FILE .DOC Suku Dayak Ngaju (Biaju) budaya, rumah, tari, makanan, senjata, cerita rakyat
Suku Dayak Ngaju (Biaju)

Suku
Dayak Ngaju (Biaju) adalah suku asli
di Kalimantan Tengah. Suku
Ngaju secara administratif merupakan suku baru yang muncul dalam sensus tahun
2000 dan merupakan 18,02% dari penduduk Kalimantan Tengah, sebelumnya suku
Ngaju tergabung ke dalam suku Dayak dalam sensus 1930.
Suku Dayak Ngaju adalah suku yang mengunakan
bahasa Ngaju yaitu Bahasa yang dituturkan oleh suku besar Dayak Ngaju dan
suku-suku lainnya di Propinsi kalimantan Tengah. Suku Dayak Ngaju menempati DAS Sungai Kapuas, Kahayan, Katingan,
Mentaya, seruyan dan Barito.Jumlah Penggunanya lebih dari 1.000.000 orang
termasuk di dalamnya dialek bakumpai,mengkatip dan Mendawai.
Menurut Tjilik Riwut, termasuk dalam pengguna bahasa ini adalah 54 anak suku, Termasuk di dalamnya Arut, Balantikan, kapuas, Rungan, Manuhing, Katingan, Saruyan, Mentobi, Mendawai, Bara-dia, Bara-Nio, Bara-ren, Mengkatip, Bukit, Baranggas, dan Bakumpai. Untuk beberapa suku yang beliau masukan dalam suku dayak ngaju ini, termasuk 4 yang terakhir perlu pengkajian lagi. Karena Suku-suku ini kemudian dimasukan oleh beberapa peneliti, kedalam suku Bakumpai / bahasa Bakumpai sebagai etnis tersendiri.
Menurut Tjilik Riwut, termasuk dalam pengguna bahasa ini adalah 54 anak suku, Termasuk di dalamnya Arut, Balantikan, kapuas, Rungan, Manuhing, Katingan, Saruyan, Mentobi, Mendawai, Bara-dia, Bara-Nio, Bara-ren, Mengkatip, Bukit, Baranggas, dan Bakumpai. Untuk beberapa suku yang beliau masukan dalam suku dayak ngaju ini, termasuk 4 yang terakhir perlu pengkajian lagi. Karena Suku-suku ini kemudian dimasukan oleh beberapa peneliti, kedalam suku Bakumpai / bahasa Bakumpai sebagai etnis tersendiri.
Pada tahun 1858 digunakan oleh Belanda sebagai
bahasa Pengantar Injil di Pulau kalimantan bagian Selatan, terutama oleh Zending-zending Protestan. Sampai dengan saat ini
menjadi bahasa utama dalam jemaat Gereja Kalimantan Evangelis (GKE)di
Kalimantan tengah dan Kalimantan selatan.
Suku Dayak Ngaju saat ini sudah banyak yang memeluk Agama Modern yaitu Islam dan Kristen, disamaping agama asli Kaharingan. Penduduk yang beragama islam umumnya menempati daerah pantai dan Pinggiran Sungai seperti Kapuas, Pulangpisau, Sampit, Kuala Pembuang, Sebagau dan katingan. Sedangkan Yang beragama kristen dan kaharingan umumnya pada daerah yang lebih kedarat seperti daerah pahandut, gunung mas, rungan, manuhing, barimba, hampatung dll
Umumnya masyarakat kalimantan tengah dapat memahami Bahasa ini dan saat ini telah diajarkan di sekolah negeri sebagai bahasa daerah / muatan lokal.
Tokoh-tokoh Nasional dan Daerah yang Berbahasa Dayak Ngaju antara lain :
Suku Dayak Ngaju saat ini sudah banyak yang memeluk Agama Modern yaitu Islam dan Kristen, disamaping agama asli Kaharingan. Penduduk yang beragama islam umumnya menempati daerah pantai dan Pinggiran Sungai seperti Kapuas, Pulangpisau, Sampit, Kuala Pembuang, Sebagau dan katingan. Sedangkan Yang beragama kristen dan kaharingan umumnya pada daerah yang lebih kedarat seperti daerah pahandut, gunung mas, rungan, manuhing, barimba, hampatung dll
Umumnya masyarakat kalimantan tengah dapat memahami Bahasa ini dan saat ini telah diajarkan di sekolah negeri sebagai bahasa daerah / muatan lokal.
Tokoh-tokoh Nasional dan Daerah yang Berbahasa Dayak Ngaju antara lain :
·
Tjilik Riwut, Ngaju Katingan
·
H. Assan, Ngaju mentaya
·
Reinout Sylvanus
·
Haji Sabran Ahmad, Ngaju Kapuas
·
Haji Asmawi A. Ghani, Bakumpai
·
A.Dj Nihin,
·
Harteman Assan, Ngaju Sampit / Baamang
·
K.H.Hasan Basri, Bakumpai
·
Agustin Teras Narang, Ngaju Kapuas
·
Z.A. Maulani, bakumpai,
·
K.H Haderani, bakumpai.
·
Prof K.Mohamad Aini Usop, Ngaju Kapuas
Ciri Khas suku dayak
Ngaju
Suku dayak ngaju masih menganut agama kaharingan (untuk sebagian dari suku dayak ngaju),
upacara Tiwah (upacara
mengantarkan roh leluhur)
ciri khas:
Ciri khas dari Dayak Ot Danum adalah pada beberapa upacara
penting, seperti upacara kematian. Dayak Ot Danum menggunakan kerbau sebagai
binatang yang dikurbankan selain babi.
Di dalam upacara tradisional
tersebut, para dukun atau tetua ada Dayak Ot Danum, biasanya menggunakan kalung
dengan berbagai ornamen kayu, manik, tulang, dan sebagainya.
Pakaian tradisional Dayak memiliki
variasi warna beragam, termasuk ikat kepala dan ada beberapa sub-suku Dayak
Ot Danum yang juga menggunakan daun kelapa sebagai hiasan. Alat musik
tradisionalnya adalah Gong, Gendang, dan Kollatung.
Rumpun Ot Danum terdiri dari 4 suku kecil dan
90-an suku sedatuk. Adapun 4 suku kecil yang dimaksud adalah:
1. Dayak Ngaju, yang sub-subnya
yakni, suku Bakumpai, suku berangas, suku mangkatip, suku siang murung, suku
mendawai, suku Bukit/dayak meratus, Dayak Pitap, Dayak Hantakan, Dayak
Haruyan, Dayak Loksado, Dayak Piani, Dayak Riam Adungan, Dayak Bajuin,
Dayak Bangkalaan, Dayak Sampanahan, Dayak Labuhan
2. Dayak Ma`anyan; Maanyan Paju Epat
(murni), Maanyan Dayu, Maanyan Paju Sapuluh (ada pengaruh Banjar),
Maanyan Benua Lima/Paju Lima (ada pengaruh Banjar), Maanyan Tanta (ada
pengaruh Banjar), Dayak balangan (kalsel), Dayak warukin (kalsel), Dayak
samihin (kalsel)
3. Dayak Dusun; suku Dusun Witu,
suku Dusun Malang, suku Dusun Deyah, suku Dusun Balangan
4. Dayak Lawangan; suku Dayak
Benuaq, suku Dayak Bentian, suku Dayak Bawo, suku Pasir, suku Dayak
Tunjung, Tunjung bubut, Tunjung asli, Tunjung bahau, Tunjung hilir,
Tunjung lonokng, Tunjung linggang, Tunjung berambai.
KEBUDAYAAN SUKU DAYAK
NGAJU DAN PENGARUHNYA DI LINGKUNGAN KU
Seiring dengan kemajuan jaman, tradisi dan kebudayaan daerah yang pada awalnya
dipegang teguh, di pelihara dan dijaga keberadaannya oleh setiap suku, kini
sudah hampir punah. Pada umumnya masyarakat merasa gengsi dan malu apabila
masih mempertahankan dan menggunakan budaya lokal atau budaya daerah.
Kebanyakan masyarakat memilih untuk menampilkan dan menggunakan kesenian dan
budaya modern daripada budaya yang berasal dari daerahnya sendiri yang
sesungguhnya justru budaya daerah atau budaya lokallah yang sangat sesuai
dengan kepribadian bangsanya.
Mereka lebih memilih dan berpindah ke budaya asing yang belum tetntu sesuai
dengan keperibadian bangsa bahkan masyarakat lebih merasa bangga terhadap
budaya asing daripada budaya yang berasal dari daerahnya sendiri..Tanpa mereka
sadari bahwa budaya daerah merupakan faktor utama terbentuknya kebudayaan
nasional dan kebudayaan daerah yang mereka miliki merupakan sebuah kekayaan
bangsa yang sangat bernilai tinggi dan perlu dijaga kelestarian dan keberadaanya
oleh setiap individu di masyarakat.
Pada umumnya mereka tidak menyadari bahwa sesungguhnya kebudayaan merupakan
jati diri bangsa yang mencerminkan segala aspek kehidupan yang
berada didalalmnya.Besar harapan saya, semoga dengan dibuatnya
makalah yang berjudul Budaya Suku Dayak yang didalamnya membahas tentang
kebudayaan yang berasal dari daerah Kalimantan ini menjadi salah satu sarana
agar masyarakat menyadari betapa berharganya sebuah kebudayaan bagi suatu
bangsa, yang ahirnya akan membuat masyarakat menjadi lebih tau dan mengenal
akan budayanya sehingga merasa bangga terhadap budaya daerahnya sendiri.
Berikut adalah sedikit
tulisan mengenai Suku Dayak
A. Persebaran
suku-suku Dayak di Pulau Kalimantan.
Dikarenakan arus
migrasi yang kuat dari para pendatang, Suku Dayak yang masih mempertahankan
adat budayanya akhirnya memilih masuk ke pedalaman. Akibatnya, Suku Dayak
menjadi terpencar-pencar dan menjadi sub-sub etnis tersendiri.
Kelompok Suku Dayak,
terbagi dalam sub-sub suku yang kurang lebih jumlahnya 405 sub (menurut J. U.
Lontaan, 1975). Masing-masing sub suku Dayak di pulau Kalimantan mempunyai adat
istiadat dan budaya yang mirip, merujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya dan
perbedaan adat istiadat, budaya, maupun bahasa yang khas. Masa lalu masyarakat
yang kini disebut suku Dayak, mendiami daerah pesisir pantai dan sungai-sungai
di tiap-tiap pemukiman mereka.
Etnis Dayak
Kalimantan menurut seorang antropologi J.U. Lontaan, 1975 dalam Bukunya Hukum
Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat, terdiri dari 6 suku besar dan 405 sub
suku kecil, yang menyebar di seluruh Kalimantan.
B. Pengertian
Suku Dayak
Dayak atau Daya adalah
nama yang oleh penduduk pesisir pulau Borneo diberi kepada penghuni pedalaman
yang mendiami Pulau Kalimantan yang
meliputi Brunei, Malaysia yang
terdiri dari Sabahdan Sarawak,
serta Indonesia yang
terdiri dari Kalimantan
Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah,
dan Kalimantan
Selatan . Budaya masyarakat Dayak adalah Budaya
Maritim atau bahari. Hampir semua nama sebutan orang Dayak mempunyai arti
sebagai sesuatu yang berhubungan dengan “perhuluan” atau sungai, terutama pada
nama-nama rumpun dan nama kekeluargaannya.
Ada yang membagi orang
Dayak dalam enam rumpun yakni rumpun Klemantan alias
Kalimantan, rumpun Iban, rumpun Apokayan yaitu Dayak
Kayan, Kenyah dan Bahau, rumpun Murut, rumpun
Ot Danum-Ngaju dan rumpun Punan.
Namun secara ilmiah, para linguis melihat 5 kelompok bahasa yang dituturkan di
pulau Kalimantan dan masing-masing memiliki kerabat di luar pulau Kalimantan:
- “Barito Raya (33 bahasa,
termasuk 11 bahasa dari kelompok bahasa Madagaskar,
dan Sama-Bajau),
- “Dayak Darat” (13 bahasa)
- “Borneo Utara” (99 bahasa),
termasuk bahasa Yakan di Filipina.
- “Sulawesi Selatan” dituturkan 3
suku Dayak di pedalaman Kalbar: Dayak Taman, Dayak Embaloh, Dayak Kalis
disebut rumpun Dayak Banuaka.
- “Melayik” dituturkan 3 suku Dayak: Dayak
Meratus/Bukit (alias Banjar arkhais yang
digolongkan bahasa Melayu),
Dayak Iban dan Dayak Kendayan (Kanayatn). Tidak termasuk Banjar, Kutai,
Berau, Kedayan (Brunei), Senganan, Sambas yang dianggap berbudaya Melayu.
Sekarang beberapa suku berbudaya Melayu yang sekarang telah bergabung
dalam suku Dayak adalah Tidung, Bulungan (keduanya rumpun Borneo Utara)
dan Paser (rumpun Barito Raya).
C. Sistem
Religi
Sistem religi
masyarakat Suku Dayak pada umumnya dan suku Dayak Ngaju pada khususnya
merupakan kepercayaan yang percaya akan adanya Tuhan Yang Maha Esa yang
menciptakan, menguasai dan memelihara alam semesta berserta isinya
Pada zaman dulu,
masyarakat suku Dayak memeluk agama Helu atau Kaharingan. Agama Kaharingan
merupakan salah satu agama etnis di nusantara, yang saat ini telah mendapat
pengakuan dari PemerintaIndonesiasebagai suatu agama, agama Hindu Kaharingan.
Namun hal ini belum banyak diketahui dan dikenal oleh banyak masyarakat lainnya
diIndonesia, bahkan banyak yang salah duga dengan mengira agama Kaharingan
sebagai agama kafir dan penyembah berhala. Dalam perkembangannya, Kaharingan
juga bersentuhan dengan agama besar lainnya diIndonesianamun tradisi asli Dayak
masih sangat kental dalam pelaksanaan ritual keagamaannya.
Agama Kaharingan atau
Helu merupakan kepercayaan asli suku Dayak yang berasal dari kata haring
artinya hidup. Menurut kepercayaan pemeluk agama Kaharingan, Kaharingan tidak
dimulai sejak zaman tertentu namun sejak awal penciptaan, sejak Tuhan yang
disebut Ranying Hatalla menciptakan manusia. Ranying berarti Maha Tunggal, Maha
Agung, Maha Mulia, Maha Jujur, Maha Lurus, Maha Kuasa, Maha Tahu, Maha Suci,
Maha Pengasih dan Penyayang, Maha Adil, Maha Kekal dan Maha Pendengar. Hatalla
berarti Maha Pencipta.
Di zaman penjajahan, baik masa penjajahan Belanda mapun Jepang,
Di zaman penjajahan, baik masa penjajahan Belanda mapun Jepang,
D. Bahasa
Bahasa Ngaju adalah bahasa Barito (Austronesia)
yang dituturkan oleh suku besar Dayak Ngaju dan suku-suku lainnya di Propinsi
kalimantan Tengah. Suku Dayak Ngaju menempati DAS Sungai Kapuas, Kahayan,
Katingan, Mentaya, Seruyan dan Barito. Jumlah penggunanya lebih dari 1.000.000
orang termasuk di dalamnya dialek Bakumpai, Mengkatip dan Mendawai.
Terdapat perbedaan
dialek antara sub etnis yang ada dalam suku Dayak ngaju seperti antara pengguna
dialekKapuas/ Kahayan, katingan dengan Bakumpai, Seruyan, Mendawai dan mengkatip.
Perbedaan ini umumnya dalam pilihan kata tetapi mengandung arti yang
sama.tetapi umumnya dapat dipahami dengan mudah.
E. Adat
Istiadat Suku Dayak
Di bawah ini ada
beberapa adat istiadat suku dayak yang masih terpelihara hingga kini, dan dunia
supranatural Suku Dayak pada zaman dahulu maupun zaman sekarang yang masih kuat
sampai sekarang. Adat istiadat ini merupakan salah satu kekayaan budaya yang
dimiliki oleh BangsaIndonesia, karena pada awal mulanya Suku Dayak berasal dari
pedalamanKalimantan.
1. Upacara
Tiwah
Upacara
Tiwah merupakan acara adat suku Dayak. Tiwah merupakan upacara yang
dilaksanakan untuk pengantaran tulang orang yang sudah meninggal ke Sandung
yang sudah di buat. Sandung adalah tempat yang semacam rumah kecil yang memang
dibuat khusus untuk mereka yang sudah meninggal dunia.
2. Dunia
Supranatural
Dunia
Supranatural bagi Suku Dayak memang sudah sejak jaman dulu merupakan ciri khas
kebudayaan Dayak. Karena supranatural ini pula orang luar negeri sana menyebut
Dayak sebagai pemakan manusia ( kanibal ). Namun pada kenyataannya Suku Dayak
adalah suku yang sangat cinta damai asal mereka tidak di ganggu dan ditindas
semena-mena. Kekuatan supranatural Dayak Kalimantan banyak jenisnya, contohnya
Manajah Antang. Manajah Antang merupakan cara suku Dayak untuk mencari petunjuk
seperti mencari keberadaan musuh yang sulit di temukan dari arwah para leluhur
dengan media burung Antang, dimanapun musuh yang di cari pasti akan ditemukan.
Mangkok
merah. Mangkok merah merupakan media persatuan Suku Dayak. Mangkok merah
beredar jika orang Dayak merasa kedaulatan mereka dalam bahaya besar.
“Panglima” atau sering suku Dayak sebut Pangkalima biasanya mengeluarkan
isyarat siaga atau perang berupa mangkok merah yang di edarkan dari kampung ke
kampung secara cepat sekali. Dari penampilan sehari-hari banyak orang tidak
tahu siapa panglima Dayak itu. Orangnya biasa-biasa saja, hanya saja ia
mempunyai kekuatan supranatural yang luar biasa. Percaya atau tidak panglima
itu mempunyai ilmu bisa terbang kebal dari apa saja seperti peluru, senjata
tajam dan sebagainya.
Mangkok
merah tidak sembarangan diedarkan. Sebelum diedarkan sang panglima harus
membuat acara adat untuk mengetahui kapan waktu yang tepat untuk memulai
perang. Dalam acara adat itu roh para leluhur akan merasuki dalam tubuh
pangkalima lalu jika pangkalima tersebut ber “Tariu” ( memanggil roh leluhur
untuk untuk meminta bantuan dan menyatakan perang ) maka orang-orang Dayak yang
mendengarnya juga akan mempunyai kekuatan seperti panglimanya. Biasanya orang
yang jiwanya labil bisa sakit atau gila bila mendengar tariu.
F. Seni
Tari
Kalimantan
Tengah (Kalteng) dengan Suku Dayak sebagai penduduk aslinya kaya dengan
keanekaragaman seni dan budaya peninggalan masa lalu. Satu dari kearifan
khasanah budaya warisan nenek moyang tersebut terkandung dalam ragam seni
tarian.seperti Tari Wadian Amun Rahu, Tari Jarangkang Bango, Tari Gelang Dadas
dan Gelang Bawo (Iruang Wandrung), Tari Giring-giring, Tari Rantak Kipas
Gempita, dan lain sebagainya
Tarian Suku Dayak Ngaju
(Kinyah)
Tari Kinyah

Kinyah adalah tarian
perang suku Dayak, merupakan suatu tarian persiapan untuk membunuh dan memburu
kepala musuh. Sejak akhir tahun 1900an, tradisi mengayau semakin ditinggalkan
oleh semua sub suku Dayak di Kalimantan. Tetapi ada satu bagian dari tradisi
itu yang masih bertahan walau saat ini sudah mulai menghilang yaitu “Kinyah”.
Pada masa lalu para pemuda dayak dikalimantan harus melakukan perburuan kepala
untuk bermacam-macam alasan, karena setiap sub suku dayak memiliki alasan yang
berbeda-beda. Sebagi contoh anak laki-laki iban pada usia 10 tahun harus bisa
mendapatkan setidaknya 1 kepala manusia, karena ini akan menunjukan bahwa anak
laki-laki ini sudah memasuki usia dewasa dan dapat menikah. Persiapan fisik
untuk perburuan kepala ini pada budaya dayak ngaju disebut “kinyah” atau tarian
perang. Hampir semua sub suku dayak memiliki tarian perang ini. Dahulunya ini
dipertunjukan dikampung-kampung untuk melihat dan mengamati pemuda mana yang
akan siap dilepaskan ke hutan untuk memburu kepala siapa saja yang ia temui.
Aturan perburuan kepala ini, adalah siapa saja yang bukan berasal dari
kampungnya sendiri. Oleh karena itu sebelum perjanjian damai Tumbang Anoi ada 3
istilah yang sangat ditakuti; yaitu: Hapunu atau saling bunuh, hakayau atau
saling potong kepala, hajipen atau saling memperbudak. Setiap anak laki-laki
dayak ngaju yang berhasil mendapatkan kepala manusia akan diberi tato dibagian
betisnya yang menunjukan bahwa anak ini sudah menjadi dewasa. Ada alasan lain
yang dilakukan dayak ngaju zaman dahulu untuk mengayau adalah untuk keperluan
upacara “Tiwah” . Tiwah adalah upacara membersihkan tulang-belulang leluhur
untuk diantar ke sorga/ langit ke-7. Kepala manusia ini akan digantung di
sangkaraya (pusat upacara tiwahnya) kemudian dikubrukan di dekat “sandung” atau
rumah kecil tempat menaruh tulang-belulang leluhur yang ditiwahkan, dan jika
orang tersebut memiliki “jipen” /atau budak, maka si-jipen ini juga akan turut
dibunuh.
· Filosofi
Tari kinyah ialah jenis
tarian yang dipertontonkan kepada para tamu yang hadir dalam suatu acara
tertentu dan merupakan tarian yang bernuansa keperkasaan seorang pahlawan dalam
perang. Tarian ini bisa dilakukan oleh seorang laki-laki atau perempuan. Sambil
menari penari memegang mandau dan telabang, kadang masih dilengkapi dengan
sumpitan. Tari kinyah merupakan tradisi yang biasa dilaksanakn di daerah suku
dayak, katingan, dan kahayan.
· Sifat
dan Hubungan Suku Dayak Ngaju
Menurut Tangdililing
(1984) adanya unsur-unsur atau peninggalan kebudayaan Cina dalam masyarakat
Dayak menunjukkan bahwa hubungan antara orang Dayak dengan orang Cina telah
berlangsung sejak lama. Dalam penggunaan bahasa, banyak istilah atau kata yang
bersumber dari bahasa (Cina) Khek yang digunakan oleh orang Dayak, yang
dianggap sudah milik mereka mulai dari nama perabot rumah tangga sampai pada
nama orang, seperti cung (gelas), po sut (korek api), sedangkan nama orang,
Ahiong, Aliang dan Aheng. Begitu juga dengan nama-nama daerah seperti Pak Unam
(Pakuman), Liongkong (Lie Ong Khong), dan Tainam (Tai Nam) di Kabupaten Sambas
dan Pontianak pada umumnya berasal dari bahasa Cina. Kebiasaan menikmati
minuman keras, seperti arak di kalangan orang Dayak, menurut Tangdililing
(1984) pada mulanya merupakan kebiasaan orang Cina, akan tetapi lambat laun
kebiasaan tersebut berpengaruh terhadap orang Dayak melalui pergaulan yang
berlangsung di antara mereka. Selain itu, menurut Djuweng (1996) sejumlah besar
kaum tua Cina dan Dayak percaya bahwa pada masa lalu terjadi asimilasi secara
besar-besaran antara orang Dayak dan Cina.
· Atribut
dan Analisis Pakaian Tari Suku Ngaju
Dengan ciri khas utama
properti Mandau (senjata khas suku dayak). Dan bulu burung Enggang yang terikat
di lawung (ikat kepala), burung Enggang adalah jenis burung yang dianggap
keramat bagi suku dayak. Ada satu properti lagi dalam tari mandau, yaitu
Talawang (perisai) yang digunakan untuk melindungi diri pada waktu
perang. Orang dayak asli juga membuat tatto di tubuhnya, bukan bermaksud
mengikuti tren masa kini, tetapi tatto yang dilukis di tubuh orang Dayak asli
mempunyai arti tersendiri sesuai dengan kepercayaan dalam adat suku dayak. Jadi
seandainya liat foto-foto orang dayak yang membawa mandau dan memainkan mandau
dengan berbagai gaya, seolah-olah suku dayak adalah orang-orang yang memiliki
karakter yang kejam dan bengis, apalagi kalau mendengar tragedi-tragedi yang
pernah terjadi di Kalimantan. Namun tidak lah demikian, karena sifat dan
karakter orang Dayak asli pedalaman justru sebaliknya, mereka memiliki sifat
sabar dan ramah bahkan pemalu, karena cukup sulit membujuk orang Dayak
pedalaman untuk mau di foto.
G. Senjata
Tradisional Suku Dayak

Pada zaman
penjajahan di Kalimantan dahulu kala, serdadu Belanda bersenjatakan senapan
dengan teknologi mutakhir pada masanya, sementara prajurit Dayak umumnya hanya
mengandalkan sumpit. Akan tetapi, serdadu Belanda ternyata jauh lebih takut
terkena anak sumpit ketimbang prajurit Dayak diterjang peluru. Berikut ini
adalah senjata-senjata tradisional suku dayak :
- Sipet / Sumpitan. Merupakan senjata
utama suku dayak. Bentuknya bulat dan berdiameter 2-3 cm, panjang 1,5 –
2,5 meter, ditengah-tengahnya berlubang dengan diameter lubang ¼ – ¾ cm
yang digunakan untuk memasukan anak sumpitan (Damek). Ujung atas ada
tombak yang terbuat dari batu gunung yang diikat dengan rotan dan telah di
anyam. Anak sumpit disebut damek, dan telep adalah tempat anak sumpitan.
- Lonjo / Tombak. Dibuat dari besi
dan dipasang atau diikat dengan anyaman rotan dan bertangkai dari bambu
atau kayu keras.
- Telawang / Perisai. Terbuat dari
kayu ringan, tetapi liat. Ukuran panjang 1 – 2 meter dengan lebar 30 – 50
cm. Sebelah luar diberi ukiran atau lukisan dan mempunyai makna tertentu.
Disebelah dalam dijumpai tempat pegangan.
- Mandau. Merupakan senjata utama dan
merupakan senjata turun temurun yang dianggap keramat. Bentuknya panjang
dan selalu ada tanda ukiran baik dalam bentuk tatahan maupun hanya ukiran
biasa. Mandau dibuat dari batu gunung, ditatah, diukir dengan
emas/perak/tembaga dan dihiasi dengan bulu burung atau rambut manusia.
Mandau mempunyai nama asli yang disebut “Mandau Ambang Birang Bitang Pono
Ajun Kajau”, merupakan barang yang mempunyai nilai religius, karena
dirawat dengan baik oleh pemiliknya. Batu-batuan yang sering dipakai
sebagai bahan dasar pembuatan Mandau dimasa yang telah lalu yaitu: Batu
Sanaman Mantikei, Batu Mujat atau batu Tengger, Batu Montalat.
- Dohong. Senjata ini semacam keris
tetapi lebih besar dan tajam sebelah menyebelah. Hulunya terbuat dari
tanduk dan sarungnya dari kayu. Senjata ini hanya boleh dipakai oleh
kepala-kepala suku, Demang, Basir.
Rumah Adat Betang Asal Suku
Dayak Kalimantan Tengah
Penjelasan rumah adat Rumah
Betang yang berasal dari suku Dayak Kalimantan Tengah. Rumah betang
merupakan rumah panjang yang sebelumnya saya telah bahas. Namun kali ini rumah
panjang yang akan dibahas adalah merupakan rumah adat suku Dayak (Ngaju)
di Kalimantan Tengah.
Ciri Khas
Rumah betang mempunyai ciri
berbentuk rumah panggung dan memanjang. Pada suku Dayak tertentu, pembuatan
rumah panjang bagian hulunya haruslah searah dengan Matahari terbit dan sebelah
hilirnya ke arah Matahari terbenam, sebagai simbol kerja-keras untuk bertahan
hidup mulai dari Matahari tumbuh dan pulang ke rumah di Matahari padam.
Saat ini sudah jarang lagi kita
jumpai rumah betang yang asli. Di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah
hanya terdapat rumah betang yang sudah dibangun ulang. Di bagian paling hulu,
rumah betang yang dibangun kembali ada di Desa Tumbang Bukoi,
Kecamatan Mandau Talawang. Di bagian hilir, rumah betang yang dibangun
kembali ada di Desa Sei Pasah, Kecamatan Kapuas Hilir. Di Kabupaten
Pulang Pisau, Kalimantan Tengah ada rumah betang asli yang dibangun sejak tahun
1870. Letaknya di Desa Buntoi, Kecamatan Kahayan Hilir. Rumah ini menghadap
Sungai Kahayan dan memiliki pelabuhan yang siap menyambut kedatangan wisatawan
melalui sungai.
Makna dan Nilai Rumah Betang
Rumah betang telah menjadi simbol
yang kokoh dari kehidupan komunal masyarakat Dayak. Dengan mendiami rumah
betang dan menjalani segala proses kehidupan di tempat tersebut, masyarakat
Dayak menunjukkan bahwa mereka juga memiliki naluri untuk selalu hidup bersama
dan berdampingan dengan warga masyarakat lainnya. Mereka mencintai kedamaian
dalam komunitas yang harmonis sehingga mereka berusaha keras untuk
mempertahankan tradisi rumah betang ini.
Rumah betang selain sebagai tempat
kediaman juga merupakan pusat segala kegiatan tradisional warga masyarakat. Rumah
betang menjadi tempat dan sekaligus menjadi sarana yang efektif bagi masyarakat
Dayak untuk membina keakraban satu sama lain.
Makanan
Khas Kalimantan Tengah
1. Juhu Umbut Sawit

Juhu umbut sawit merupakan sayuran khas suku Dayak Ngaju.
Sayuran ini diambil dari bongkol pohon kelapa. Bentuk serta warna tidak jauh
berbeda dengan rebung yang berwarna putih. Perbedaannya terdapat pada rasa.
Sayuran ini sangat jauh lebih manis rasanya daripada rebung. Hal ini karena
sayur umbut sawit ini asalnya dari kelapa. Makanan ini disajikan saat
acara syukuran maupun acara pernikahan.
Suku Dayak menyukai sayuran ini walau masih mentah.
Basanya juhu umbut sawit ini dimakan dengan sambal. Juhu umbut sawit
menjadi hidangan wajib saat upacara-upacara adat di zaman dulu.
2. Juhu Umbut Rotan

Rotan dapat dijadikan sebagai bahan utama membuat masakan yang
lezat, yaitu juhu umbut rotan. Makanan ini merupakan sebuah kuliner khas yang
dimiliki oleh suku Dayak. Umbut rotan disebut dengan uwut nang’e. Makanan ini
bisa dibilang cukup unik, sebab memakai bahan utama rotan muda ataupun tunas
yang telah tumbuh pada pangkal rotan.
Tekstur pada rotan muda masih sangat kenyal serta tidak
terlalu keras bukan seperti pada rotan yang sudah tua. Bedanya, umbut rotan ini
hanya dapat dipakai sebagai sayuran. Tidak sama seperti rebung. Rasa dari rotan
muda sedikit agak pahit dan juga gurih, sehingga memerlukan bumbu khusus dalam
sebuah proses memasaknya.
Langkah pertama, yakni rotan muda dibersihkan kulitnya, lalu
dipotong-potong dalam ukuran yang kecil. Umumnya umbut rotan dimasak bersamaan
juga dengan ikan baung serta terong asam. Juhu umbut rotan mempunyai rasa yang
gurih, asam, serta agak kepahit-pahitan, berpadu dengan rasa manis dari daging
ikan.
Cerita Rakyat
Legenda Asal Usul Liang Saragi
Setiap
tempat yang unik pastinya memiliki daya tarik dan legenda nya sendiri. di Kab.
Barito Timur (ex. Barito Selatan) terdapat sebuah Liang yang di jadikan objek
wisata unggulan yaitu Liang Saragi. Liang Saragi adalah sebuah goa atau liang dari batu yang
membentuk sebuah trowongan – trowongan yang mirip seperti goa tapi tidak masuk
ke dalam tanah. Liang ini juga memiliki bentuk dan diameter yang berbeda beda.
Dalam Perjalanan di Tanah Dayak Kali ini akan membahas secara singkat tentang Legenda Asal Usul Liang Saragi yang ada di desa Ampari (hayaping).
Dalam Perjalanan di Tanah Dayak Kali ini akan membahas secara singkat tentang Legenda Asal Usul Liang Saragi yang ada di desa Ampari (hayaping).
pintu gerbang liang saragi
|
“Liang
Saragi, Semuanya Karena Cinta” merupakan cerita rakyat tentang kisah cinta yang
tragis dan legendaris. Latar tempatnya adalah sebuah perkampungan yang bernama
Tudan Tarung.
Kisah
bermula ketika Raja Tudan Tarung yang bernama Dambung Datu Tatan sakit keras
dan meninggal dunia. Dengan peristiwa ini otomatis tahta kepemimpinan diwarisi
oleh anaknya yang bejat moralnya bernama Dambung Gamiluk Langit.
Singkat
cerita, Raja Dambung Gamiluk Langit akhirnya mengawinkan putrinya bernama Putri
Lingga Wulan Layu dengan Maju Ranang Mea padahal Maju Ranang Mea adalah juga
anak kandungnya yang merupakan hasil selingkuhnya dengan Dara Layang
Winei.
Proses
perkawinan sedarah ini dilakukan oleh Raja Dambung Gamiluk Langit dengan
mengorbankan Saragi Nanta kekasih hati putrinya tercinta. Perkawinan paksa
dilakukan dengan cara yang sangat licik. Saragi Nanta adalah putra tunggal
Wadian Wawei Dara Mauruwe yang selama ini merupakan dukun kerajaan yang sangat
terpercaya. Pesta pernikahan kerajaan yang digelar raja Dambung Gamiluk Langit
ternyata berbuah petaka. Perkawinan sedarah ini justru mengundang rume atau
kiamat lokal yang mengakibatkan kemusnahan Tudan Tarung secara total. Guntur
petir menyambar balai pernikahan yang meriah. Hujan deras membasahi seluruh
kampung dan penghuninya. Akhirnya kampung beradab itu terkutuk menjadi batu.
Bekas-bekas perkampungan inilah yang kemudian dikenal sebagai LIANG SARAGI.
LIRIK LAGU MANANTIHU
Banyelu nyelu kue mahaga
Hubungan dia jelas batantu
Rancak ku mahining
pander muh ngawa ngaju
Hubungan kue dia ikau mangaku
Percuma aku mahaga
Hubingan imeteng segah
Seruk sare ikau mahina
Angat berengkuh jatun ti rega
Aku jadi ragu
Banyelu nyelu kue mahaga
Hubungan dia jelas batantu
Balu balun ikau melai pambelumkuh
Tende hanjulu baya manantihu
Mapai kia aku mahajajua
Amun nilai cintakuh dia barega
Paksa aku mundur kalah
Aluh dia ulih pisah
Aku ikhlas dan reda
Padang angat atei bakarah
Aku jadi ragu
Banyelu nyelu kue mahaga
Hubungan dia jelas batantu
Balu balun ikau melai pambelumkuh
Tende hanjulu baya manantihu
Mapai kia aku mahajajua
Amun nilai cintakuh dia barega
Paksa aku mundur kalah
Aluh dia ulih pisah
Aku ikhlas dan reda
Padang angat atei bakarah
Aku jadi ragu
Banyelu nyelu kue mahaga
Hubungan dia jelas batantu
Comments
Post a Comment