FILE DOC Suku Bugis : Sejarah, Adat Istiadat, Kebudayaan, Kesenian, Rumah Adat, Dan Bahasa Beserta Pakaian Adatnya Lengkap


Suku Bugis : Sejarah, Adat Istiadat, Kebudayaan, Kesenian, Rumah Adat, Dan Bahasa Beserta Pakaian Adatnya Lengkap
Suku Bugis merupakan salah satu suku yang ada dipulau Sulawesi. Suku bugis sekarang tidak hanya dipulau sulawesi tetapi sudah tersebar di seluruh Indonesia. Pada kesempatan kali ini disini akan mengulas secara lengkap yang terdiri dari : Pengertian suku bugis, sejarah suku bugis, adat istiadat suku bugis, kebudayaan suku bugis, kesenian suku bugis, rumah adat suku bugis, bahasa suku bugis, beserta pakaian adat suku bugis secara lengkap. Oleh karena itu marilah simak ulasan yang ada dibawha berikut ini.
Description: Hasil gambar untuk suku bugis
Sejarah Suku Bugis
Suku Bugis tergolong ke dalam suku-suku Melayu Deutero. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan. Kata “Bugis” berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan “ugi” merujuk pada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang atau pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayah dari Sawerigading. Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar di dunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio. Sawerigading Opunna Ware (Yang dipertuan di Ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra I La Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat Luwuk, Kaili, Gorontalo dan beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti Buton.

Adat Istiadat Suku Bugis
Dalam budaya suku bugis terdapat tiga hal yang bisa memberikan gambaran tentang budaya orang bugis, yaitu konsep ade, siri na pesse dan simbolisme orang bugis adalah sarung sutra.
1. Konsep ade
Ade yang dalam bahasa Indonesia adalah adat istiadat. Bagi masyarakat bugis, ada empat jenis adat yaitu :
  • Ade maraja, yang dipakai dikalangan Raja atau para pemimpin.
  • Ade puraonro, yaitu adat yang sudah dipakai sejak lama di masyarakat secara turun temurun,
  • Ade assamaturukeng, peraturan yang ditentukan melalui kesepakatan.
  • Ade abiasang, adat yang dipakai dari dulu sampai sekarang dan sudah diterapkan dalam masyarakat.
Menurut Lontara Bugis, terdapat lima prinsip dasar dari ade yaitu ade, bicara, rapang, wari, dan sara. Konsep ini lebih dikenal sebagai pangngadereng. Ade merupakan manifestasi sikap yang fleksibel terhadap berbagai jenis peraturan dalam masyarakat. Rapang lebih merujuk pada model tingkah laku yang baik yang hendaknya diikuti oleh masyarakat. Sedangkan wari adalah aturan mengenai keturunan dan hirarki masyarakat sara yaitu aturan hukum Islam. Siri memberikan prinsip yang tegas bagi tingkah laku orang bugis.
Menurut Pepatah orang bugis, hanya orang yang punya siri yang dianggap sebagai manusia.
Naia tau de’e sirina, de lainna olokolo’e. Siri’ e mitu tariaseng tau. Artinya Barang siapa yang tidak punya siri, maka dia bukanlah siapa-siapa, melainkan hanya seekor binatang.
Namun saat ini adat istiadat tersebut sudah tidak dilakukan lagi dikarenakan pengaruh budaya Islam yang masuk sejak tahun 1600-an
2. Konsep siri’
Makna “siri” dalam masyarakat bugis sangat begitu berarti sehingga ada sebuah pepatah bugis yang mengatakan “SIRI PARANRENG, NYAWA PA LAO”, yang artinya : “Apabila harga diri telah terkoyak, maka nyawa lah bayarannya”.Begitu tinggi makna dari siri ini hingga dalam masyarakat bugis, kehilangan harga diri seseorang hanya dapat dikembalikan dengan bayaran nyawa oleh si pihak lawan bahkan yang bersangkutan sekalipun.
Siri’ Na Pacce secara lafdzhiyah Siri’ berarti : Rasa Malu (harga diri), sedangkan Pacce atau dalam bahasa Bugis disebu Pesse yang berarti : Pedih/Pedas (Keras, Kokoh pendirian). Jadi Pacce berarti semacam kecerdasan emosional untuk turut merasakan kepedihan atau kesusahan individu lain dalam komunitas (solidaritas dan empati).
Kata Siri’, dalam bahasa Makassar atau Bugis, bermakna “malu”. Sedangkan Pacce (Bugis: Pesse) dapat berarti “tidak tega” atau “kasihan” atau “iba”. Struktur Siri’ dalam Budaya Bugis atau Makassar mempunyai empat kategori, yaitu :
  • Siri’ Ripakasiri’, Adalah Siri’ yang berhubungan dengan harga diri pribadi, serta harga diri atau harkat dan martabat keluarga. Siri’ jenis ini adalah sesuatu yang tabu dan pantang untuk dilanggar karena taruhannya adalah nyawa.
  • Siri’ Mappakasiri’siri’, Siri’ jenis ini berhubungan dengan etos kerja. Dalam falsafah Bugis disebutkan, “Narekko degaga siri’mu, inrengko siri’.” Artinya, kalau Anda tidak punya malu maka pinjamlah kepada orang yang masih memiliki rasa malu (Siri’). Begitu pula sebaliknya, “Narekko engka siri’mu, aja’ mumapakasiri’-siri.” Artinya, kalau Anda punya malu maka jangan membuat malu (malu-maluin).
  • Siri’ Tappela’ Siri (Bugis: Teddeng Siri’), Artinya rasa malu seseorang itu hilang “terusik” karena sesuatu hal. Misalnya, ketika seseorang memiliki utang dan telah berjanji untuk membayarnya maka si pihak yang berutang berusaha sekuat tenaga untuk menepati janjinya atau membayar utangnya sebagaimana waktu yang telah ditentukan (disepakati). Ketika sampai waktu yang telah ditentukan, jika si berutang ternyata tidak menepati janjinya, itu artinya dia telah mempermalukan dirinya sendiri.
  • Siri’ Mate Siri’, Siri’ yang satu berhubungan dengan iman. Dalam pandangan orang Bugis/Makassar, orang yangmate siri’-nya adalah orang yang di dalam dirinya sudah tidak ada rasa malu (iman) sedikit pun. Orang seperti ini diapakan juga tidak akan pernah merasa malu, atau yang biasa disebut sebagai bangkai hidup yang hidup.

Guna melengkapi keempat struktur Siri’ tersebut maka Pacce atau Pesse menduduki satu tempat, sehingga membentuk suatu budaya (karakter) yang dikenal dengan sebutan Siri’ Na Pacce.

Kebudayaan Suku Bugis
1. Perkawinan ideal menurut adat Bugis Makassar adalah:
  • Assialang marola, yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat kesatu, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.
  • Assialana memang, yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat kedua, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.
  • Ripanddeppe’ mabelae, yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat ketiga, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.
Perkawinan tersebut, walaupun ideal, tidak diwajibkan sehingga banyak pemuda yang menikah dengan gadis-gadis yang bukan sepupunya.
2. Perkawinan yang dilarang atau sumbang (salimara’) adalah perkawinan antara:
  • Anak dengan ibu atau ayah.
  • Saudara sekandung.
  • Menantu dan mertua.
  • Paman atau bibi dengan kemenakannya.
  • Kakek atau nenek dengan cucu.
3. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sebelum perkawinan adalah
  • Mappuce-puce, yaitu kunjungan dari keluarga si laki-laki kepada keluarga si gadis untuk mengadakan peminangan.
  • Massuro, yaitu kunjungan dari utusan pihak keluarga laki-laki kepada keluarga si gadis untuk membicarakan waktu pernikahan, jenis sunreng (mas kawin), dan sebagainya.
  • Maduppa, yaitu pemberitahuan kepada seluruh kaum kerabat mengenai perkawinan yang akan datang.

Kesenian Suku Bugis
1. Tari Paduppa Bosara
Tari Padupa Bosara merupakan sebuah tarian yang mengambarkan bahwa orang bugis kedatangan atau dapat dikatakan sebagai tari selamat datang dari Suku Bugis. Orang Bugis jika kedtangan tamu senantisa menghidangkan bosara sebagai tanda kehormatan.
2. Tari Pakarena
Tari Pakarena Merupakan tarian khas Sulawesi Selatan, Nama Pakarena sendiri di ambil dari bahasa setempat, yaitu karena yang artinya main. Tarian ini pada awalnya hanya dipertunjukkan di istana kerajaan, namun dalam perkembangannya tari Pakarena lebih memasyarakat di kalangan rakyat.
Tari Pakarena memberikan kesan kelembutan. Hal tersebut mencerminkan watak perempuan yang lembut, sopan, setia, patuh dan hormat pada laki-laki terutama pada suami. Sepanjang Pertunjukan Tari Pakarena selalu diiringi dengan gerakan lembut para penarinya sehingga menyulitkan bagi masyarakat awam untuk mengadakan babak pada tarian tersebut.
3. Tari Ma’badong
Tari Ma’badong hanya diadakan pada saat upacara kematian. Penari membuat lingkaran dengan mengaitkan jari-jari kelingking, Penarinya bisa pria atau bisa wanita. Mereka biasanya berpakaian serba hitam, namun terkadang memakai pakaian bebas karena tarian ini terbuka untuk umum.
Tarian yang hanya diadakan pada upacara kematian ini hanya dilakukan dengan gerakan langkah yang silih berganti sambil melangtungkan lagu kadong badong. Lagu tersebut syairnya berisikan riwayat manusia malai dari lahir hingga mati, agar arwah si Mati diterima di negeri arwah atau alam baka. Tarian Badong bisanya belansung berjam-jam, sering juga berlansung semalam suntuk.
Tarian Ma’badong bisanya dibawakan hanya pada upacara pemakaman yang lamanya tiga hari tiga malam khusus bagi kaum bangsawan di daerah Tana Toraja Sulawesi Selatan.
4. Tarian Pa’gellu
Tari Pagellu merupakan salah satu tarian dari Tana Toraja yang di pentaskan pada acara pesta tambu Tuka, Tarian ini juga dapat ditampilkan untuk menyambut patriot atau pahlawan yang kembali dari medan perang dengan membawa kegembiraan.

5. Tari Mabbissu
Tari Mabissu merupakan tarian bissu yang biasanya dipertunjukkan ketika upacara adat. Para penarinya bissu (orang yang kebal) yang selalu mempertontokan kesaktian mereka dalam bentuk tarian komunitas bissu bisa kita jumpai didaerah pangkep sigeri sulawesi selatan.
6. Tari Kipas
Tari kipas Merupakan tarian yang memrtunjukan kemahiran para gadis dalam memainkan kipas dengan gemulai alunan lagu.
7. Gandrang Bulo
Gandrang Bulo merupakan sebuah pertunjukan musik dengan perpaduan tari dan tutur kata. Nama Gandrang bulo sendiri diambil dari perpaduan dua suku kata, yaitu gendang dan bulo, dan jika disatukan berarti gendang dari bambu. Ganrang Bulo merupakan pertunjukan kesenian yang mengungkapkan kritikan dan dikemas dalam bentuk lelucon atau banyolan.
8. Kecapi
Kecapi Merupakan sala satu alat musik petik tradisional Sulawesi Selatan, khusunya suku Bugis. Baik itu Bugis Makassar ataupun Bugis Mandar. Menurut sejarahnya kecapi ditemukan atau diciptakan oleh seorang pelaut sehingga betuknya menyerupai perahu. Kecapi, biasanya ditampilkan sebagai musik pengiring pada acara penjemputan para tamu pada pesta perkawinan, hajatan, bahkan hiburan pada hari ulang tahun.
9. Gendang
Gendang merupakan sala satu alat musik perkusi yang mempunyai dua bentuk dasar, yakni bulat panjang dan bundar mirip seperti rebana.
10. Suling
Suling bambu terdiri dari tiga jenis, yaitu:
  • Suling Panjang (Suling Lampe) yang memiliki lima lubang nada dan jenis suling ini telah punah.
  • Suling calabai (siling ponco) suling jenis ini sering dipadukan dengan biola, kecapi dan dimainkan bersama penyanyi.
  • Suling dupa Samping (musik bambu) musik bambu masih sangat terpelihara biasanya digunakan pada acara karnaval atau acara penjemputan tamu.

Rumah Adat Suku Bugis
Setiap budaya memiliki Ciri Khas Rumah Adatnya Masing-masing. Begitu Pula Dengan Bugis, rumah adat bugis itu terdiri dari tiga Bagian. Yang Dimana Kepercayaan Tersebut terdiri atas :
1. Boting Langiq (Perkawinan Di langit yang Dilakukan Oleh We Tenriabeng)
2. Ale Kawaq (Di bumi. Keadaan-keadaan yang terjadi Dibumi)
3. Buri Liu (Peretiwi/Dunia Bawah Tanah/Laut) yang masih mempercayai bahwa
Rumah ini bisa berdiri tampa mengunakan satu paku pun orang daluhu kala mengantikan Fungsi Paku Besi menjadi Paku Kayu.
Rumah adat suku Bugis Makassar dapat di bedakan berdasarkan status sosial orang yang menempatinya,
  • Rumah Saoraja (Sallasa) berarti rumah besar yang di tempati oleh keturunan raja (kaum bangsawan)
  • bola adalah rumah yang di tempati oleh rakyat biasa.
Tipologi kedua rumah ini adalah sama-sama rumah panggung, lantainya mempunyai jarak tertentu dengan tanah, bentuk denahnya sama yaitu empat persegi panjang. Perbedaannya adalah saoraja dalam ukuran yang lebih luas begitu juga dengan tiang penyangganya, atap berbentuk prisma sebagai penutup bubungan yang biasa di sebut timpak laja yang bertingkat-tingkat antara tiga sampai lima sesuai dengan kedudukan penghuninya.
Rumah adat suku bugis baik saoraja maupun bola terdiri atas tiga bagian :
Awa bola ialah kolong yang terletak pada bagian bawah, yakni antara lantai dengan tanah. Kolong ini biasa pada zaman dulu dipergunakan untuk menyimpan alat pertanian, alat berburu, alat untuk menangkap ikan dan hewan-hewan peliharaan yang di pergunakan dalam pertanian. Alle bola ialah badan rumah yang terdiri dari lantai dan dinding yang terletak antara lantai dan loteng. Pada bagian ini terdapat ruangan-ruangan yang dipergunakan dalam aktivitas sehari-hari seperti menerima tamu, tidur, bermusyawarah, dan berbagai aktifitas lainnya.
Badan rumah tediri dari beberapa bagian rumah seperti: · lotang risaliweng, Pada bagian depan badan rumah di sebut yang berfungsi sebagai ruang menerima tamu, ruang tidur tamu, tempat bermusyawarah, tempat menyimpan benih, tempat membaringkan mayat sebelum dibawa ke pemakaman. Lotang ritenggah atau Ruang tengah, berfungsi sebagai tempat tidur kepala keluarga bersama isteri dan anak-anaknya yang belum dewasa, hubungan social antara sesame anggota keluarga lebih banyak berlangsung disini. ·
Lontang rilaleng atau ruang belakang, merupakan merupakan tempat tidur anak gadis atau orang tua usia lanjut, dapur juga di tempatkan pada ruangan ini yang dinamakan dapureng atau jonghe. ·
Rakkeang ialah loteng yang berfungsi sebagai tempat menyimpan hasil pertanian seperti padi, jagung, kacang dan hasil perkebunan lainnya. Sebagaimana halnya unsur-unsur kebudayaan lainnya maka teknologi arsitektur tradisionalpun senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan.
Hal ini juga mempengaruhi arsitektur tradisional suku bangsa bugis antara lain bola ugi yang dulunya berbentuk rumah panggung sekarang banyak yang di ubah menjadi rumah yang berlantai batu. Agama Islam juga memberi pengaruh kepada letak dari bagian rumah sekarang yang lebih banyak berorientasi ke Kabah yang merupakan qiblat umat Isalam di seluruh dunia. Hal tersebut di karenakan budaya Islam telah membudaya di kalangan masyarakat bugis makassar, symbol-simbol yang dulunya di pakai sebagai pengusir mahluk halus yang biasanya diambil dari dari jenis tumbuh-tumbuhan dan binatang tertentu dig anti dengan tulisan dari ayat-ayat suci Al-Qur’an

Bahasa Suku Bugis
Etnik Bugis mempunyai bahasa tersendiri dikenali sebagai Bahasa Bugis (Ugi)
Konsonan di dalam Ugi pula di kenali sebagai Lontara yang berdasarkan tulisan Brahmi. Orang Bugis mengucapkan bahasa Ugi dan telah memiliki kesusasteraan tertulis sejak berabad-abad lamanya dalam bentuk lontar. Huruf yang dipakai adalah aksara lontara, sebuah sistem huruf yang berasal dari Sanskerta.
Seperti halnya dengan wujud-wujud kebudayaan lainnya. Penciptaan tulisan pun diciptakan karena adanya kebutuhan manusia untuk mengabdikan hasil-hasil pemikiran mereka. Kata lontaraq berasal dari Bahasa Bugis/Makassar yang berarti daun lontar. Karena pada awalnya tulisan tersebut di tuliskan diatas daun lontar. Tiap-tiap daun lontar disambungkan dengan memakai benang lalu digulung pada jepitan kayu, yang bentuknya mirip gulungan pita kaset.
Cara membacanya dari kiri kekanan.
Lontara Bugis-Makassar merupakan sebuah huruf yang sakral bagi masyarakat bugis klasik. Huruf lontara tidak hanya digunakan oleh masyarakat bugis tetapi huruf lontara juga digunakan oleh masyarakat makassar.
Contoh pemakaian bahasa Bugis: “Makan ma’ki (silakan Anda makan)”.
“Aga tapigau?”( apa yang sedang anda lakukan?). Adapun partikel-partikel yang biasa digunakan dalam bahasa bugis-Makassar seperti ji, mi, pi, mo, ma’, di’, tonji, tawwa, pale. Contoh penggunaannya misalnya : “tidak papa ji.” (tidak apa-apa).

Pakaian Suku Bugis
Baju Bodo adalah pakaian adat suku Bugis dan diperkirakan sebagai salah satu busana tertua di dunia. Perkiraan itu didukung oleh sejarah kain Muslim yang menjadi bahan dasar baju bodo. Jenis kain yang dikenal dengan sebutan kain Muslin (Eropa), Maisolos (Yunani Kuno), Masalia (India Timur), atau Ruhm (Arab) pertama kali diperdagangkan di kota Dhaka, Bangladesh. Hal ini merujuk pada catatan seorang pedagang Arab bernama Sulaiman pada abad ke-19. Sementara pada tahun 1298, dalam buku yang berjudul “The Travel of Marco Polo”, Marco Polo menggambarkan kalau kain Muslim dibuat di Mosul (Irak) dan diperdagangkan oleh pedagang yang disebut Musolini.
Namun kain yang ditenun dari pilinan kapas yang dijalin dengan benang katun ini sudah lebih dahulu dikenal oleh masyarakat Sulawesi Selatan, yakni pada pertengahan abad ke-9, jauh sebelum masyarakat Eropa yang baru mengenalnya pada abad ke-17, dan populer di Perancis pada abad ke-18. Kain Muslim memiliki rongga-rongga dan jarak benang-benangnya yang renggang membuatnya terlihat transparan dan cocok dipakai di daerah tropis dan daerah-daerah yang beriklim panas.
Sesuai dengan namanya “bodo” yang berarti pendek, baju ini memang berlengan pendek. Dahulu Baju Bodo dipakai tanpa baju dalaman sehingga memperlihatkan payudara dan lekuk-lekuk dada pemakainya, dan dipadukan dengan sehelai sarung yang menutupi bagian pinggang ke bawah badan. Namun seiring dengan masuknya pengaruh Islam di daerah ini, baju yang tadinya memperlihatkan aurat pun mengalami perubahan. Busana transparan ini kemudian dipasangkan dengan baju dalaman berwarna sama, namun lebih terang. Sedangkan busana bagian bawahnya berupa sarung sutera berwarna senada.

RUMAH ADAT SUKU BUGIS

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjR_W-H7SG28vtLtFap2A-JGl1T7_wu36n16bmX5Wxz-A1Hk7DHMzVHdtHQ1w4V2UOX6ZdtjD5U8jcKvRAyH20c7YfSHPC6oPjCDBAmfXcud5JKUGpQGG0Uy70pjgao-MqMQatHJnPM6gw6/s200/rumahbugis-1.jpg
Gmbr: ilustrasi Rumah Suku Bugis
sumber: portalbugis.com
Rumah adat suku Bugis dapat di bedakan berdasarkan status sosial orang yang menempatinya, beberapa di antaranya :
·                     Saoraja (Sallasa) berarti rumah besar yang di tempati oleh keturunan raja (kaum bangsawan) dan 
·                     Bola adalah rumah yang di tempati oleh rakyat biasa.
Tipologi kedua rumah ini adalah sama-sama rumah panggung, lantainya mempunyai jarak tertentu dengan tanah, bentuk denahnya sama yaitu empat persegi panjang.

Perbedaannya adalah saoraja dalam ukuran yang lebih luas begitu juga dengan tiang penyangganya, atap berbentuk prisma sebagai penutup bubungan yang biasa di sebut timpak laja yang bertingkattingkat antara tiga sampai lima sesuai dengan kedudukan penghuninya.

Rumah bugis sebenarnya tahan gempa dan banjir. Karena Rumah bugis yang sebenarnya menggunakan parelepang (fattoppo dan fadongko) yang tidak disambung. Karena struktur kayu yang tidak disambung dapat meredam getaran hingga getaran yang frekuensinya tinggi. Namun sekarang mencari kayu yang sangat panjang sangatlah sulit, sehingga parelepang diganti dengan pattolo (ukurannya lebih kecil).
Jadi, kalau tinggal di daerah rawan gempa, Rumah bugis adalah solusi yang tepat agar rumah Anda tidak terporaporandakan gempa. Begitu juga dengan banjir, asal banjirnya tidak melebihi 2 meter dan pondasinya tidak mudah terbawa arus.
Rumah Bugis Tradisional merupakan contoh model rumah Asia tenggara yaitu rumah panggung dari kayu, yang atapnya berlereng dua dan kerangkanya berbentuk huruf ”H” terdiri dari tiang dan balok yang dirakit tanpa pasak atau paku, Tianglah yang menopang lantai dan atap sedangkan dinding hanya diikat pada tiang luar.
Karakteristik fisik itu, yang membuat model rumah itu mudah dibongkar atau malah dipindahkan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan pemukiman orang bugis sering kali berpindah dan tidak terpusat pada suatu pemukiman permanen.
Rumah bugis memiliki keunikan tersendiri, dibandingkan dengan rumah panggung dari suku yang lain ( Sumatera dan Kalimantan ). Bentuknya biasanya memanjang ke belakang, dengan tanbahan disamping bangunan utama dan bagian depan (orang bugis menyebutnya lego lego)
Bagaimana sebenarnya arsitektur dari rumah panggung khas bugis ini? Berikut adalah bagian bagiannya utamanya :
1. Alliri (Tiang)
Model rumah bugis pada mulanya hanya diperuntukkan bagi kalangan bangsawan. Misalnya, hanya mereka yang boleh menggunakan tiang segi empat atau segi delapan, sedangkan orang biasa hanya boleh menggunakan tiang bundar. Tiang rumah (alliri) bertumpu di atas tanah dan berdiri hingga ke loteng serta menopang berat atap. Tetapi sekarang, makin banyak rumah besar yang tiangnya tidak di ditanam lagi, tetapi ditumpukan di atas pondasi batu. Biasanya terdiri dari 4 batang setiap barisnya. jumlahnya tergantung jumlah ruangan yang akan dibuat. tetapi pada umumnya, terdiri dari 3 / 4 baris alliri. Jadi totalnya ada 12
2. Awa Bola ( Kolong Rumah )
Awa bola ialah kolong yang terletak pada bagian bawah, yakni antara lantai dengan tanah. Kolong ini biasa pada zaman dulu dipergunakan untuk menyimpan alat pertanian, alat berburu, alat untuk menangkap ikan dan hewanhewan peliharaan yang di pergunakan dalam pertanian.
3. Arateng dan Ware’ ( Penyangga Lantai dan Penyangga Loteng )
Pada setiap tiang dibuat lubang segi empat untuk menyisipkan balok pipih penyangga lantai (arateng) dan balok pipih penyangga loteng (ware’), yang menghubungkan panjang rangka rumah. Dahulu, rumah yang tiangnya ditanam tidak menggunakan balok penyangga loteng, dan balok penyangga lantai tidak disisipkan pada tiang, tetapi diikat.
4. Ale Bola ( Badan Rumah )
Ale bola ialah badan rumah yang terdiri dari lantai dan dinding yang terletak antara lantai dan loteng. Pada bagian ini terdapat ruanganruangan yang dipergunakan dalam aktivitas seharihari seperti menerima tamu, tidur, bermusyawarah, dan berbagai aktifitas lainnya. Badan rumah tediri dari beberapa bagian rumah seperti: Lotang risaliweng, Pada bagian depan badan rumah di sebut yang berfungsi sebagai ruang menerima tamu, ruang tidur tamu, tempat bermusyawarah, tempat menyimpan benih, tempat membaringkan mayat sebelum dibawa ke pemakaman.
5. Posi’ Bola ( Pusat Rumah )
Rumah Bugis memiliki struktur dasar yang terdiri atas 3 kali 3 tiang (3 barisan tiang memanjang dan 3 baris melebar) berbentuk persegi empat dengan satu tiang ditiap sudutnya, dan pada setiap sisi terdapat satu tiang tengah, serta tepat di tengah persilangan panjang dan lebar terdapat tiang yang disebut ”pusat rumah”(posi bola). Umumnya, rumah orang biasa terdiri atas empat tiang untuk panjang dan empat untuk lebar rumah.
6. Timpa’ Laja
Berbagai ciri khas juga ditambahkan pada rumahrumah kalangan bangsawan tinggi untuk menunjukkan status sosial mereka. Ciri paling menonjol adalah jumlah bilah papan yang menyusun dinding bagian muka atap rumah (timpa’ laja’, dari bahasa Melayu tebar layar): Dua lapis untuk tau deceng, Tiga untuk ana’cera’, lima untuk ana’ ma’tola,dan tujuh untuk penguasa kerajaankerajaan utama bugis,luwu’,bone, wajo’,soppeng, dan sidenreng. Sementara itu, hanya golongan ana’ cera’ ke atas yang berhak menggunakan tangga yang naik membujur.
7. Addengeng (Tangga)
Sementara itu, hanya golongan ana’ cera’ ke atas yang berhak menggunakan tangga yang naik membujur. Dan hanya kalangan bangsawan tertinggi boleh menggunakan tangga berupa latar miring tanpa anak tangga, terbuat dari bilabila bambu yang, notabene, sangat licin dan disebut sapana ( bahasa Sansekerta yang mungkin diadopsi lewat bahasa Melayu: Sopana ’tangga’).
8. Tamping
Pada sisi panjang (bagian samping badan rumah) biasanya ditambahkan tamping, yakni semacam serambi memanjang yang lantainya sedikit lebih rendah, dengan atap tersendiri; pintu masuk bagian depan berada di ujung depan tamping dan jika ruang dapur tidak terpisah dapurnya berada di ujung di belakang tamping. Kalaupun ada tambahan lain, dengan rancangan lebih kompleks, bentuk segi empat tetap jadi pola dasar.
9. Rakkeang ( Langit-langit )
Rakkeang, adalah bagian diatas langit-langit(eternit). Dahulu biasanya digunakan untuk menyimpan padi yang baru di panen.
10. Anjong
Selain sebagai hiasan rumah, anjong juga memiliki makna tertentu bagi orang bugis. Anjong merupakan salah satu ciri khas orang bugis, dimana pada rumah orang bangsawan memiliki lebih dari dua anjong. Sedangkan anjong pada rumah orang biasa tidak lebih dari dua. 
Pada dasarnya, rumah tersebut memiliki atap (pangate’) dua latar dengan sebuah bubungan lurus (alekke’), yang berbeda dengan bubungan lengkung yang terdapat pada rumah toraja, Batak, dan Minangkabau, serta pada rumah Jawa. Dindingnya (renring) terbuat dari bahan ringan, sementara lantainya (salima) berjarak sekitar 2meter / kadangkadang lebih dari permukaan tanah dan kolong rumah (awa bola) biasanya dibiarkan terbuka.


Tarian Khas Bugis

Description: maxresdefault      Description: oakirbin_pakarena2
1.  Tari Gandrang Bulo
Description: Penari menarikan 'tari gandrang bulo' saat peluncuran perdana pesawat Celebes Air Bandara Sultan Hasanuddin Makassar, Sulsel, Senin (10/3)
Tari Gandrang bulo ini dimainkan oleh beberapa laki-laki. tarian ini biasanya dimainkan dalam kegiatan-kegiatan rakyat Makassar. Tak ada gerakan baku dalam tarian ini. yang pasti para penari akan berputar-putar melakonkan beberapa gerakan jenaka demi mengundang Tawa Penonton Seperti Melakonkan Gerakan seperti kera, Gerakan Pincang (Keppang dalam bahasa Makassar)dan lain-lain. Sangat menarik menyaksikan tarian ini. Daeng pernah ikut penampilan tarian seperti ini dan daeng sangat bangga menjadi bagiannya.

2. Tari Pakarena
Description: oakirbin_pakarena2
Tarian Pakarena adalah tarian tradisional dari Sulawesi Selatan yang diiringi oleh 2 (dua) kepala drum (gandrang) dan sepasang instrument alat semacam suling (puik-puik). Selain tari pakarena yang selama ini dimainkan oleh maestro tari pakarena Maccoppong Daeng Rannu (alm) di kabupaten Gowa, juga ada jenis tari pakarena lain yang berasal dari Kabupaten Kepulauan Selayar yaitu “Tari Pakarena Gantarang”. Disebut sebagai Tari Pakarena Gantarang karena tarian ini berasal dari sebuah perkampungan yang merupakan pusat kerajaan di Pulau Selayar pada masa lalu yaitu Gantarang Lalang Bata. Tarian yang dimainkan oleh empat orang penari perempuan ini pertama kali ditampilkan pada abad ke 17 tepatnya tahun 1903 saat Pangali Patta Raja dinobatkan sebagai Raja di Gantarang Lalang Bata.
Tak mengherankan jika gerakan dari tarian ini sangat artistik dan sarat makna, halus bahkan sangat sulit dibedakan satu dengan yang lainnya. Tarian ini terbagi dalam 12 bagian. Setiap gerakan memiliki makna khusus. Posisi duduk, menjadi pertanda awal dan akhir Tarian Pakarena. Gerakan berputar mengikuti arah jarum jam, menunjukkan siklus kehidupan manusia. Sementara gerakan naik turun, tak ubahnya cermin irama kehidupan. Aturan mainnya, seorang penari Pakarena tidak diperkenankan membuka matanya terlalu lebar. Demikian pula dengan gerakan kaki, tidak boleh diangkat terlalu tinggi. Hal ini berlaku sepanjang tarian berlangsung yang memakan waktu sekitar dua jam. Tari Pakarena Gantarang diiringi alat music berupa gendang, kannong-kannong, gong, kancing dan pui-pui. Sedangkan kostum dari penarinya adalah, baju pahang (tenunan tangan), lipa’ sa’be (sarung sutra khas Sulawesi Selatan), dan perhiasan-perhiasan khas Kabupaten Selayar
3. Tari Paduppa Bosara
Description: maxresdefault
Tari Paduppa Bosara sering ditarikan pada setiap acara penting untuk menyambut raja dengan suguhan kue-kue sebanyak dua kasera. Tarian ini juga sering ditarikan saat menyambut tamu agung, pesta adat dan pesta perkawinan. Ini menggambarkan bahwa suku Bugis jika kedatangan tamu akan senantiasa menghidangkan bosara sebagai tanda syukur dan penghormatan.
Budaya Bosara merupakan peninggalan budaya khas Sulawesi Selatan dari jaman kerajaan dulu, khusunya kerajaan Gowa dan kerajaan Bone.
Kata bosara tidak terlepas dari kue-kue tradisional sebagai hal yang saling melengkapi. Bosara merupakan piring khas suku Bugis-Makasar di Sulawesi Selatan. Biasanya Bosara diletakan ditengah meja dalam acara tertentu, terutama dalam acara tradisional yang sarat dengan nilai-nilai budaya. Bosara terbuatdari besi dengan tutupan seperti kobokan besar, yang dibalut kain berwarna terang, yang diberi ornamen kembang keemasan di sekelilingnya.
Menyebut Bosara sebenarnya meliputi satu kesatuan yaitu piring, yang diatasnya diberi alas kain rajutan dari wol, lalu diatasnya diletakan piring sebagai tempat kue dan diberi penutup Bosara. Kue-kue yang biasanya disajikan dengan menggunakan bosara adalah kue cucur, brongko, kue lapis, biji nangka dan sebagainya, yang umumnya terbuat dari tepung beras. Dan berbagai kue kering seperti banag-banang, umba-umba, rook-roko, dan berbagai macam kue putu. Kue tersebut biasanya disajikan dalam acara-acara adat.

Kuliner Khas Masyarakat Bugis Yang Wajib Kamu Coba

Tiap suku pastinya memiliki kebiasaan yang berbeda-beda pula, mulai dari adat yang berkembang, kuliner, dan lain-lain.

1. Coto Makassar

Description: 1. Coto Makassar
Makanan khas ini tidak hanya popular di kota Makassar saja loh, tapi di semua penjuru nusantara juga. Tidak lengkap rasanya jika berkunjung ke Makassar namun belum mencicipi kuliner ini.

2. Sop Konro
Description: 2. Sop Konro
Sop Konro terdiri dari Iga sapi ataupun daging sapi yang direbus bersama dengan rempah-rempah lainnya seperti kayu manis, air asam jawa, dan masih banyak rempah lainnya. Warna gelap sop konro menjadi ciri khasnya. Warna hitam tersebut didapatkan dari buah kluwak.

3. Sop Saudara

Description: 3. Sop Saudara
Makanan khas kabupaten Pangkep ini sangat nikmat dinikmati dengan sepiring nasi hangat. Dari namanya mungkin terlihat biasa, namun sop saudara berbeda dengan sop sayur biasanya. Rempah-rempah yang digunakan lebih banyak sehingga lebih gurih.

4. Es Palu Butung

Description: 4. Es Palu Butung
Siang-siang nikmatnya makan es biar badan jadi adem lagi. Es Palu Butung ini terdiri dari pisang hijau yang di iris-iris dan dicampur krim berwarna putih.

5. Pisang Epe’

Description: 5. Pisang Epe’
Kuliner satu ini merupakan primadona bagi para traveler jika berkunjung ke kota Bugis. Pisang kepok yang dibakar di atas bara api kemudian dibolak-balik sampai mengeluarkan aroma harum. Kemudian pisang di tekan sampai pipih lalu dibakar lagi, dan diberi toping gula merah dan air daun pandan.
 FILE DOC DISINI

Comments

Popular posts from this blog

KLIPING BUDIDAYA 6 HEWAN KESAYANGAN

46 Macam-Macam Profesi & Pekerjaan dan Tugasnya DALAM BAHASA INGGRIS DAN ARTINYA LENGKAP

FILE DOC SUKU SAMIN rumah adat , makanan, lagu , tari , cerita rakyat