kedatangan tamu akan senantiasa menghidangkan bosara
sebagai tanda syukur dan penghormatan.
Budaya
Bosara merupakan peninggalan budaya khas Sulawesi Selatan dari jaman kerajaan
dulu, khusunya kerajaan Gowa dan kerajaan Bone.
Kata
bosara tidak terlepas dari kue-kue tradisional sebagai hal yang saling
melengkapi. Bosara merupakan piring khas suku Bugis-Makasar di Sulawesi
Selatan. Biasanya Bosara diletakan ditengah meja dalam acara tertentu, terutama
dalam acara tradisional yang sarat dengan nilai-nilai budaya. Bosara
terbuatdari besi dengan tutupan seperti kobokan besar, yang dibalut kain
berwarna terang, yang diberi ornamen kembang keemasan di sekelilingnya.
Menyebut
Bosara sebenarnya meliputi satu kesatuan yaitu piring, yang diatasnya diberi
alas kain rajutan dari wol, lalu diatasnya diletakan piring sebagai tempat kue
dan diberi penutup Bosara. Kue-kue yang biasanya disajikan dengan menggunakan
bosara adalah kue cucur, brongko, kue lapis, biji nangka dan sebagainya, yang
umumnya terbuat dari tepung beras. Dan berbagai kue kering seperti
banag-banang, umba-umba, rook-roko, dan berbagai macam kue putu. Kue tersebut
biasanya disajikan dalam acara-acara adat.
Kuliner
Khas Masyarakat Bugis Yang Wajib Kamu Coba
Tiap suku
pastinya memiliki kebiasaan yang berbeda-beda pula, mulai dari adat yang
berkembang, kuliner, dan lain-lain.
1. Coto Makassar

Makanan khas ini tidak hanya popular di kota Makassar
saja loh, tapi di semua penjuru nusantara juga. Tidak lengkap rasanya jika
berkunjung ke Makassar namun belum mencicipi kuliner ini.
2. Sop Konro

Sop Konro terdiri dari Iga sapi ataupun daging sapi
yang direbus bersama dengan rempah-rempah lainnya seperti kayu manis, air asam
jawa, dan masih banyak rempah lainnya. Warna gelap sop konro menjadi ciri
khasnya. Warna hitam tersebut didapatkan dari buah kluwak.
3. Sop Saudara

Makanan khas kabupaten Pangkep ini sangat nikmat
dinikmati dengan sepiring nasi hangat. Dari namanya mungkin terlihat biasa,
namun sop saudara
berbeda dengan sop sayur biasanya. Rempah-rempah yang digunakan lebih banyak
sehingga lebih gurih.
4. Es Palu Butung

Siang-siang nikmatnya makan es biar badan jadi adem
lagi. Es Palu Butung ini
terdiri dari pisang hijau yang di iris-iris dan dicampur krim berwarna putih.
5. Pisang Epe’

Kuliner satu ini merupakan primadona bagi para traveler
jika berkunjung ke kota Bugis. Pisang kepok yang dibakar di atas bara api
kemudian dibolak-balik sampai mengeluarkan aroma harum. Kemudian pisang di
tekan sampai pipih lalu dibakar lagi, dan diberi toping gula merah dan air daun
pandan.
Comments
Post a Comment