FILE .DOC Suku Dayak Ngaju (Biaju) budaya, rumah, tari, makanan, senjata, cerita rakyat


Suku Dayak Ngaju (Biaju) 
Description: Suku Dayak Ot Danum
Suku Dayak Ngaju (Biaju) adalah suku asli di Kalimantan Tengah. Suku Ngaju secara administratif merupakan suku baru yang muncul dalam sensus tahun 2000 dan merupakan 18,02% dari penduduk Kalimantan Tengah, sebelumnya suku Ngaju tergabung ke dalam suku Dayak dalam sensus 1930.

Suku Dayak Ngaju adalah suku yang mengunakan bahasa Ngaju yaitu Bahasa yang dituturkan oleh suku besar Dayak Ngaju dan suku-suku lainnya di Propinsi kalimantan Tengah. Suku Dayak Ngaju menempati DAS Sungai Kapuas, Kahayan, Katingan, Mentaya, seruyan dan Barito.Jumlah Penggunanya lebih dari 1.000.000 orang termasuk di dalamnya dialek bakumpai,mengkatip dan Mendawai.

Menurut Tjilik Riwut, termasuk dalam pengguna bahasa ini adalah 54 anak suku, Termasuk di dalamnya Arut, Balantikan, kapuas, Rungan, Manuhing, Katingan, Saruyan, Mentobi, Mendawai, Bara-dia, Bara-Nio, Bara-ren, Mengkatip, Bukit, Baranggas, dan Bakumpai. Untuk beberapa suku yang beliau masukan dalam suku dayak ngaju ini, termasuk 4 yang terakhir perlu pengkajian lagi. Karena Suku-suku ini kemudian dimasukan oleh beberapa peneliti, kedalam suku Bakumpai / bahasa Bakumpai sebagai etnis tersendiri.

Pada tahun 1858 digunakan oleh Belanda sebagai bahasa Pengantar Injil di Pulau kalimantan bagian Selatan, terutama oleh Zending-zending Protestan. Sampai dengan saat ini menjadi bahasa utama dalam jemaat Gereja Kalimantan Evangelis (GKE)di Kalimantan tengah dan Kalimantan selatan.

Suku Dayak Ngaju saat ini sudah banyak yang memeluk Agama Modern yaitu Islam dan Kristen, disamaping agama asli Kaharingan. Penduduk yang beragama islam umumnya menempati daerah pantai dan Pinggiran Sungai seperti Kapuas, Pulangpisau, Sampit, Kuala Pembuang, Sebagau dan katingan. Sedangkan Yang beragama kristen dan kaharingan umumnya pada daerah yang lebih kedarat seperti daerah pahandut, gunung mas, rungan, manuhing, barimba, hampatung dll

Umumnya masyarakat kalimantan tengah dapat memahami Bahasa ini dan saat ini telah diajarkan di sekolah negeri sebagai bahasa daerah / muatan lokal.

Tokoh-tokoh Nasional dan Daerah yang Berbahasa Dayak Ngaju antara lain :
·         Tjilik Riwut, Ngaju Katingan
·         H. Assan, Ngaju mentaya
·         Reinout Sylvanus
·         Haji Sabran Ahmad, Ngaju Kapuas
·         Haji Asmawi A. Ghani, Bakumpai
·         A.Dj Nihin,
·         Harteman Assan, Ngaju Sampit / Baamang
·         K.H.Hasan Basri, Bakumpai
·         Agustin Teras Narang, Ngaju Kapuas
·         Z.A. Maulani, bakumpai,
·         K.H Haderani, bakumpai.
·         Prof K.Mohamad Aini Usop, Ngaju Kapuas
Ciri Khas suku dayak Ngaju
Suku dayak ngaju masih menganut agama kaharingan (untuk sebagian dari suku dayak ngaju), upacara Tiwah (upacara mengantarkan roh leluhur)




ciri khas:
Ciri khas dari Dayak Ot Danum adalah pada beberapa upacara penting, seperti upacara kematian.  Dayak Ot Danum menggunakan kerbau sebagai binatang yang dikurbankan selain babi.
Di dalam upacara tradisional tersebut, para dukun atau tetua ada Dayak Ot Danum, biasanya menggunakan kalung dengan berbagai ornamen kayu, manik, tulang, dan sebagainya.
Pakaian tradisional Dayak memiliki variasi warna beragam, termasuk ikat kepala dan ada beberapa sub-suku Dayak Ot Danum yang juga menggunakan daun kelapa sebagai hiasan. Alat musik tradisionalnya adalah Gong, Gendang, dan Kollatung.
Rumpun Ot Danum terdiri dari 4 suku kecil dan 90-an suku sedatuk. Adapun 4 suku kecil yang dimaksud adalah:
1. Dayak Ngaju, yang sub-subnya yakni, suku Bakumpai, suku berangas, suku mangkatip, suku siang murung, suku mendawai,  suku Bukit/dayak meratus, Dayak Pitap, Dayak Hantakan, Dayak Haruyan,  Dayak Loksado, Dayak Piani, Dayak Riam Adungan, Dayak Bajuin, Dayak Bangkalaan, Dayak Sampanahan, Dayak Labuhan
2. Dayak Ma`anyan; Maanyan Paju Epat (murni), Maanyan Dayu,  Maanyan Paju Sapuluh (ada pengaruh Banjar), Maanyan Benua Lima/Paju Lima (ada pengaruh Banjar), Maanyan Tanta (ada pengaruh Banjar), Dayak balangan (kalsel), Dayak warukin (kalsel), Dayak samihin (kalsel)
3. Dayak Dusun; suku Dusun Witu, suku Dusun Malang, suku Dusun Deyah, suku Dusun Balangan
 4. Dayak Lawangan; suku Dayak Benuaq, suku Dayak Bentian, suku Dayak Bawo, suku Pasir, suku Dayak Tunjung,  Tunjung bubut, Tunjung asli, Tunjung bahau,  Tunjung hilir, Tunjung lonokng,  Tunjung linggang,  Tunjung berambai.

KEBUDAYAAN SUKU DAYAK NGAJU DAN PENGARUHNYA DI LINGKUNGAN KU
          Seiring dengan kemajuan jaman, tradisi dan kebudayaan daerah yang pada awalnya dipegang teguh, di pelihara dan dijaga keberadaannya oleh setiap suku, kini sudah hampir punah. Pada umumnya masyarakat merasa gengsi dan malu apabila masih mempertahankan dan menggunakan budaya lokal atau budaya daerah. Kebanyakan masyarakat memilih untuk menampilkan dan menggunakan kesenian dan budaya modern daripada budaya yang berasal dari daerahnya sendiri yang sesungguhnya justru budaya daerah atau budaya lokallah yang sangat sesuai dengan kepribadian bangsanya.
          Mereka lebih memilih dan berpindah ke budaya asing yang belum tetntu sesuai dengan keperibadian bangsa bahkan masyarakat lebih merasa bangga terhadap budaya asing daripada budaya yang berasal dari daerahnya sendiri..Tanpa mereka sadari bahwa budaya daerah merupakan faktor utama terbentuknya kebudayaan nasional dan kebudayaan daerah yang mereka miliki merupakan sebuah kekayaan bangsa yang sangat bernilai tinggi dan perlu dijaga kelestarian dan keberadaanya oleh setiap individu di masyarakat.
          Pada umumnya mereka tidak menyadari bahwa sesungguhnya kebudayaan merupakan jati diri bangsa yang mencerminkan segala aspek kehidupan yang berada didalalmnya.Besar harapan saya, semoga dengan dibuatnya makalah yang berjudul Budaya Suku Dayak  yang didalamnya membahas tentang kebudayaan yang berasal dari daerah Kalimantan ini menjadi salah satu sarana agar masyarakat menyadari betapa berharganya sebuah kebudayaan bagi suatu bangsa, yang ahirnya akan membuat masyarakat menjadi lebih tau dan mengenal akan budayanya  sehingga merasa bangga terhadap budaya daerahnya sendiri.
Berikut adalah sedikit tulisan mengenai Suku Dayak
A.     Persebaran suku-suku Dayak di Pulau Kalimantan.
Dikarenakan arus migrasi yang kuat dari para pendatang, Suku Dayak yang masih mempertahankan adat budayanya akhirnya memilih masuk ke pedalaman. Akibatnya, Suku Dayak menjadi terpencar-pencar dan menjadi sub-sub etnis tersendiri.
Kelompok Suku Dayak, terbagi dalam sub-sub suku yang kurang lebih jumlahnya 405 sub (menurut J. U. Lontaan, 1975). Masing-masing sub suku Dayak di pulau Kalimantan mempunyai adat istiadat dan budaya yang mirip, merujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya dan perbedaan adat istiadat, budaya, maupun bahasa yang khas. Masa lalu masyarakat yang kini disebut suku Dayak, mendiami daerah pesisir pantai dan sungai-sungai di tiap-tiap pemukiman mereka.
 Etnis Dayak Kalimantan menurut seorang antropologi J.U. Lontaan, 1975 dalam Bukunya Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat, terdiri dari 6 suku besar dan 405 sub suku kecil, yang menyebar di seluruh Kalimantan.

B.    Pengertian Suku Dayak
Dayak atau Daya adalah nama yang oleh penduduk pesisir pulau Borneo diberi kepada penghuni pedalaman yang mendiami Pulau Kalimantan yang meliputi BruneiMalaysia yang terdiri dari Sabahdan Sarawak, serta Indonesia yang terdiri dari Kalimantan BaratKalimantan TimurKalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan . Budaya masyarakat Dayak adalah Budaya Maritim atau bahari. Hampir semua nama sebutan orang Dayak mempunyai arti sebagai sesuatu yang berhubungan dengan “perhuluan” atau sungai, terutama pada nama-nama rumpun dan nama kekeluargaannya.

Ada yang membagi orang Dayak dalam enam rumpun yakni rumpun Klemantan alias Kalimantan, rumpun Ibanrumpun Apokayan yaitu Dayak Kayan, Kenyah dan Bahau, rumpun Murutrumpun Ot Danum-Ngaju dan rumpun Punan. Namun secara ilmiah, para linguis melihat 5 kelompok bahasa yang dituturkan di pulau Kalimantan dan masing-masing memiliki kerabat di luar pulau Kalimantan:
  • Barito Raya (33 bahasa, termasuk 11 bahasa dari kelompok bahasa Madagaskar, dan Sama-Bajau),
  • Dayak Darat” (13 bahasa)
  • Borneo Utara” (99 bahasa), termasuk bahasa Yakan di Filipina.
  • Sulawesi Selatan” dituturkan 3 suku Dayak di pedalaman Kalbar: Dayak Taman, Dayak Embaloh, Dayak Kalis disebut rumpun Dayak Banuaka.
  • Melayik” dituturkan 3 suku Dayak: Dayak Meratus/Bukit (alias Banjar arkhais yang digolongkan bahasa Melayu), Dayak Iban dan Dayak Kendayan (Kanayatn). Tidak termasuk Banjar, Kutai, Berau, Kedayan (Brunei), Senganan, Sambas yang dianggap berbudaya Melayu. Sekarang beberapa suku berbudaya Melayu yang sekarang telah bergabung dalam suku Dayak adalah Tidung, Bulungan (keduanya rumpun Borneo Utara) dan Paser (rumpun Barito Raya).
  

C.  Sistem Religi
Sistem religi masyarakat Suku Dayak pada umumnya dan suku Dayak Ngaju pada khususnya merupakan kepercayaan yang percaya akan adanya Tuhan Yang Maha Esa yang menciptakan, menguasai dan memelihara alam semesta berserta isinya
Pada zaman dulu, masyarakat suku Dayak memeluk agama Helu atau Kaharingan. Agama Kaharingan merupakan salah satu agama etnis di nusantara, yang saat ini telah mendapat pengakuan dari PemerintaIndonesiasebagai suatu agama, agama Hindu Kaharingan. Namun hal ini belum banyak diketahui dan dikenal oleh banyak masyarakat lainnya diIndonesia, bahkan banyak yang salah duga dengan mengira agama Kaharingan sebagai agama kafir dan penyembah berhala. Dalam perkembangannya, Kaharingan juga bersentuhan dengan agama besar lainnya diIndonesianamun tradisi asli Dayak masih sangat kental dalam pelaksanaan ritual keagamaannya. 
Agama Kaharingan atau Helu merupakan kepercayaan asli suku Dayak yang berasal dari kata haring artinya hidup. Menurut kepercayaan pemeluk agama Kaharingan, Kaharingan tidak dimulai sejak zaman tertentu namun sejak awal penciptaan, sejak Tuhan yang disebut Ranying Hatalla menciptakan manusia. Ranying berarti Maha Tunggal, Maha Agung, Maha Mulia, Maha Jujur, Maha Lurus, Maha Kuasa, Maha Tahu, Maha Suci, Maha Pengasih dan Penyayang, Maha Adil, Maha Kekal dan Maha Pendengar. Hatalla berarti Maha Pencipta.
Di zaman penjajahan, baik masa penjajahan Belanda mapun Jepang,

D.     Bahasa
Bahasa Ngaju adalah bahasa Barito (Austronesia) yang dituturkan oleh suku besar Dayak Ngaju dan suku-suku lainnya di Propinsi kalimantan Tengah. Suku Dayak Ngaju menempati DAS Sungai Kapuas, Kahayan, Katingan, Mentaya, Seruyan dan Barito. Jumlah penggunanya lebih dari 1.000.000 orang termasuk di dalamnya dialek Bakumpai, Mengkatip dan Mendawai.
Terdapat perbedaan dialek antara sub etnis yang ada dalam suku Dayak ngaju seperti antara pengguna dialekKapuas/ Kahayan, katingan dengan Bakumpai, Seruyan, Mendawai dan mengkatip. Perbedaan ini umumnya dalam pilihan kata tetapi mengandung arti yang sama.tetapi umumnya dapat dipahami dengan mudah.

E.       Adat Istiadat Suku Dayak
Di bawah ini ada beberapa adat istiadat suku dayak yang masih terpelihara hingga kini, dan dunia supranatural Suku Dayak pada zaman dahulu maupun zaman sekarang yang masih kuat sampai sekarang. Adat istiadat ini merupakan salah satu kekayaan budaya yang dimiliki oleh BangsaIndonesia, karena pada awal mulanya Suku Dayak berasal dari pedalamanKalimantan.
  1.       Upacara Tiwah
Upacara Tiwah merupakan acara adat suku Dayak. Tiwah merupakan upacara yang dilaksanakan untuk pengantaran tulang orang yang sudah meninggal ke Sandung yang sudah di buat. Sandung adalah tempat yang semacam rumah kecil yang memang dibuat khusus untuk mereka yang sudah meninggal dunia.
  2.      Dunia Supranatural
Dunia Supranatural bagi Suku Dayak memang sudah sejak jaman dulu merupakan ciri khas kebudayaan Dayak. Karena supranatural ini pula orang luar negeri sana menyebut Dayak sebagai pemakan manusia ( kanibal ). Namun pada kenyataannya Suku Dayak adalah suku yang sangat cinta damai asal mereka tidak di ganggu dan ditindas semena-mena. Kekuatan supranatural Dayak Kalimantan banyak jenisnya, contohnya Manajah Antang. Manajah Antang merupakan cara suku Dayak untuk mencari petunjuk seperti mencari keberadaan musuh yang sulit di temukan dari arwah para leluhur dengan media burung Antang, dimanapun musuh yang di cari pasti akan ditemukan.
 Mangkok merah. Mangkok merah merupakan media persatuan Suku Dayak. Mangkok merah beredar jika orang Dayak merasa kedaulatan mereka dalam bahaya besar. “Panglima” atau sering suku Dayak sebut Pangkalima biasanya mengeluarkan isyarat siaga atau perang berupa mangkok merah yang di edarkan dari kampung ke kampung secara cepat sekali. Dari penampilan sehari-hari banyak orang tidak tahu siapa panglima Dayak itu. Orangnya biasa-biasa saja, hanya saja ia mempunyai kekuatan supranatural yang luar biasa. Percaya atau tidak panglima itu mempunyai ilmu bisa terbang kebal dari apa saja seperti peluru, senjata tajam dan sebagainya.
 Mangkok merah tidak sembarangan diedarkan. Sebelum diedarkan sang panglima harus membuat acara adat untuk mengetahui kapan waktu yang tepat untuk memulai perang. Dalam acara adat itu roh para leluhur akan merasuki dalam tubuh pangkalima lalu jika pangkalima tersebut ber “Tariu” ( memanggil roh leluhur untuk untuk meminta bantuan dan menyatakan perang ) maka orang-orang Dayak yang mendengarnya juga akan mempunyai kekuatan seperti panglimanya. Biasanya orang yang jiwanya labil bisa sakit atau gila bila mendengar tariu.
  F.      Seni Tari
 Kalimantan Tengah (Kalteng) dengan Suku Dayak sebagai penduduk aslinya kaya dengan keanekaragaman seni dan budaya peninggalan masa lalu. Satu dari kearifan khasanah budaya warisan nenek moyang tersebut terkandung dalam ragam seni tarian.seperti Tari Wadian Amun Rahu, Tari Jarangkang Bango, Tari Gelang Dadas dan Gelang Bawo (Iruang Wandrung), Tari Giring-giring, Tari Rantak Kipas Gempita, dan lain sebagainya

Tarian Suku Dayak Ngaju (Kinyah)
Tari Kinyah
Description: Hasil gambar untuk Tarian Suku Dayak Ngaju (Kinyah)
Kinyah adalah tarian perang suku Dayak, merupakan suatu tarian persiapan untuk membunuh dan memburu kepala musuh. Sejak akhir tahun 1900an, tradisi mengayau semakin ditinggalkan oleh semua sub suku Dayak di Kalimantan. Tetapi ada satu bagian dari tradisi itu yang masih bertahan walau saat ini sudah mulai menghilang yaitu “Kinyah”. Pada masa lalu para pemuda dayak dikalimantan harus melakukan perburuan kepala untuk bermacam-macam alasan, karena setiap sub suku dayak memiliki alasan yang berbeda-beda. Sebagi contoh anak laki-laki iban pada usia 10 tahun harus bisa mendapatkan setidaknya 1 kepala manusia, karena ini akan menunjukan bahwa anak laki-laki ini sudah memasuki usia dewasa dan dapat menikah. Persiapan fisik untuk perburuan kepala ini pada budaya dayak ngaju disebut “kinyah” atau tarian perang. Hampir semua sub suku dayak memiliki tarian perang ini. Dahulunya ini dipertunjukan dikampung-kampung untuk melihat dan mengamati pemuda mana yang akan siap dilepaskan ke hutan untuk memburu kepala siapa saja yang ia temui. Aturan perburuan kepala ini, adalah siapa saja yang bukan berasal dari kampungnya sendiri. Oleh karena itu sebelum perjanjian damai Tumbang Anoi ada 3 istilah yang sangat ditakuti; yaitu: Hapunu atau saling bunuh, hakayau atau saling potong kepala, hajipen atau saling memperbudak. Setiap anak laki-laki dayak ngaju yang berhasil mendapatkan kepala manusia akan diberi tato dibagian betisnya yang menunjukan bahwa anak ini sudah menjadi dewasa. Ada alasan lain yang dilakukan dayak ngaju zaman dahulu untuk mengayau adalah untuk keperluan upacara “Tiwah” . Tiwah adalah upacara membersihkan tulang-belulang leluhur untuk diantar ke sorga/ langit ke-7. Kepala manusia ini akan digantung di sangkaraya (pusat upacara tiwahnya) kemudian dikubrukan di dekat “sandung” atau rumah kecil tempat menaruh tulang-belulang leluhur yang ditiwahkan, dan jika orang tersebut memiliki “jipen” /atau budak, maka si-jipen ini juga akan turut dibunuh.
·         Filosofi
Tari kinyah ialah jenis tarian yang dipertontonkan kepada para tamu yang hadir dalam suatu acara tertentu dan merupakan tarian yang bernuansa keperkasaan seorang pahlawan dalam perang. Tarian ini bisa dilakukan oleh seorang laki-laki atau perempuan. Sambil menari penari memegang mandau dan telabang, kadang masih dilengkapi dengan sumpitan. Tari kinyah merupakan tradisi yang biasa dilaksanakn di daerah suku dayak, katingan, dan kahayan.
·         Sifat dan Hubungan Suku Dayak Ngaju
Menurut Tangdililing (1984) adanya unsur-unsur atau peninggalan kebudayaan Cina dalam masyarakat Dayak menunjukkan bahwa hubungan antara orang Dayak dengan orang Cina telah berlangsung sejak lama. Dalam penggunaan bahasa, banyak istilah atau kata yang bersumber dari bahasa (Cina) Khek yang digunakan oleh orang Dayak, yang dianggap sudah milik mereka mulai dari nama perabot rumah tangga sampai pada nama orang, seperti cung (gelas), po sut (korek api), sedangkan nama orang, Ahiong, Aliang dan Aheng. Begitu juga dengan nama-nama daerah seperti Pak Unam (Pakuman), Liongkong (Lie Ong Khong), dan Tainam (Tai Nam) di Kabupaten Sambas dan Pontianak pada umumnya berasal dari bahasa Cina. Kebiasaan menikmati minuman keras, seperti arak di kalangan orang Dayak, menurut Tangdililing (1984) pada mulanya merupakan kebiasaan orang Cina, akan tetapi lambat laun kebiasaan tersebut berpengaruh terhadap orang Dayak melalui pergaulan yang berlangsung di antara mereka. Selain itu, menurut Djuweng (1996) sejumlah besar kaum tua Cina dan Dayak percaya bahwa pada masa lalu terjadi asimilasi secara besar-besaran antara orang Dayak dan Cina.
·         Atribut dan Analisis Pakaian Tari Suku Ngaju
Dengan ciri khas utama properti Mandau (senjata khas suku dayak). Dan bulu burung Enggang yang terikat di lawung (ikat kepala), burung Enggang adalah jenis burung yang dianggap keramat bagi suku dayak. Ada satu properti lagi dalam tari mandau, yaitu Talawang (perisai) yang digunakan untuk melindungi diri pada waktu perang.  Orang dayak asli juga membuat tatto di tubuhnya, bukan bermaksud mengikuti tren masa kini, tetapi tatto yang dilukis di tubuh orang Dayak asli mempunyai arti tersendiri sesuai dengan kepercayaan dalam adat suku dayak. Jadi seandainya liat foto-foto orang dayak yang membawa mandau dan memainkan mandau dengan berbagai gaya, seolah-olah suku dayak adalah orang-orang yang memiliki karakter yang kejam dan bengis, apalagi kalau mendengar tragedi-tragedi yang pernah terjadi di Kalimantan. Namun tidak lah demikian, karena sifat dan karakter orang Dayak asli pedalaman justru sebaliknya, mereka memiliki sifat sabar dan ramah bahkan pemalu, karena cukup sulit membujuk orang Dayak pedalaman untuk mau di foto.
  
G. Senjata Tradisional Suku Dayak
Description: Hasil gambar untuk senjata  suku dayak ngaju kalimantan tengah
 Pada zaman penjajahan di Kalimantan dahulu kala, serdadu Belanda bersenjatakan senapan dengan teknologi mutakhir pada masanya, sementara prajurit Dayak umumnya hanya mengandalkan sumpit. Akan tetapi, serdadu Belanda ternyata jauh lebih takut terkena anak sumpit ketimbang prajurit Dayak diterjang peluru. Berikut ini adalah senjata-senjata tradisional suku dayak :
  1. Sipet / Sumpitan. Merupakan senjata utama suku dayak. Bentuknya bulat dan berdiameter 2-3 cm, panjang 1,5 – 2,5 meter, ditengah-tengahnya berlubang dengan diameter lubang ¼ – ¾ cm yang digunakan untuk memasukan anak sumpitan (Damek). Ujung atas ada tombak yang terbuat dari batu gunung yang diikat dengan rotan dan telah di anyam. Anak sumpit disebut damek, dan telep adalah tempat anak sumpitan.
  2. Lonjo / Tombak. Dibuat dari besi dan dipasang atau diikat dengan anyaman rotan dan bertangkai dari bambu atau kayu keras.
  3. Telawang / Perisai. Terbuat dari kayu ringan, tetapi liat. Ukuran panjang 1 – 2 meter dengan lebar 30 – 50 cm. Sebelah luar diberi ukiran atau lukisan dan mempunyai makna tertentu. Disebelah dalam dijumpai tempat pegangan.
  4. Mandau. Merupakan senjata utama dan merupakan senjata turun temurun yang dianggap keramat. Bentuknya panjang dan selalu ada tanda ukiran baik dalam bentuk tatahan maupun hanya ukiran biasa. Mandau dibuat dari batu gunung, ditatah, diukir dengan emas/perak/tembaga dan dihiasi dengan bulu burung atau rambut manusia. Mandau mempunyai nama asli yang disebut “Mandau Ambang Birang Bitang Pono Ajun Kajau”, merupakan barang yang mempunyai nilai religius, karena dirawat dengan baik oleh pemiliknya. Batu-batuan yang sering dipakai sebagai bahan dasar pembuatan Mandau dimasa yang telah lalu yaitu: Batu Sanaman Mantikei, Batu Mujat atau batu Tengger, Batu Montalat.
  5. Dohong. Senjata ini semacam keris tetapi lebih besar dan tajam sebelah menyebelah. Hulunya terbuat dari tanduk dan sarungnya dari kayu. Senjata ini hanya boleh dipakai oleh kepala-kepala suku, Demang, Basir.






Rumah Adat Betang Asal Suku Dayak Kalimantan Tengah
Description: Rumah Adat Betang Asal Suku Dayak Kalimantan Tengah
Rumah Betang | Photo: wikipedia
Penjelasan rumah adat Rumah Betang yang berasal dari suku Dayak Kalimantan Tengah. Rumah betang merupakan rumah panjang yang sebelumnya saya telah bahas. Namun kali ini rumah panjang yang akan dibahas adalah merupakan rumah adat suku Dayak (Ngaju) di Kalimantan Tengah.

Ciri Khas
Rumah betang mempunyai ciri berbentuk rumah panggung dan memanjang. Pada suku Dayak tertentu, pembuatan rumah panjang bagian hulunya haruslah searah dengan Matahari terbit dan sebelah hilirnya ke arah Matahari terbenam, sebagai simbol kerja-keras untuk bertahan hidup mulai dari Matahari tumbuh dan pulang ke rumah di Matahari padam.
Saat ini sudah jarang lagi kita jumpai rumah betang yang asli. Di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah hanya terdapat rumah betang yang sudah dibangun ulang. Di bagian paling hulu, rumah betang yang dibangun kembali ada di Desa Tumbang Bukoi, Kecamatan Mandau Talawang. Di bagian hilir, rumah betang yang dibangun kembali ada di Desa Sei Pasah, Kecamatan Kapuas Hilir. Di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah ada rumah betang asli yang dibangun sejak tahun 1870. Letaknya di Desa Buntoi, Kecamatan Kahayan Hilir. Rumah ini menghadap Sungai Kahayan dan memiliki pelabuhan yang siap menyambut kedatangan wisatawan melalui sungai.

Makna dan Nilai Rumah Betang
Rumah betang telah menjadi simbol yang kokoh dari kehidupan komunal masyarakat Dayak. Dengan mendiami rumah betang dan menjalani segala proses kehidupan di tempat tersebut, masyarakat Dayak menunjukkan bahwa mereka juga memiliki naluri untuk selalu hidup bersama dan berdampingan dengan warga masyarakat lainnya. Mereka mencintai kedamaian dalam komunitas yang harmonis sehingga mereka berusaha keras untuk mempertahankan tradisi rumah betang ini.
Rumah betang selain sebagai tempat kediaman juga merupakan pusat segala kegiatan tradisional warga masyarakat. Rumah betang menjadi tempat dan sekaligus menjadi sarana yang efektif bagi masyarakat Dayak untuk membina keakraban satu sama lain.


Makanan Khas Kalimantan Tengah

 

1. Juhu Umbut Sawit

Description: makanan khas kalimantan tengah
Juhu umbut sawit merupakan sayuran khas suku Dayak Ngaju. Sayuran ini diambil dari bongkol pohon kelapa. Bentuk serta warna tidak jauh berbeda dengan rebung yang berwarna putih. Perbedaannya terdapat pada rasa. Sayuran ini sangat jauh lebih manis rasanya daripada rebung. Hal ini karena sayur umbut sawit ini asalnya dari kelapa. Makanan ini disajikan saat acara syukuran maupun acara pernikahan.
Suku Dayak menyukai sayuran ini walau masih  mentah. Basanya juhu umbut sawit ini dimakan dengan sambal.  Juhu umbut sawit menjadi hidangan wajib saat upacara-upacara adat di zaman dulu.

2. Juhu Umbut Rotan

Description: Makanan Khas Kalimantan Tengah
Rotan dapat dijadikan sebagai bahan utama membuat masakan yang lezat, yaitu juhu umbut rotan. Makanan ini merupakan sebuah kuliner khas yang dimiliki oleh suku Dayak. Umbut rotan disebut dengan uwut nang’e. Makanan ini bisa dibilang cukup unik, sebab memakai bahan utama rotan muda ataupun tunas yang telah tumbuh pada pangkal rotan.
Tekstur  pada rotan muda masih sangat kenyal serta tidak terlalu keras bukan seperti pada rotan yang sudah tua. Bedanya, umbut rotan ini hanya dapat dipakai sebagai sayuran. Tidak sama seperti rebung. Rasa dari rotan muda sedikit agak pahit dan juga gurih, sehingga memerlukan bumbu khusus dalam sebuah proses memasaknya.
Langkah pertama, yakni rotan muda dibersihkan kulitnya, lalu dipotong-potong dalam ukuran yang kecil. Umumnya umbut rotan dimasak bersamaan juga dengan ikan baung serta terong asam. Juhu umbut rotan mempunyai rasa yang gurih, asam, serta agak kepahit-pahitan, berpadu dengan rasa manis dari daging ikan.

Cerita Rakyat
Legenda Asal Usul Liang Saragi
Setiap tempat yang unik pastinya memiliki daya tarik dan legenda nya sendiri. di Kab. Barito Timur (ex. Barito Selatan) terdapat sebuah Liang yang di jadikan objek wisata unggulan yaitu Liang Saragi. Liang Saragi adalah sebuah goa atau liang dari batu yang membentuk sebuah trowongan – trowongan yang mirip seperti goa tapi tidak masuk ke dalam tanah. Liang ini juga memiliki bentuk dan diameter yang berbeda beda.

Dalam Perjalanan di Tanah Dayak Kali ini akan membahas secara singkat tentang Legenda Asal Usul Liang Saragi yang ada di desa Ampari (hayaping). 
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjSYJwTW4lT_a9n4C5i8oxnQEdO_ukK_RTY1CZyFV4JoeMB2p0sG1GdX72Yc9j5jd3yhd6vxBtNJ_OsL4tw69tyoX51TdLrGl0kul47Hv_Vn6aObIZ7hISVoinpqtS9DuJV5iengz34gFOd/s400/Legenda+Asal+Usul+Liang+Saragi.jpg
pintu gerbang liang saragi
“Liang Saragi, Semuanya Karena Cinta” merupakan cerita rakyat tentang kisah cinta yang tragis dan legendaris. Latar tempatnya adalah sebuah perkampungan yang bernama Tudan Tarung. 

Kisah bermula ketika Raja Tudan Tarung yang bernama Dambung Datu Tatan sakit keras dan meninggal dunia. Dengan peristiwa ini otomatis tahta kepemimpinan diwarisi oleh anaknya yang bejat moralnya bernama Dambung Gamiluk Langit.

Singkat cerita, Raja Dambung Gamiluk Langit akhirnya mengawinkan putrinya bernama Putri Lingga Wulan Layu dengan Maju Ranang Mea padahal Maju Ranang Mea adalah juga anak kandungnya yang merupakan hasil selingkuhnya dengan Dara Layang Winei. 

Proses perkawinan sedarah ini dilakukan oleh Raja Dambung Gamiluk Langit dengan mengorbankan Saragi Nanta kekasih hati putrinya tercinta. Perkawinan paksa dilakukan dengan cara yang sangat licik. Saragi Nanta adalah putra tunggal Wadian Wawei Dara Mauruwe yang selama ini merupakan dukun kerajaan yang sangat terpercaya. Pesta pernikahan kerajaan yang digelar raja Dambung Gamiluk Langit ternyata berbuah petaka. Perkawinan sedarah ini justru mengundang rume atau kiamat lokal yang mengakibatkan kemusnahan Tudan Tarung secara total. Guntur petir menyambar balai pernikahan yang meriah. Hujan deras membasahi seluruh kampung dan penghuninya. Akhirnya kampung beradab itu terkutuk menjadi batu. Bekas-bekas perkampungan inilah yang kemudian dikenal sebagai LIANG SARAGI.

LIRIK LAGU MANANTIHU


MANANTIHU
MANANTIHU
Aku jadi ragu
Banyelu nyelu kue mahaga
Hubungan dia jelas batantu

Rancak ku mahining
pander muh ngawa ngaju
Hubungan kue dia ikau mangaku

Percuma aku mahaga
Hubingan imeteng segah
Seruk sare ikau mahina
Angat berengkuh jatun ti rega

Aku jadi ragu
Banyelu nyelu kue mahaga
Hubungan dia jelas batantu

Balu balun ikau melai pambelumkuh
Tende hanjulu baya manantihu
Mapai kia aku mahajajua
Amun nilai cintakuh dia barega

Paksa aku mundur kalah
Aluh dia ulih pisah
Aku ikhlas dan reda
Padang angat atei bakarah

Aku jadi ragu
Banyelu nyelu kue mahaga
Hubungan dia jelas batantu

Balu balun ikau melai pambelumkuh
Tende hanjulu baya manantihu
Mapai kia aku mahajajua
Amun nilai cintakuh dia barega

Paksa aku mundur kalah
Aluh dia ulih pisah
Aku ikhlas dan reda
Padang angat atei bakarah

Aku jadi ragu
Banyelu nyelu kue mahaga
Hubungan dia jelas batantu
File DOC : Di Sini


Comments

Popular posts from this blog

KLIPING BUDIDAYA 6 HEWAN KESAYANGAN

46 Macam-Macam Profesi & Pekerjaan dan Tugasnya DALAM BAHASA INGGRIS DAN ARTINYA LENGKAP

FILE DOC SUKU SAMIN rumah adat , makanan, lagu , tari , cerita rakyat